tag:blogger.com,1999:blog-72244825393560276662024-03-19T02:57:01.390-07:00CERITA DEWASA | Cerita seruMenceritakan tentang keseruan cerita dewasa dan cerita panas yang pasti akan membuatmu terus berdiri selama berjam - jam tanpa henti. jangan lupa untuk share juga ya.lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-29207742559041054752017-09-10T19:46:00.001-07:002019-10-18T01:53:58.336-07:00Peluang Usaha Mendapatkan Uang dari Internet Tanpa Modal<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTXgK0biGKITX2trxNZvVQzOWn9yoOVnmzjDYaG0choUV3spA8qntiACRdJMPRm1NEGlQqKmqo-8vuPzWwXgocmuP4siwuo0NDdrmbxGpLDJ-R-lujfS4CCAxUXvayFr0-TshOslSpo-U/s1600/Screenshot_23.png" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="501" data-original-width="364" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTXgK0biGKITX2trxNZvVQzOWn9yoOVnmzjDYaG0choUV3spA8qntiACRdJMPRm1NEGlQqKmqo-8vuPzWwXgocmuP4siwuo0NDdrmbxGpLDJ-R-lujfS4CCAxUXvayFr0-TshOslSpo-U/s320/Screenshot_23.png" width="232" /></a><br />
Siapa bilang main game buang - buang waktu ? Bermain game juga bisa menjadikan penghasilan tambahan bagi para pecinta game. Selain mendapatkan kepuasan dalam bermain game, hasil dari jerih payah permainan bisa dihargai.<br />
<br />
Kali ini admin akan berikan cara mendapatkan uang dari internet tanpa modal alias gratis yang masih belum diketahui oleh orang banyak. Hanya dengan bermodalkan media sosial, kita bisa mendapatkan uang tanpa menjelaskan panjang lebar seperti seorang salesman.<br />
<br />
Kita juga bebas menentukan waktu yang akan digunakan untuk mengerjakan pekerjaan dan hanya menggunakan waktu beberapa menit saja. Nah , admin tidak akan menunda -nunda lagi untuk menjelaskan kepada pembaca. Mari kita simak di bawah ini :<br />
<br />
<h2>
Cari situs yang memberikan bonus</h2>
Situs yang memberikan bonus biasanya banyak tersedia di internet, tapi apakah sudah pasti terpercaya dan bisa dibuktikan ? Disini kami memberikan bukti bukan janji. Semua yang bonus yang sudah didapatkan bisa ditarik tanpa adanya pemotongan sepeserpun.<br />
<br />
<h3>
Daftar</h3>
Daftar di situs yang sudah disediakan, jangan lupakan userid dan password yang sudah dibuat karena kami memastikan keamanan akun dengan sangat teliti. Setelah selesai mendaftar, dapatkan link yang menjadi link hanya untuk anda yang digunakan untuk mengajak teman untuk bergabung.<br />
<br />
<h3>
Bagikan</h3>
Bagikan ke teman - teman link yang sudah kamu dapatkan. Semua sosial media yang sudah ada bisa digunakan sebaik mungkin untuk memperbanyak yang mendaftar dibawah jaringan anda.<br />
<h3>
Withdraw</h3>
Setelah terkumpul bonus yang memadai bisa langsung ditarik dengan mengisi form penarikan. Jangan lupa juga untuk memberikan komentar didalam blog ini jika sudah melakukan penarikan dan sertai link referral agar banyak yang mendaftar di bawah jaringan anda.<br />
<br />
Hanya dengan beberapa langkah saja sudah bisa membuat kita mendapatkan bonus dalam jangka panjang.semua yang menggunakan cara ini bisa mendapatkan uang tambahan dari internet tanpa bersusah payah. Hanya cukup membagikan link yang sudah didapatkan. Bonus yang sudah didapatkan juga bisa ditarik jika sudah mencapai minimal penarikan tanpa adanya pemotongan atau apapun.<br />
<br />
Untuk mengetahui berapa orang dan berapa yang sudah didapatkan juga tidak sulit, hanya diperlukan untuk masuk ke akun dan dan melihat berapa total yang sudah berhasil di kumpulkan. Tertarik untuk membuat dan melaksanakan kegiatan ini tanpa mengeluarkan modal sedikitpun sudah bisa mendapatkan hasil yang maksimal dalam jangka panjang.<br />
<br />
Untuk mengetahui info lebih lanjut bisa menghubungi livechat yang sudah disediakan disamping kanan bawah layar monitor anda. Untuk yang membuka dari handphone bisa membuka link di bawah ini. Jangan ragu untuk bertanya kepada customer service karena sudah menjadi kewajiban customer service melayani anda.<br />
<br />
So, tunggu apalagi jangan sampai anda ketinggalan dalam cara mendapatkan uang dari internet tanpa modal ini.<br />
<br />
<div>
Untuk yang bermain dari handphone bisa menghubungi livechat dari browser ya.<br />
permainan domino , kartu dan live poker bisa dimainkan dari link dibawah ini<br />
<a href="https://astra88.id/" target="_blank">AstraPoker</a><br />
<br />
Selain itu, bagi yang ingin bermain bola, tangkas, poker online, togel online, dan juga casino online bisa mengunjungi situs <a href="https://winbet299.com/" target="_blank">winbet299.com</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-52883673010167326812017-09-07T06:53:00.002-07:002017-09-07T06:53:12.656-07:00Siaran Tv Online<div style="width: 535px; height: 558px; overflow: hidden; border: 10px solid #868e89;">
<div style="text-align: center; margin-top: -227px; margin-left: -34px;"><object width="100%" height="860" classid="clsid:d27cdb6e-ae6d-11cf-96b8-444553540000" codebase="http://download.macromedia.com/pub/shockwave/cabs/flash/swflash.cab#version=6,0,40,0"><param name="wmode" value="transparent" /><param name="src" value="http://id.imediabiz.com/MivoTV.swf?r=' + Math.round(Math.random() * 99999) + '" /><param name="scale" value="noscale" /><param name="quality" value="high" /><param name="pluginspage" value="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" /><param name="menu" value="true" /><param name="devicefont" value="false" /><param name="allowscriptaccess" value="sameDomain" /><param name="allowfullscreen" value="true" /><param name="scroll" value="auto" /><embed width="100%" height="860" type="application/x-shockwave-flash" src="https://id.imediabiz.com/MivoTV.swf?r='+++Math.round(Math.random()+*+99999)+++'" wmode="transparent" scale="noscale" quality="high" pluginspage="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer" menu="true" devicefont="false" allowscriptaccess="sameDomain" allowfullscreen="true" scroll="auto"></object></div>
</div>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-63090678126661048422017-08-10T20:53:00.000-07:002017-08-10T21:19:54.988-07:00ELIZA05 KENANGAN DI VILLA PART02<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMTvWTr64UBTLQA_5hlEoTNqk1DBtbCTG91rMqCdEVqL0aUEB-nHeR6_hQZeB1_4WGSLTgw7lPzUnH_tlrCpovVIHbKu-JxoCDfV097HJSmS43aZpbIzgf1kDii_ur_4NotLym-G1QEWY/s1600/424173_320956874675052_546264817_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="320" data-original-width="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMTvWTr64UBTLQA_5hlEoTNqk1DBtbCTG91rMqCdEVqL0aUEB-nHeR6_hQZeB1_4WGSLTgw7lPzUnH_tlrCpovVIHbKu-JxoCDfV097HJSmS43aZpbIzgf1kDii_ur_4NotLym-G1QEWY/s1600/424173_320956874675052_546264817_n.jpg" /></a></div>
Ketukan di pintu kamar mandi ini membuyarkan lamunanku tentang betapa aku tadi sempat orgasme karena digenjot oleh seorang lelaki tua dan keriput. “El, ini handuknya”, aku dengar suara mamaku, maka aku buka sedikit pintuku, dan mengambil handuk yang disodorkan mamaku. “Terima kasih ma”, aku merasa lega, dan kukeringkan rambutku dan seluruh tubuhku.<br />
<br />
<br />
Kembali tubuhku kubelit dengan handuk, dan setelah yakin bagian penting dari tubuhku tertutup, aku keluar dari kamar mandi dan melangkah menuju kamar ortuku.
Saat melewati tempat cuci piring, aku berpapasan dengan pak Basyir yang sedang mempersiapkan piring dan gelas untuk barbeque nanti. Aku diam saja saat melewatinya, tak tahu harus bilang apa pada penjaga vila yang baru menikmati tubuhku ini. Tiba tiba aku merasa pantatku diremas, hingga aku menoleh kaget.<br />
<br />
<br />
Memang tak ada yang lain, pasti pak Basyir yang melakukan. Dengan sedikit kesal aku menegurnya, “Pak, gimana sih.. jangan ngawur gini dong, di dalam banyak orang tuh!”.
Melihatnya yang hanya cengengesan, aku berpikir akan lebih baik jika orang tua ini kutinggal masuk sekarang juga sebelum aku dijahili lebih lanjut. Aku berganti pakaian di kamar ortuku, kupilih bra dan celana dalam berwarna pink. Sebuah kaus warna pink bergambar boneka Teddy Bear dan celana santai kukenakan, sekarang aku sudah siap untuk bergabung ikut acara barbeque. Kubawa koperku ke kamarku, lalu aku ke depan. Begitu aku sampai di depan, kedua sepupu kecilku segera mengerubutiku.
“Cie Eliza… sudah sembuh ya”, Stanley menggelayut manja seperti biasa, sementara Vincent mengangkat tangannya seolah berkata “Cie, gendong Vincent dong”.<br />
<br />
<br />
Aku tersenyum dan menggendong Vincent, sambil berkata pada Stanley, “Iya, cie cie sudah sembuh. Gimana tadi di taman safari?”. Stanley mulai bercerita tentang apa saja yang dia liat dengan gaya anak kecil yang menggemaskan. Aku terus mendengarkan sambil sesekali menimpalinya. Tepat saat ceritanya selesai, kami dipanggil papa untuk memulai acara barbeque.
Api panggangan sudah siap. Selain kedua sepupuku, kami semua bergantian memanggang makanan yang berbeda beda. Sambil mengobrol ke sana kemari, juga diselingi bercanda, suasana malam ini benar benar menyenangkan.<br />
<br />
<br />
Aku memilih memanggang marshmallow yang sudah kuisi coklat cair, benar benar nikmat saat semuanya meleleh di atas lidahku, ketika tiba tiba aku merasa pantatku dicolek, hingga aku memekik terkejut dan semua menoleh ke arahku. Untungnya mereka tak melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Untung saja, saat itu juga hpku berbunyi, nada sms masuk. “Kenapa El?”, tanya mamaku heran. “Nggak ma, ini lagi liatin panggangan, tahu tahu hpku bergetar. Bentar ma, mau baca sms dulu”, jawabku, dan ketika aku melihat pak Basyir yang sudah di sampingku membawakan marshmallow, aku memandangnya dengan penuh teguran, kesal sekali rasanya.<br />
<br />
<br />
Tapi aku tak bisa berbuat apa apa, maka aku menjauh dari tempat ini, sekalian membaca sms dari siapa yang baru masuk ke HPku, yang ternyata dari Cie Stefanny, guru les privatku di bidang bahasa inggris. Ia adalah mahasiswi Sastra Inggris semester 7 di universitas swasta yang terkenal di Surabaya. Seminggu lagi usianya 22 tahun. Terbayang olehku, Cie Stefanny ini orangnya sabar, cantik, tubuhnya ramping, rambutnya lurus sebahu menambah keanggunannya.
“Happy new year Eliza ^^
Juga sekalian nanya nih, mulai Januari kamu kan sekolah pagi,
Lesnya enaknya jam berapa? Harinya tetap saja ya kalau bisa, thanks ^^
Cie Stefanny”
Membaca ini aku tersenyum dan segera membalas sms ini. “Happy New Year juga cie Stefanny. Yah kalo cie cie bisa, jam 2 siang saja ya cie. Iya, tetap hari Senin dan Kamis saja cie, tapi besok jangan dulu yah cie, masih capek nih abis liburan.”
Setelah membalas sms ini, aku melihat pak Basyir yang membawa piring kotor, pergi ke belakang.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku teringat kelakuannya tadi, dan segera menyusulnya. “Pa Ma, Suk Sing, Ie Lin, Eliza ke belakang bentar ya, mau ke wc”, pamitku pada mereka yang menganggukkan kepala. “Lho, aku nggak dipamitin?”, goda kokoku yang memang selalu usil ini. “Suk Hengky, Eliza ke belakang bentar ya, mau ke wc”, kataku sambil menjulurkan lidah waktu menyebut nama kokoku dengan panggilan Suk, dan kami semua tertawa.
Aku pun masuk dan ketika melihat pak Basyir sedang mencuci piring, aku segera menghampirinya, dan dengan aku segera menegurnya. “Pak, jangan ngawur dong. Masa ada orang banyak gitu bapak seenaknya main colek saja. Kalo kelihatan kan jadi masalah. Gimana sih?”, tegurku kesal tapi dengan dengan suara pelan.<br />
<br />
<br />
<br />
Mendapat teguranku, pak Basyir bukannya berhenti tapi malah meremas pantatku dengan santai sambil berkata, “Jadi kalau berduaan gini, nggak apa apa kan non Liza?”. Aku makin kesal dan berkata, “Pak, tolong ya, jangan ngawur seperti ini”. Aku menepis tangannya, dan meninggalkannya ke wc. Waktu aku keluar dari wc, aku melihat pak Basyir mendekatiku.
Aku menghindar memilih tak berurusan lebih lama dengan penjaga vilaku yang mesum ini. Tapi ia sudah menghadangku, dan memegang tanganku. “Non Liza, bapak lagi pengin nih”, katanya padaku, membuat aku kesal bercampur panik, ditagih dalam keadaan banyak orang seperti ini.
“Apa apaan sih pak Basyir? Nggak pak, jangan ngelunjak ya. Lepaskan Liza!”, aku berkata agak kasar padanya, tapi ia terus mendesakku. Oh.. daripada nanti dia kalap lalu aku diperkosa di sini, aku mengalah dan berkata, “Pak Basyir, Liza oralin saja, tapi jangan ganggu Liza lagi. Sebentar, Liza lihat keadaan dulu”.<br />
<br />
<br />
Aku memastikan mereka yang di luar masih sibuk, lalu aku menutup pintu wc dan menyalakan lampunya seolah aku masih di dalam. Lalu aku mendekat ke pak Basyir di tempat cucian, dan membuka celananya.
“Pak, jangan lupa, perhatikan orang orang di depan. Kalau ada yang masuk kita bisa repot!”, kataku sambil mulai memegang penisnya pak Basyir yang sudah tak perlu kukocok dengan tangan karena sudah begitu tegang. “Iya non Liza.. oooh”, erangnya saat penisnya mulai kukulum. Aku terus menyedot penis itu, sesekali kuhunjamkan dalam dalam, membuat badan pak Basyir tergetar menahan nikmat saat penisnya melesak begitu dalam ke rongga ternggorokanku, untungnya ia tak lupa memperhatikan depan.
Aku sendiri sebenarnya cukup menikmati aktivitas oral yang menegangkan ini, toh aku sudah terbiasa dengan penis yang melesak ke dalam rongga tenggorokanku.<br />
<br />
<br />
Aku sebenarnya sudah ingin mendesah, tapi aku menahan diri supaya di sini tak semakin ribut, sudah ada pak Basyir yang mengerang pelan.
“Pak Basyiir, kalau sudah tolong piring tadi dibawakan ke sini ya”, terdengar suara papaku dari luar sana. “Iya tuan”, jawab pak Basyir yang hendak menarik penisnya, tapi aku menahannya, berpikir ini lebih baik diselesaikan sekarang daripada aku terus diganggunya. Maka aku menyedot makin keras, mengulum ngulum dan bibirku kujepitkan erat pada penis itu membuat pak Basyir akhirnya tidak tahan dan menggeram, penisnya berkedut kedut lalu sperma yang hangat, asin dan gurih menyembur membasahi kerongkonganku.
“aaagh.. non Lizaa…”, erangnya.<br />
<br />
<br />
Ia terburu buru menarik penisnya yang masih terus menyemburkan sperma sehingga saat penis itu keluar dari mulutku, bibirku terkena semburan itu. Untung saja bajuku tidak kena. Kujilat sperma itu hingga bibirku bersih dan ku memandangnya kesal. “sudah puas kan pak? Tolong jangan ganggu Liza lagi hari ini”, kataku pada pak Basyir yang memakai kembali celananya.
Pak Basyir berjongkok juga dan tiba tiba melumat bibirku membuatku terkejut, tapi aku tak berani menimbulkan kegaduhan di sini dan terpaksa pasrah saja. Nafasku mulai memburu saat pak Basyir melepaskan lumatannya pada bibirku, dan berkata, “Iya non Liza, bapak sudah puas sekarang. Tapi kalau non Liza masih belum puas, nanti malam bapak tunggu di kamar belakang”.<br />
<br />
<br />
Aku melotot padanya mendengar kata kata yang amat kurang ajar itu, tapi ia hanya cengengesan dan berlalu ke luar sambil membawa piring yang diminta papaku tadi. Aku menghela nafas dan berpikir, ini orang benar benar nggak tau diri ya. Dasar tua tua keladi. Aku kemudian ikut keluar, dan saat aku melewati ruang makan aku berpapasan dengan kokoku.
“Me, apa tuh di dagumu belepotan gitu?” tanya kokoku yang membuat jantungku serasa berhenti. Oh.. ini pasti sperma pak Basyir yang muncrat tadi, aku tak sadar kalau ada yang menempel di daguku. Aku panik tak tahu harus menjawab apa, dan menunduk ketika di meja makan aku melihat ada beberapa burger.<br />
<br />
<br />
Untung saja, aku bisa memakai burger ini sebagai alasan. “aduh.. tadi mayonesnya burger ini sempat kena sini yah… aku kira cuma kena bibirku tadi ko”, kataku sambil cepat menghapus sperma pak Basyir dari daguku. Aku baru sadar, untung kokoku ini termasuk kuper untuk urusan seks, ia pasti sama sekali tidak membayangkan tadi itu cairan sperma dari penjaga vila yang baru dioralin adiknya ini.
Dan memang kokoku sudah tak bertanya lebih lanjut, dan segera ke wc. Aduh, aku lupa membuka pintu wc yang tadi kututup sebagai kamuflase kalau aku masih di wc. Benar saja, kokoku tiba tiba bertanya dari belakang, “Mee, siapa lagi nih yang ada di wc?”. Untung saja aku masih sempat mendapat ide untuk menggoda kokoku, “Buka aja ko, siapa tau ada penghuni baru di vila ini”. Kokoku tertawa dan menyangka itu memang ide isengku, jadi ia langsung masuk ke wc.<br />
<br />
<br />
Aku terus pergi ke luar, dan kembali mengikuti acara barbeque ini sampai selesai.
Jam 9:00, sepupu sepupu kecilku yang sejak tadi bermain main denganku harus tidur. Maklum kan, mereka masih amat kecil, harus tidur lebih awal. Setengah jam berikutnya, acara barbeque ini berakhir, dan kelihatannya bagi keluargaku dan keluarga suk Sing akhir tahun ini benar benar menyenangkan.
Tapi, aku masih merasa kata kata pak Basyir tadi terus terngiang di telingaku. Entah kenapa, makin aku teringat, bukannya makin kesal, tapi gairahku rasanya naik mengingat kata kata yang harusnya bernada kurang ajar ini. “El, ada yang mau kamu bicarakan? Dari tadi kamu terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu?” tanya mamaku mengagetkanku. “Oh… eng.. enggak kok ma.<br />
<br />
<br />
Cuma membayangkan senin besok itu sekolah pagi, sudah satu setengah tahun Eliza nggak sekolah pagi”, kataku mencari alasan. Mamaku tersenyum dan mengelus rambutku, aku sungguh merasa disayang.
Setelah semuanya masuk ke kamar tidur masing masing, aku kembali terbayang kejadian di tempat cuci piring tadi, juga kata kata pak Basyir yang amat melecehkanku itu. Aku menghela nafas dan berusaha untuk tak memikirkan hal itu lagi. Masa aku harus merendahkan diriku untuk mendatangi pak Basyir di kamarnya? Bahkan di rumah pun aku masih sanggup menahan diri untuk tidak mendatangi kamar Wawan atau Suwito ataupun pak Arifin. Yang benar saja, aku tak mau harga diriku semakin jatuh.<br />
<br />
<br />
<br />
Maka aku pun memutuskan tidur saja. Aku mengganti celana santaiku dengan celana jeans yang pendek sampai ke pangkal paha. Setelah membereskan semuanya, aku segera naik ke ranjang, memakai selimut yang tak tebal, dan tidur dengan nyaman. Tengah malam aku terbangun, karena ingin buang air kecil. Maka aku keluar menuju ke wc. Setelah selesai buang air, aku keluar dari wc, tapi tak segera kembali ke kamar. Entah kenapa, kakiku seperti melangkah sendiri, membawaku ke depan pintu kamar pak Basyir.
Sesampainya di situ, aku terkejut sendiri, seolah baru sadar dari mimpi. Aku segera memutuskan untuk balik lagi ke kamarku, ketika tiba tiba penjaga vilaku yang mesum itu melongokkan kepalanya keluar dari jendela kamarnya menyapaku.
“Halo non Liza, akhirnya ke sini juga. Memek non Liza sudah gatel ya?” tanya pak Basyir dengan senyum yang menjemukan. Aku berpikir, nih orang makin lama makin kurang ajar ya. Langsung saja aku dengan kesal membantah, “Enak saja. Jangan ngawur ya pak, Liza cuma susah tidur tau!”.<br />
<br />
<br />
<br />
Tapi kata kataku yang terkesan mencari alasan ini malah membuat aku mendapat pelecehan lain dari pak Basyir yang sudah keluar mendekatiku. “Susah tidur kok jadinya ke sini non? Mikirin punya bapak ya?”, tanya pak Basyir, membuat wajahku terasa panas, tak tahu harus membantah apa. Akhirnya tanpa berkata apa apa, aku membalik badanku berniat kembali ke kamarku setelah aku menyemprotnya, “Iya, Liza mikirin kok ada pembantu yang kurang ajar seperti bapak”.
Tapi pergelangan tanganku yang mungil ini sudah dicengkeram oleh pak Basyir, dan aku ditarik masuk ke dalam kamarnya. Aku berusaha menahannya, tapi entah tenaganya yang terlalu kuat, atau memang aku hanya menahan dengan setengah hati, tanpa kesulitan yang berarti, aku sudah terduduk di ranjang pak Basyir yang sudah mengunci pintu dan merapatkan gorden tipis di jendela. Aku tertegun melihat ada 2 sachet obat kuat yang sudah kosong dari salah satu merk yang tergeletak di meja kecil di depanku ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Jam weker di meja ini menunjukkan kalau sekarang ini jam 00:30 pagi.
Sialan, pak Basyir benar benar berpikir aku pasti menemuinya malam ini di sini. Aku merasa dilecehkan, tapi entah kenapa aku hanya bisa diam. Pak Basyir melepaskan bajunya hingga telanjang bulat, membuat aku teringat tubuh keriput ini sempat menguasai diriku tadi sore. Dan harusnya tanpa obat perangsang. Memikirkan hal ini, jantungku mendadak berdegup kencang, aku mulai dilanda gairahku sendiri.
Pak Basyir mendekatiku, dan menarik lepas kausku dengan mudah karena tanpa sadar aku mengangkat tanganku pasrah. Aku ditariknya berdiri, celana pendekku dilorotkannya, lalu celana dalam dan braku juga sudah dilepasnya. Kini aku sudah telanjang bulat di hadapan penjaga vilaku untuk kedua kalinya.<br />
<br />
<br />
<br />
Dengan bernafsu, pak Basyir menubrukku hingga aku kembali terjatuh di ranjang ditindih tubuh pak Basyir. Bibirku segera dilumat olehnya dengan ganas. Aku sudah larut dalam birahi, dan membalas ciuman dari orang tua ini.
Begitu bernafsunya kami berdua, sampai kami bergulingan di ranjang ini tanpa melepas pagutan kami. Aku sudah menyerahkan diri sepenuhnya, dan bahkan balas mencumbui orang yang pantasnya jadi kakekku ini. setelah sama sama kehabisan nafas, kami berhenti sejenak, lalu pak Basyir menyuruhku naik ke pangkuannya. Ia membimbingku duduk di sana sehingga mulut vaginaku tepat menelan penisnya yang sudah mengacung tegak dengan perkasa. Aku merasakan penis ini keras sekali sekarang, beda sekali dengan tadi sore, mengingatkanku pada penis Wawan.
“Ngggghhh… nggghhh”, aku melenguh lenguh ketika penis itu tertelan semakin dalam di vaginaku. Dalam posisi ini, puting susuku dikulum oleh pak Basyir, yang terus mengarahkan tubuhku supaya penisnya bisa masuk seluruhnya.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku menggeliat keenakan, memeluk lehernya pasrah merasakan vaginaku dihunjam penis yang sekarang amat keras ini. Semakin dalam, aku semakin keras melenguh, sampai akhirnya, “nggghhkkk.. adduuuh…”, aku melenguh dan mengerang, tubuhku bergetar menahan nikmat luar biasa.
Penis pak Basyir ini begitu panjang, rasanya menghantam dinding rahimku. Sedikit sakit memang, tapi nikmatnya jauh lebih terasa. Tubuhku mengejang dan menggeliat, aku menggeleng gelengkan kepalaku kuat kuat ketika pak Basyir mulai memompa vaginaku. Puting susu payudara kananku dikulum pak Basyir, sementara payudaraku yang kiri dremas remas dengan lembut dan sesekali remasan itu berubah kasar dan kuat. Aku hanya bisa pasrah, kini dalam posisi duduk berhadapan aku digenjot dengan gencar
Pelukan pak Basyir semakin ketat pada pinggangku hingga aku tak mampu menggeliat bebas. Cairan cintaku sudah mulai melumasi vaginaku. Selagi aku melenguh tak kuasa menahan nikmat, tiba tiba pak Basyir berbisik, “Non Liza, ada omnya non Liza di luar. Non Liza jangan bersuara dulu”.<br />
<br />
<br />
<br />
Mendengar ini aku terkejut dan menoleh ke belakang, benar saja, aku melihat bayangan omku yang sedang merokok, terlihat samar samar dari gorden yang tipis ini. Untung cahaya di kamar ini tak terlalu terang, jadi tak mungkin ada bayangan siluet kami berdua yang lagi bersenggama ini.
Tapi pak Basyir ini bodoh kali, ia tak bisa berpikir apa kalau aku terus digenjot begini, bisa tak tahan untuk tidak melenguh? Karena takut aku lepas kendali dan bersuara, aku melumat bibir pak Baysir setelah memegang kepalanya dan melepaskan pagutannya pada puting susuku. Cukup lama aku digenjot dalam keadaan seperti ini, sampai terdengar suara pintu tertutup. Situasi seri tadi saat kami bercinta dalam keadaan tegang takut ketahuan tadi, benar benar menambah kenikmatan ini dan membuatku mencapai orgasme.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku melepaskan pagutanku dan langsung melenguh panjang, “nngggghhh… paaaak”. Tubuhku berkelojotan, kakiku melejang lejang dan nafasku tersengal sengal mengiringi orgasme pertamaku ini. Cairan cintaku rasanya keluar begitu banyak, sementara pak Basyir jelas masih perkasa, kan ia sudah minum obat kuat itu. Ia terkekeh ketika tubuhku lunglai dalam pelukannya, sementara keringatku membanjir deras, apalagi hawa kamar ini cukup panas.
Dan memang tanpa ampun pak Basyir terus menggenjotku yang sedang dilanda orgasme. Aku hanya bisa pasrah, untungnya vaginaku sudah licin sekali. Aku sudah begitu lemas, sampai nafasku mendengus dengus ketika tubuhku berulang kali terangkat karena vaginaku terus disodok penis pak Basyir. Perlahan gairah ini melandaku kembali. Rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuhku membuat aku tanpa sadar mulai menggerakkan pinggulku, menyambut tiap sodokan pada vaginaku.<br />
<br />
<br />
<br />
Pak Basyir akhirnya puas juga mengulumi puting susuku. Ia memandangku yang sedang menatapnya dengan pandangan sayu. Dengan lembut ia membelai rambutku yang terurai ke sana kemari karena sodokan pada vaginaku ini membuat tubuhku sesekali tersentak keenakan. “Enak ya non Liza..”, tanya pak Basyir padaku dengan senyum mengejek. Aku tak bisa membantah dan jawaban ini meluncur begitu saja, “iyaah.. paak.. ooooh… panjaaang…”, aku meracau, tubuhku menggigil tak mampu menahan nikmat yang terus mendera ini.
Tiba tiba pak Basyir menyuruhku tidur di ranjang. Rupanya ia ingin posisi konvensional, maka aku berbaring di ranjang itu dan merenggangkan pahaku. “Non Liza sudah kepingin amat ya, kok pahanya sampai dibuka segitu lebar?”, lagi lagi pak Basyir berkata mengejekku. “Oh…pak…, jangan ejek Liza terus dong”, keluhku dan memejamkan mata karena malu, panas juga rasanya wajahku diejek terus terusan seperti ini, dan lebih lebih aku tak bisa membantah apapun, reaksi tubuhku yang jujur seolah mengakui kebenaran dari ejekan demi ejekan yang kuterima.<br />
<br />
<br />
<br />
Pak Basyir tertawa saja, lalu penisnya kembali membelah bibir vaginaku. Kedua kakiku ditumpangkan di pundaknya, dan aku kembali digenjotnya dengan gencar. Penis itu terasa makin dalam mengaduk aduk vaginaku dalam posisi ini, tubuhku mengejang ngejang keenakan . Kedua tanganku mencengkram sprei, kembali kepalaku kugeleng gelengkan kuat kuat. Aku sudah tak mampu bertahan lagi dan mulai melenguh lenguh, nafasku sudah tersengal sengal, aku memejamkan mata kuat kuat, tampaknya aku sebentar lagi akan mengalami orgasme untuk yang kedua kalinya.
Tapi kali ini aku kecele. Pak Basyir seolah ingin menyiksaku, ia mendadak menghentikan genjotannya hingga aku tak jadi orgasme. “Oooh… ?”, aku mengeluh dan membuka mata memandanganya seakan hendak protes, tanpa sadar aku menggerakkan pinggulku sendiri supaya vaginaku terus dikocok oleh penis Pak Basyir yang kini tersenyum penuh kemenangan dan melecehkanku.<br />
<br />
<br />
<br />
“Non Liza ketagihan ya? Kalo gitu bapak genjot lagi ya”, ia kembali mengejekku, membuat aku semakin malu, tapi aku tak bisa mengontrol diriku yang kini sudah bukan milikku lagi, melainkan milik penjaga vilaku ini sepenuhnya.
Kurasakan vaginaku kembali digenjot kuat, tapi aku masih terus menggerakkan pinggulku, menikmati adukan demi adukan pada vaginaku. Aku mulai melenguh kembali, sekali ini sodokan itu kurasakan terus dan terus seolah memompa gairahku kembali menuju orgasme. Tapi pak Basyir terus mempermainkanku, ia seolah tahu kapan saat aku akan orgasme, dan tiba tiba ia menghentikan sodokkannya. Aku hanya bisa mengeluh sambil terus menggerakkan pinggulku mencari kenikmatan yang tertahan tahan ini, bahkan akhirnya aku memohon, “Pak Basyir.. jangan permainkan Liza dong… Liza sudah nggak tahan nih…”.<br />
<br />
<br />
<br />
Baru kali ini aku tak mampu menahan diri untuk memohon supaya diantar menuju orgasme oleh orang yang menyetubuhiku.
Entah rasa malu ini sudah seperti apa, tapi aku memang sudah tak kuat lagi menahan keinginan untuk orgasme. Akibatnya aku terus jadi korban pelecehan pak Basyir, yang kini menambah rangsangan padaku dengan meremas lembut kedua payudaraku saat genjotannya dimulai kembali. “Non Liza sudah nggak tahan ya”, katanya mengejekku. “Iyah… pak Basyir.. jahaat…”, keluhku. Pak Basyir tertawa penuh kemenangan. Beberapa kali ia mempermainkanku seperti ini, sampai akhirnya ia mau melepaskanku dari derita ini. Aku melenguh lenguh ketika sekali ini yang datang adalah multi orgasme, seolah olah tubuhku melepaskan semua orgasme yang tertunda setelah aku berkali kali dipermainkan seperti tadi,.<br />
<br />
<br />
<br />
Tubuhku berkelojotan dan mengejang ngejang susul menyusul menyambut kenikmatan ini, kedua betisku melejang lejang membuat pak Basyir kewalahan, tubuhnya terdorong oleh sentakan betisku hingga penisnya yang panjang itu terlepas, menambah sensasi yang amat dashyat ketika kepala penisnya menggesek seluruh dinding vaginaku sampai akhirnya keluar melewati bibir vaginaku yang langsung terkatup. “Ngggghhh… ngggggkk… aaahh…”, aku melenguh lenguh menikmati kontraksi otot vaginaku yang membuat tubuhku terus mengejang ngejang, mungkin lebih dari 2 menit lamanya.
Akhirnya orgasmeku reda dan aku terbaring lemas tanpa daya, nafasku tersengal sengal seolah habis berlari maraton.<br />
<br />
<br />
Tapi penis pak Basyir masih berdiri tegak. Aku sampai merasa ngeri, karena ini sudah jam 01:30, artinya sudah 1 jam aku melayani penjaga vilaku yang sudah tua ini. Obat kuat yang diminum pak Basyir rupanya melipat gandakan daya tahan sexnya. Aku tahu masih akan ada satu atau dua ronde lagi, maka aku memanfaatkan kesempatan ini untuk beristirahat memulihkan tenagaku yang rasanya sudah tersedot habis saat aku mengalami multi orgasme tadi.<br />
<br />
<br />
Tiba tiba tubuhku dibalik oleh pak Basyir, aku disuruhnya menungging. Oh.. aku tak ingin disodomi oleh penis yang begitu panjang ini. “Pak… jangan…”, aku memohon, tapi aku kembali tenang ketika kurasakan kepala penis itu sudah menempel di bibir vaginaku. “Jangan apa non Liza? Maksud non Liza jangan berhenti kan?”, kembali pak Basyir mengejekku. Aku hanya diam, merasakan saat saat vaginaku kembali dibelah oleh penis yang panjang ini. “oooohh… nggghhh….”, aku melenguh pendek ketika akhirnya penis itu terbenam seluruhnya, kini aku merasakan dinding vaginaku sebelah dalam yang tertekan kepala penis yang panjang ini, yang sejak tadi menghajar dinding vaginaku bagian luar.<br />
<br />
<br />
Kurasakan pak Basyir mencengkram kedua lenganku lalu menariknya, hingga kini aku menungging tanpa pegangan, tapi kedua pergelangan tanganku yang tertarik ke belakang ini dipegangi pak Basyir hingga aku tak sampai menelungkup, dan ketika aku menunduk lemas aku melihat payudaraku tergantung bebas dan terayun ayun mengikuti irama sodokan pak Basyir. Aku kini seperti kuda betina yang ditunggangi dengan kedua tanganku sebagai tali kekang.
Dalam posisi ini aku sama sekali tak bisa mengejang ataupun menggeliat bebas, tapi hal ini malah membuatku orgasme dengan cepat. “Ngggghhhh…. Nggghhhh… Aduuuuh”, aku melenguh lenguh, tubuhku tersentak sentak dan aku hanya bisa menggeleng gelengkan kepalaku kuat kuat karena hanya kepalaku yang bisa kugerakkan. Aku kembali tertunduk lemas, rambutku sudah terurai kesana kemari menyentuh permukaan ranjang ini.
Kini dalam keadaan lelah, aku hanya bisa berharap, penjaga vilaku ini segera orgasme. Aku sudah tak tahan lagi, tenagaku sudah tersedot habis.<br />
<br />
<br />
<br />
Mungkin aku bisa pingsan kalau aku harus mengalami dua atau tiga kali orgasme lagi. Pandangan mataku sudah mulai berkunang kunang, nafasku makin memburu, sementara sodokkan pada vaginaku ini rasanya sama sekali tak berkurang kecepatannya. Keperkasaan penjaga vilaku ini benar benar membuat tubuhku serasa remuk, tubuhku terjuntai lemas walau sesekali tersentak ketika penis itu menghantam dinding rahimku.
Perlahan gairahku mulai meninggi, membuatku sedikit takut apakah aku mampu bertahan dalam derita kenikmatan yang terus menderaku ini. Kembali aku menggeliat keenakan, adukan adukan pada vaginaku ini membuatku makin melayang, dan akhirnya otot vaginaku mulai berkontraksi.<br />
<br />
<br />
<br />
Oh.. aku akan segera orgasme lagi, tapi untungnya, kurasakan penis pak Basyir sudah mulai berkedut, dan makin lama kedutan itu makin kuat. Bersamaan ketika aku akhirnya melepas orgasme yang meluluh lantakkan tubuhku, penis itu menyemburkan lahar panas ke dalam liang vaginaku, dan sodokan yang masih belum reda itu seolah mengaduk aduk cairan cintaku hingga bercampur rata dengan sperma yang membanjiri liang vaginaku.
“ooooohh…. Non Lizaaa….memek non benar benar nikmaaaat….”, pak Basyir melenguh dan meracau. Keadaaanku tidak lebih baik, aku juga melenguh panjang, “ooooohhh… nggggghhhh… ampun paak…”. Akhirnya selesai sudah ronde terakhir ini, penis pak Basyir yang cepat mengecil akhirnya lepas dari vaginaku, membebaskanku dari derita orgasme ini. Aku langsung roboh lemas, sementara pak Basyir yang masih terengah engah mendekatiku dan tidur di sampingku.<br />
<br />
<br />
<br />
Ia membalikkan tubuhku hingga aku telentang. Kemudian sambil melumati bibirku, ia meremasi payudaraku dengan lembut. Kami benar benar seperti pasangan suami istri yang sedang berbulan madu saja, aku hanya pasrah saja dicumbui oleh penjaga vilaku ini.
Akhirnya orgasmeku sudah reda, dan tenagaku mulai pulih. Pak Basyir yang sudah lemas menghentikan lumatannya pada bibirku, tapi payudaraku masih saja diremasnya dengan lembut. Aku membiarkan pak Basyir menikmati remasannya pada payudaraku, karena aku pun merasa nyaman. Rambutku yang sudah awut awutan terurai di ranjang ini dicium oleh pak Basyir. “Non Liza.. rambut non ini harum sekali… indah sekali… “, puji pak Basyir.<br />
<br />
<br />
Aku hanya tersenyum lemah, membiarkannya berbuat apa saja yang diinginkannya pada tubuhku ini.
Kulihat jam weker di meja menunjukkan pukul 02:00. Sekitar satu setengah jam ini aku melayani penjaga vilaku ini. Aku menerawang melamunkan keadaanku. Di sekolah, di rumah sendiri, di rumah seorang teman, bahkan kini di vilaku sendiri, aku harus menjadi budak pemuas nafsu dari berbagai lelaki. Entah sampai kapan aku harus menjalani kehidupan seperti ini. Ingin aku menghentikan semua ini, tapi aku selalu tak kuasa menolak kenikmatan yang melandaku ketika vaginaku sudah tertusuk sebuah penis.
“Non Liza, bapak boleh tau siapa lelaki yang beruntung mendapat keperawanan non Liza?”, tanya pak Basyir memecahkan lamunanku. Aku sempat teringat Girno, satpam sekolahku yang mengoyak selaput daraku pertama kali. Tapi aku tersadar, bahwa ini adalah urusan pribadiku. Dengan ketus aku menjawab, “Pak, ini bukan urusan bapak yah. Bapak nggak perlu tahu”.<br />
<br />
<br />
<br />
Pak Basyir tertawa saja sambil terus meraba raba tubuhku dan tentu saja payudaraku masih terus medapat remasan.
“Non Liza sudah ada pacar? Pacar non Liza tahu nggak kalo non Liza suka beginian? Atau pacar non Liza yang beruntung dapat keperawanan non Liza?” tanya pak Basyir bertubi tubi. Aku semakin sebal diingatkan pada Andi, cowok yang diam diam menjatuhkan hatiku. “Pak, tolong ya, jangan tanya masalah pribadi Liza. Liza nggak suka tau!”, ketus sekali aku menjawab, membuat pak Basyir terdiam beberapa saat. Tapi tangannya tidak menganggur, terus menikmati tubuhku yang masih tergolek di sampingnya.
“Non Liza, tadi enaknya sampai kayak gimana? Kok mulet mulet nggak karuan seperti itu?”, tanya pak Basyir lagi. Wajahku terasa panas mendengar kata kata yang kurang ajar ini. Aku tak tahu harus marah atau menjawab, akhirnya aku memilih diam saja. Aku menepis tangannya yang masih meraba dan meremasi payudaraku, lalu aku bangkit berdiri. Tenagaku sudah cukup untuk berjalan. Aku melap keringat di sekujur tubuhku dengan handuk pak Basyir yang tergantung di pintu, lalu memunguti semua pakaianku yang tercecer di lantai kamar penjaga vilaku ini, dan mulai mengenakannya satu per satu mulai dari bra, celana dalam, celana pendek dan kausku.<br />
<br />
<br />
“Non Liza, kapan mau menginap di sini lagi? Bapak tunggu ya kedatangan non Liza yang berikutnya. Jangan lama lama lho non, nanti bapak bisa mati kangen”, kata pak Basyir padaku sambil mengelus rambutku yang tergerai ke belakang ini. Aku makin malas menjawabnya, dan berkata, “Sudah pak Basyir, Liza harus kembali ke kamar. Besok takutnya nggak bisa bangun.”
Pak Basyir masih saja melantur, “Tidur di sini sama bapak saja non Liza. Non Liza mau nggak jadi istri bapak?”. Aku hampir saja membentaknya, tapi aku masih bisa menahan diri dan menjawab ketus, “Jangan mimpi ya pak. Sudah, malas Liza mendengar bapak melantur. Liza kembali dulu ke kamar”. Aku sudah memegang handel pintu ketika pak Basyir berkata lagi, “Non Liza, boleh bapak cium non dulu?”. Kali ini aku mengalah dan duduk kembali ke ranjang, memberikan ciumanku yang hot pada penjaga vilaku ini.<br />
<br />
<br />
Tanganku menggelayut di lehernya, bibir kami saling berpagut dan lidah kami saling bertautan. Aku mulai tersengal sengal, dan aku sadar tak boleh larut dalam birahi, maka aku segera melepaskan peluk cium ini, dan tanpa berkata apa apa lagi aku keluar dari kamar ini.
Kuperhatikan tak ada tanda tanda keluargaku yang masih bangun. Maka aku berjalan dengan tertatih tatih, kembali ke kamarku. Ketika aku akan membaringkan diriku ke ranjang, aku teringat akan campuran cairan cintaku dan sperma pak Basyir yang masih tertinggal di vaginaku, bahkan kurasakan sedikit belepotan di pangkal pahaku. Dengan lemas aku mengambil handuk, bra dan celana dalam pengganti, dan handuk kecil yang akan kugunakan untuk membersihkan seluruh tubuhku.
Aku tidak mandi karena takut rematik, hanya menyeka tubuhku dengan handuk kecil yang kubasahi dengan sedikit air sabun, lalu kuperas dan kucelupkan air hingga tak ada busanya lagi, lalu aku membersihkan tubuhku dengan menyeka lembut. Vaginaku yang kukorek korek sampai bersih sambil kubilas dengan cairan pengharum vagina yang selalu kubawa, kini sudah terasa nyaman.<br />
<br />
<br />
Kubersihkan pahaku dari cairan cairan yang mendatangkan gairah ini, lalu kuhanduiki seluruh tubuhku hingga kering. Setelah memakai pakaian dalam dan baju tidurku yang satin itu, aku kembali ke kamar, berbaring mengistirahatkan tubuhku yang langsung terasa sekali capainya akibat dipermainkan penjaga vilaku tadi.
Tak butuh waktu lama, aku sudah tertidur lelap. Paginya, aku terbangun karena ingin buang air kecil ketika jam baru menunjukkan pukul 5:30. Aku masih mengantuk dan capai sekali, maka aku masih mencoba tidur lagi setelah kembali dari WC.<br />
<br />
<br />
Tapi setelah beberapa menit aku tak juga kembali tidur, aku memutuskan untuk bangun saja, dan keluar duduk duduk di teras setelah menyikat gigiku. Tak lama kemudian aku melihat pak Basyir melintas di halaman, membersihkan runtuhan daun seperti biasa. Kami sempat bertatapan muka sejenak, dan aku hanya menunduk malu sambil tersenyum kecil mengingat kemarin aku dipermainkan sedemikan rupa.
Tak lama papaku, mamaku, suk Sing dan Ie Lin juga sudah bangun dan menemaiku duduk duduk di teras. Aku mengucap selamat pagi seperti biasa. Para orang tua ini mengobrol sendiri, aku hanya diam mendengarkan saja. Mereka membicarakan beberapa masalah yang aku kurang mengerti, dan beberapa teman mereka yang membuka bisnis baru. Aku sama sekali tak terganggu dengan percakapan mereka, bahkan keberadaan mereka semua ini membuatku nyaman. Paling tidak, untuk sementara aku aman dari tangan pak Basyir yang mesum itu.<br />
<br />
<br />
<br />
Bukannya aku tak menikmati permainan sex tadi pagi, tapi aku juga tak ingin tiap saat harus bermain sex, apalagi tubuhku masih terasa begitu lelah.
Tiba tiba aku ditimpa sepupu sepupu kecilku yang sudah bangun. Mereka ini, bukannya menghambur ke orang tua mereka, tapi malah aku yang pertama dikerubuti. “Aduh.. sampai kaget lho cie Eliza, kalian ini memang nakal yah”, kataku sambil mencubiti pipi mereka bergantian,dan mereka berdua tertawa senang duduk di pangkuanku. “Heran ya, anak anak ini lebih sayang sama Eliza daripada sama mamanya sendiri”, goda Ie Lin padaku. Aku hanya bisa tertawa senang, memang aku amat sayang pada kedua sepupuku ini. Mereka kemudian mengajakku bermain main ke dalam, dan aku mengikuti mereka dengan senang hati.
“Eliza, nanti setelah makan siang, kita pulang ke Surabaya ya”, mamaku mengingatkanku. “Iya ma”, kataku riang, dan sebentar kemudian aku dan kedua sepupuku ini sudah sibuk. Stanley memintaku menceritakan sebuah buku bergambar, dan dengan Vincent di pangkuanku aku mendongeng sebisaku. Untungnya kedua anak kecil ini menyukainya.<br />
<br />
<br />
<br />
Bersama mereka ini membuat aku lupa untuk sesaat tentang pak Basyir, juga para lelaki yang sudah menyetubuhiku. Selesai mendongeng, aku mengajak mereka makan, perutku sudah terasa lapar, ditambah dengan bau masakan mama yang mengingatkanku ini sudah waktunya makan pagi.
Kokoku juga sudah turun, dan kami saling menyapa sebelum saling usil. Tiba tiba kokoku memukul bahuku dari belakang, tapi aku langsung membalasa dengan mencubit lengannya. Kami sampai dilerai oleh mama karena aku tak mau melepaskan cubitanku meskipun kokoku minta minta ampun. Aku dan kokoku memang akrab, jarang sekali kami sampai bertengkar. Kalaupun bertengkar, beberapa jam kemudian kami pasti sudah baikan. Semua termasuk kedua sepupu kecilku tertawa tawa melihat ulah kami berdua. Lalu kami segera makan pagi dalam suasana yang harmonis ini, benar benar membuatku bahagia.
Setelah acara makan selesai, seperti biasa pak Basyir membereskan meja makan dan mencuci peralatan makan yang kotor.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku berusaha bersikap wajar padanya, dan menunggu giliranku mandi sambil kembali menggoda kedua anak kecil ini. Giliranku tiba setelah kokoku selesai mandi, maka aku pamit sebentar pada mereka, lalu masuk ke kamarku yang sedang dibersihkan pak Basyir. Jantungku agak berdegup kencang saat aku melewatinya untuk mengambil baju di koperku, berharap penjaga vilaku ini tidak segila itu untuk berbuat sesuatu padaku sekarang ini.
Pak Basyir memang tak melakukan apapun terhadap diriku, tapi saat aku melewatinya lagi setelah mengambil baju ganti, aku mendengarnya berbisik, “Non Liza, nanti siang sebelum pulang, non Liza main bentar sama saya ya. Kan non Liza masih lama baru balik lagi ke sini. Mau ya non?”.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku memandang pak Basyir dan melotot kesal, tapi aku tak ingin ribut dan menarik perhatian orang orang di luar. Maka aku diam saja, pergi ke kamar mandi tanpa memberikan tanggapan apapun pada penjaga vilaku yang makin lama makin ngelunjak ini.
Di kamar mandi, aku mandi keramas membersihkan tubuhku sepuas puasnya. Setelah selesai, saat aku mengeringkan rambut dan tubuhku, aku teringat kata kata pak Basyir di kamar tadi. Entah kenapa, tiba tiba gairahku menggelegak, nafasku memburu membayangkan aku harus melayani penjaga vilaku yang bejat ini. Tanpa sadar, aku enggan memakai celana dalam, seolah menyiapkan selangkanganku untuk digenjot nanti siang oleh pak Basyir. Kini aku hanya memakai bra, t-shirt dan rok yang agak longgar. Celana dalamku benar benar tidak kupakai, kucampur dengan pakaian kotorku, dan aku kembali ke kamar.
Saat keluar dari wc, aku berpapasan dengan pak Basyir yang dengan jahilnya meremas pantatku. Aku tidak melotot seperti tadi ataupun kemarin, kini aku hanya mendesah, dan berbisik padanya, “Pak Basyir, nanti siang tunggu aku di kamarku yah..”.<br />
<br />
<br />
Aku terus berlalu dan saat aku menyempatkan diri melihat pak Basyir, kulihat ia tersenyum girang. Aku masuk menahan senyum, dan birahiku terus bergolak. Setelah mengepak barang barangku, aku duduk di ruang keluarga. Kami akan berjalan jalan pagi ini dan kembali saat makan siang nanti. Jadi aku menunggu semua selesai mandi dan mengepak barang barangnya masing masing.
Sekitar jam 9:15 pagi, kami keluar meninggalkan vila sebentar, berputar putar menikmati hawa dingin dari udara segar di Tretes ini. Bercanda sepanjang hari membuat waktu terasa berlalu begitu cepat, kini sudah waktunya kami kembali ke vila dan makan siang, sebelum pulang ke Surabaya. Masakan untuk makan siang sudah dihangatkan pak Basyir, piring piring juga sudah tertata rapi. Kami semua segera makan siang, karena perut kami memang sudah lapar semua. Selesai makan, tentunya kami mencuci tangan dan mulut dulu sebelum membawa semua barang kami masuk ke dalam mobil, bersiap untuk kembali ke Surabaya.
Pintu vila sudah dikunci.<br />
<br />
<br />
<br />
Ketika semua barang sudah masuk ke mobil, aku pura pura ingin ke WC, maka aku pamit sebentar, “Pa Ma, Eliza mau ke wc dulu sebentar, nggak usah nungguin di dalam, nanti kalau selesai Eliza kunci semua kok”, kataku buru buru begitu mesin mobil sudah nyala. Mereka mengiyakan dan berkata akan menunggu aku di mobil, daripada turun lagi dan mengotori lantai yang sudah disapu pak Basyir. Aku segera berlari ke belakang, dari sana aku bukannya ke wc, tapi segera masuk ke kamarku diikuti pak Basyir yang sudah bersiap menungguku dari tadi di belakang.
Di dalam kamarku, aku berbaring di kasur yang sudah disediakan pak Basyir, kemudian rokku segera disingkap oleh pak Basyir yang terpana melihatku tak mengenakan celana dalam. “Non Liza, ternyata non sudah siap ya?”, kata pak Basyir dengan girang. “Pak, sudah cepetan, udah ditungguin nih!”, omelku. Pak Basyir segera mencopot celananya, dan menusukkan penisnya yang sudah tegang.<br />
<br />
<br />
<br />
Pasti karena sejak tadi pikirannya ngeres melulu. Agak sakit memang, karena vaginaku masih belum ada pelumas sedikitpun.
Genjotan demi genjotan mengguncang tubuhku, gairahku yang bergolak sejak pagi tadi seakan mendapat pelampiasan sekarang ini. Tubuhku mulai mengejang ngejang, panjangnya penis pak Basyir benar benar dengan mudah membuatku keenakan. Tak lama kemudian, aku mulai melenguh pelan, sedangkan pak Basyir juga menggenjotku makin kencang, ketika tiba tiba sepupu kecilku masuk ke kamarku.
Aku amat terkejut, demikian juga pak Basyir. Tapi untungnya aku sadar kalau Vincent yang masuk ini tak bisa bicara dengan benar. Maka aku menyuruh pak Basyir untuk cepat cepat melanjutkan, “Pak.. cepat sedikit ya, kalau yang lain masuk kita bisa repot”. Vincent mendekatiku yang berbaring di kasur, dan membelai mbelai pipiku seperti yang biasa ia lakukan. Aku dalam keadaan digenjot pak Basyir, balas mencubit pipi Vincent, tapi aku tak bisa terlalu menggodanya, karena aku mulai menggeliat dan melenguh lenguh kecil ketika kenikmatan ini semakin menderaku.
“Ngghh.. ngghh.. terus pak… cepat.. ooooh”, aku terus melenguh dan akhirnya orgasme hingga badanku terlonjak lonjak, kakiku melejang lejang keenakan, dan Vincent sampai melihatku dengan ekspresi kebingungan dan terus membelai pipiku.<br />
<br />
<br />
<br />
Tak lama aku merasa selangkanganku terasa lebih nikmat setelah penis pak Basyir berkedut dan menyemprotkan spermanya yang hangat ke dalam lliang vaginaku. Aku segera mendorong pak Basyir hingga penisnya terlepas, dan kutinggalkan Vincent yang pasti semakin bingung, ketika aku meraih penis pak Basyir dan mengulum ngulum dalam mulutku. Pak Basyir semakin keenakan mengerang, ketika penis itu kusedot sedot sampai akhirnya bersih dari sperma yang kurasakan cukup gurih juga.
Maka selesailah quicky sex siang ini antara aku dan pak Basyir yang segera mencabut penisnya, dan membantuku membersihkan sperma yang belepotan di bibir vaginaku dengan beberapa helai tissue.<br />
<br />
<br />
<br />
Dan dengan nakalnya pak Basyir menyumpalkan tissue yang diremas remasnya ke dalam liang vaginaku, membuatku mendesah nikmat. “Non, tissue ini untuk menyumbat cairan dari memek non, jadi nggak basahin roknya non sampai di rumah nanti”, kata pak Basyir enteng. Aku segera berdiri, dan menggendong Vincent yang masih memandangku heran. Aku tak tahu apa yang dipikirkan sepupu kecilku ini, tapi aku segera menggendongnya sambil tertawa, membuat Vincent ikut tertawa tawa.
Ketika aku keluar dari kamar, hampir saja aku bertubrukan dengan Stanley. Aduh, untung saja, kalau tadi itu aku masih dalam keadaan bersetubuh, nggak tahu apa jadinya denganku, bisa bisa ortuku tahu dan aku tak berani membayangkan hal ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Maka aku mengelus rambut Stanley dengan lega, kemudian segera menuju ke mobil di depan yang sudah menunggu. Aku membimbing mereka masuk ke mobil suk Sing, dan setelah berpamitan pada mereka semua termasuk mencubit gemas pipi kedua sepupu kecilku, aku masuk ke dalam mobilku. Aku tak kuatir dengan Vincent, yang pasti tak mengerti sedikitpun kalau tadi itu aku baru saja melakukan quicky sex dengan penjaga vila ini.
“Eliza, kamu sampai berkeringat gini, perutmu sakit ya?”, tanya mamaku yang kelihatan mengkuatirkanku. “Ah nggak kok ma, Eliza nggak apa apa kok”, aku berkata menenangkan mamaku. Maka setelah semua beres, kami segera memulai perjalanan pulang. Pak Basyir membuka pintu gerbang melepas kepergian kami semua. Di dalam mobil ini, aku diam melamun, membayangkan kenangan baru di vilaku ini. Bisa kupastikan, lain waktu kalau aku ke sini lagi, pak Basyir pasti minta jatahnya padaku.<br />
<br />
<br />
Tapi itu masih lama, aku menyadari beberapa jam lagi aku harus bersiap untuk kembali melayani sopir dan kedua pembantuku di rumah, entah nanti malam atau besok pagi. Mereka pasti akan menggarapku dengan buas setelah dua malam tidak menggumuliku. Tapi itu urusan beberapa jam ke depan, yang penting aku sekarang memilih beristirahat dan tidur di dalam mobil ini, dengan tissue yang sedikit mengganjal vaginaku yang tak terbungkus celana dalam, memberi sedikit rasa nikmat…
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://damaiqq.com/"><img alt="damaiqq" border="0" data-original-height="80" data-original-width="920" height="52" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSo0Jf3D2VcSU308UluEhTZwLmsSreXz8d98TDiEln3I7S3CJ6BdAD3v_lLMoQlm0SgJ7fhzEjfhK_hRMv7OhaQuyJX8Ee4g8hniDzXnLpyuywy5Fsiqy6z1u-BebvQMvVLr8Yx6q2Ya4/s640/damaiqq-920-x-80-.gif" title="" width="640" /></a></div>
<br />lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-3286275162686365882017-08-10T20:42:00.001-07:002017-08-10T21:19:20.444-07:00ELIZA05: BERTAMBAHNYA KENANGAN DI VILLA PART01<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdoaOx-66e6Gh5wGerJ-bGnUPY2w74MDByb1PUFE6lBPnCME5SCPypXGeY-RZtK1mvyk5THaKHB_aaPnmkx3TanU724ns12sZFF8xi4LSKTQl2YDg-j2BbCuLj90XpeHrAawBVwdJteY/s1600/395819_240045316082271_100002304134566_529263_1048939449_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdoaOx-66e6Gh5wGerJ-bGnUPY2w74MDByb1PUFE6lBPnCME5SCPypXGeY-RZtK1mvyk5THaKHB_aaPnmkx3TanU724ns12sZFF8xi4LSKTQl2YDg-j2BbCuLj90XpeHrAawBVwdJteY/s320/395819_240045316082271_100002304134566_529263_1048939449_n.jpg" width="320" /></a></div>
Show balet di malam hari jam 20:00 selama setengah jam yang menampilkan aku sebagai penari utama pada tanggal 31 Desember 2004 di ballroom sebuah hotel, mendapat sambutan yang meriah. Guru baletku begitu bangga padaku, ia memelukku bahagia. Aku pun demikian, seolah sudah lupa pada gangbang demi gangbang yang membuatku orgasme berkali kali sejak terenggutnya keperawananku pada 18 Desember kemarin.<br />
<br />
<br />
Juga tanggal 24 dimana aku bahkan harus datang ke sekolah di malam hari, menyerahkan tubuhku untuk menjadi budak pemuas nafsu dari mereka yang membantai aku seminggu setelah ulang tahunku yang ke 17 itu, yang nanti akan kuceritakan juga.
Bahkan tadi pagi aku masih harus melayani sopirku dan kedua pembantuku di kamarku sendiri. Mereka mulai menggilirku sepuas puasnya sejak jam 4 pagi sampai ketika kokoku pulang dari rumah temannya untuk makan siang sekitar jam 12, seolah tak rela nanti aku akan menginap di vila keluarga di tretes selama beberapa hari bersama keluargaku sepulang show balet ini. Mereka menggilirku dengan liar sekali, orgasme demi orgasme harus kulalui berkali kali sehingga betisku terasa begitu pegal, dan masih sangat terasa saat latihan final sore tadi.
Untung saja aku diantar kokoku ke tempat latihan balet, yang lalu meninggakan aku yang masih sangat lemas untuk menjemput ortu yang akan sampai di bandara Juanda sebentar lagi. Aku tak yakin apa aku masih bisa menyetir dengan rasa pegal ini. Namun segala macam capai sudah tak kurasakan lagi, kini aku sedang tersenyum bahagia, karena show ini begitu suksesnya, sampai sampai semua penonton termasuk di antaranya papa, mama dan kokoku, melakukan standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri) saat kami menutup acara dengan membungkuk menghormat pada para tamu dan meninggalkan panggung ini.
“Eliza, kamu hebat sekali malam ini.<br />
<br />
<br />
Kamu memang ballerina yang berbakat baik sekali. Sukses ini semua berkat penampilanmu yang begitu indah. Terima kasih ya Eliza”, kata guru baletku yang memegang tanganku dengan mata berbinar binar, membuatku tersenyum malu sekaligus senang mendapat pujian setinggi langit ini.
“Cie Vira, teman teman juga hebat deh, semua hari ini luar biasa, jadi bukan cuma karena aku saja cie”, aku membantah, tapi teman temanku memelukku dengan senang, semua berkata senada kalau tadi itu aku begitu sempurna di atas panggung, dan memberiku selamat, yang hanya bisa kubalas dengan ucapan terima kasih dan tersenyum bahagia. Setelah Cie Elvira memberikan sambutan penutup show balet ini, kami diperbolehkan pulang, dan semua saling berpamitan gembira, tahun baru akan segera tiba.
Aku menghambur ke orang tuaku yang sudah menungguku dengan bangganya. Cie Elvira kulihat kembali ke bangku penonton, bergandeng tangan mesra dengan suaminya. Teman temanku juga sudah berkumpul dengan keluarga masing masing, ada yang memutuskan kembali ke bangku penonton untuk menikmati acara selanjutnya sampai jam 10 malam nanti seperti Cie Elvira dan suaminya, ada juga yang sepertiku yang langsung meninggalkan tempat ini.<br />
<br />
<br />
Kini bersama dengan kedua ortuku dan kokoku kami menuju ke tretes, ke vila yang penuh kenangan masa kecilku dan juga kokoku. Tak pernah terbayang jika ternyata besok dan besok lusa vila itu akan menambahkan kenangan yang special buat diriku. “El, kamu masih ingat adiknya papa yang kerja di Jakarta?”, tanya papaku membuyarkan lamunanku.
“Ingat Pa, yang baru punya anak itu kan?” tanyaku balik. “Iya. Kayaknya sudah nunggu kita di vila, dia juga datang”, sambung papaku membuat aku hampir berteriak karena gembira, “Sungguh pa? si Vincent diajak nggak pa?” tanyaku antusias. “Ya, juga Stanley. Lengkap pokoknya. Hahaha kamu kok segitu senangnya El? Pantas anak anak kecil itu sayang sama kamu”, goda papaku waktu melihat aku merapatkan tanganku dan tersenyum senang.
Mamaku mencubit pipiku gemas, “Nanti kalo sudah ketemu mereka, semua dilupakan. Yang diperdulikan cuma kedua anak itu”.<br />
<br />
<br />
Kokoku yang menyetir menambahkan, “Iya, mungkin gara gara mama gak nambah adik lagi buat meme nih”. Aku tertawa kecil, dan kami bercanda selama perjalanan ke vila sehingga tanpa terasa mobil kami sudah berhenti di pintu gerbang vila kami.
Klakson mobil berbunyi 3x, dan pintu gerbang itu dibuka oleh penjaga vila kami yang sudah mulai tua, kira kira sekarang umurnya sudah 65 tahun. Ia sudah menjaga vila kami sebelum aku dan kokoku dilahirkan. Dan ketika kami masih kecil, penjaga vila yang namanya Basyir itu sering menemani kami bermain main jika kami berlibur ke vila ini.
Kaca mobil kubuka, dan kusapa penjaga vila yang baik ini. “Halo pak Basyir”, kataku sambil melambaikan tangan, dan mungkin karena sudah malam ia memandang heran padaku karena tak bisa melihatku dengan jelas, dan hanya berkata, “Selamat malam”. Ketika mobil berjalan dan wajahku tersinari cahaya lampu di atas gerbang, barulah ia mengenaliku dan membalas sapaanku, “Oh… ternyata non Liza.<br />
<br />
<br />
Halo juga non Liza, maaf ya tadi nggak keliatan”. ah.. seperti dulu, ia masih memanggilku non Liza, aku tersenyum padanya. Mobil terus berjalan dan berhenti di depan teras vila, di pojok aku melihat sebuah mobil besar, pasti mobilnya Suk Sing, adik papaku.
Benar saja, ketika kami turun dari mobil, Suk Sing keluar menyapa kami. Aku tak melihat Ie Lin, istri dari Suk Sing, ternyata sudah tidur, sekalian menidurkan anak anak. Pak Basyir membantu membawakan barang barang dari mobil ke kamar ortuku, lalu ia pamit untuk beristirahat ke kamarnya. Kurasakan pak Basyir agak lama ketika memandangku, kemudian aku sadar kalo aku masih mengenakan kostum baletku yang sexy itu.
Oh.. sebaiknya aku ganti baju tidur saja. Maka aku masuk ke kamar ortuku untuk ganti baju, tentu saja setelah pintu aku kunci.<br />
<br />
<br />
Bagaimanapun, di sini ada 3 laki laki dewasa, papaku, Suk Sing dan kokoku. Dan jadi 4 orang kalo pak Basyir juga dihitung. Aku melepas kostum baletku hingga tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang berwarna hitam, kontras sekali dengan kulit tubuhku yang begitu putih. Aku sempat memperhatikan tubuhku lewat sebuah cermin besar di kamar itu. Hmm, aku merasa lekukan tubuhku memang termasuk sexy, dan payudaraku pun sudah tumbuh dengan ukuran sedang.
Tapi aku tak ingin berlama lama mengagumi tubuhku sendiri, ntar kena penyakit narsis lagi. Aku melepas bra dan celana dalamku hingga telanjang bulat.<br />
<br />
<br />
Udara dingin di tretes ini membuat kerigatku sudah kering, tapi aku tak berani mandi malam malam, takut kena penyakit rematik. Maka aku langsung berganti pakaian dalam, lalu memakai baju tidur kesukaanku yang warnanya merah muda dan bahannya satin.
Aku melepas ikat rambutku, karena bagiku lebih nyaman jika rambutku tergerai bebas tanpa ikat rambut. Lalu rambutku kusisir rapi hingga aku merasa makin nyaman, dan aku membereskan gaun balet dan pakaian dalamku sebelum aku keluar dari kamar dan kembali berkumpul sebentar dengan keluarga. Aku sempat mendapat pujian dari Suk Sing, rupanya ia sudah mendengar suksesnya show baletku dari ortuku, yang tentu saja aku mengucap terima kasih dengan tersenyum senang.
Kulihat jam sudah menunjuk pukul 23:30. Aku cuma bisa bertahan setengah jam menemani mereka ngobrol, dan aku pamit tidur karena sudah sangat mengantuk. Selain capai setelah show balet tadi, juga gangbang di pagi hari dan di hari hari sebelumnya membuat tubuhku sekarang rasanya remuk. Aku masuk ke kamarku yang di belakang, aku memang selalu tidur di situ sejak kecil kalau menginap di vila ini. Di ranjang yang sudah tertata rapi itu, aku meletakkan tubuhku senyaman mungkin, dan tak butuh waktu lama akhirnya aku sudah tertidur.<br />
<br />
<br />
Entah aku tertidur berapa lama, tiba tiba kurasakan payudaraku diremas lembut dan ditekan tekan. Aku masih belum sadar betul, sempat mengira ini di rumah, maka aku pasrah saja, sambil merintih pelan. Nanti juga paling aku melenguh keenakan seperti biasa, mungkin aku sudah terbiasa menjadi budak pemuas nafsu seks yang harus siap digangbang setiap mereka menginginkan servis tubuhku, bahkan ketika aku masih sedang menikmati tidurku.<br />
<br />
<br />
Aku tak bisa menolak, karena memang kalau mau jujur, nikmat sekali rasanya sensasi yang kurasakan saat terbangun dengan vagina yang dalam keadaan teraduk aduk penis, payudara yang diremas remas lembut, dan bibir yang dilumat dengan penuh nafsu, seperti yang dilakukan hampir tiap pagi oleh Wawan, Suwito dan pak Arifin terhadapku, tanpa sadar aku sudah merenggangkan pahaku bersiap menerima tusukan demi tusukan pada selangkanganku ketika “Cie Elizaa.. sakit ya? bangun doong, ayo temani Stanley main…”, suara anak kecil di dekat telingaku membuatku kaget, dan secara reflek aku terbangun duduk.
Dua anak laki laki yang masih kecil, yaitu Stanley yang berumur 5 tahun dan adiknya Vincent yang masih berumur 3 tahun, ada di samping kanan dan kiriku, rupanya tanpa sengaja tadi tangan mereka meremas dan menekan kedua payudaraku saat mencoba membangunkanku dengan menggoyang goyang tubuhku. Spontan wajahku terasa panas, tak pernah terbayang olehku bahkan anak kecil pun mampu memberikan rasa nikmat pada tubuhku.
Aku tersenyum malu mengingat tadi aku bahkan sudah melebarkan pahaku, tapi untungnya mereka masih belum mengerti. Yah, kalaupun mengerti, penis mereka masih terlalu kecil untuk mengaduk aduk vaginaku. Apalagi si Vincent, yang masih belum bisa bicara dengan benar, baru bisa bilang papa mama, cie cie, koko, itu pun masih terdengar lucu, khas anak kecil yang masih belajar bicara. Duh.. aku kok jadi melantur, nggak ada kali anak laki laki yang baru berumur 5 taun sudah bisa bersetubuh…
Kini kesadaranku sudah pulih sepenuhnya, dan aku memeluk keduanya yang tertawa senang.<br />
<br />
<br />
<br />
Kami bertiga keluar kamar, aku menggendong Vincent, sementara Stanley menggelayuti pinggulku sambil tertawa tawa, sedangkan aku sebenarnya dalam keadaan terangsang juga ketika tangan Stanley yang masih kecil itu kadang seolah meremas pinggulku. Oh.. ada apa denganku ini? Aku masih ingat, sebulan yang lalu tak ada perasaan seperti ini ketika Stanley menggelayutiku. Apakah sejak aku mengenal sex secara langsung tubuhku jadi sedemikian mudahnya terangsang? Atau.. masa aku jadi hiperseks setelah merasakan nikmatnya bersetubuh?
Tapi aku berhasil menekan semua perasaan yang begitu menyiksaku ini. Sempat kulihat jam dinding, pukul 7 pagi. Oh.. hawa tretes ini sungguh nyaman, rasanya begitu segar. Aku menghirup udara sebanyak banyaknya, menikmati udara pagi di sini yang tak mungkin bisa kurasakan di kota.<br />
<br />
<br />
<br />
Kulihat pak Basyir di halaman, seperti biasa merawat rumput yang tumbuh di sana agak selalu rapi.
Tiba tiba, aku merasa sangat lapar, yah, mungkin udara yang dingin ini memperkuat rasa laparku. Maka aku pamit sebentar pada kedua anak kecil ini, lalu ke kamar ortuku untuk mengambil handuk kecil, pasta dan sikat gigi. Setelah menyikat gigi, kebetulan memang ternyata makan pagi sudah disiapkan oleh mamaku dan Ie Lin. Kami semua makan bersama setelah saling mengucap selamat tahun baru, sambil membicarakan rencana hari ini.
Rencananya kami sekeluarga akan pergi ke Taman Safari, dan berangkat dari sini jam 11 siang, sekalian makan di luar. Nanti malam, kami akan mengadakan pesta barbeque, dan memang semua peralatan sudah disiapkan. Oh.. hari ini benar benar mengasyikan.
Kedua sepupuku pun terlihat begitu antusias setelah diceritakan bahwa di Taman Safari itu ada bermacam macam binatang yang bisa dilihat.<br />
<br />
<br />
<br />
Kami menyelesaikan makan pagi ini, dan seperti biasa pak Basyir membantu mencuci piring dan gelas di belakang. Aku sempat menemani kedua anak kecil ini bermain main, sampai sekitar jam 8 ketika Ie Lin dan mamaku mengajakku untuk berenang di kolam renang belakang. Aku mencubit pipi kedua anak kecil ini, dan pamit untuk ikut berenang.
Mereka ternyata ingin ikut berenang, jadi kedua anak kecil ini turun mengikuti mamanya. Aku pergi ke belakang sebentar, ke kamar kokoku yang di lantai 2 untuk meminjam charger handphone, jadi handphoneku bisa aku charge selagi aku berenang nanti, dan aku pikir batereinya akan terisi penuh waktu aku selesai berenang nanti.<br />
<br />
<br />
Tangga besi melingkar yang kunaiki sekarang adalah jalan satu satunya ke sana, ketika angin kencang bertiup mengibarkan rok bawah baju tidurku.
Aku amat kaget, dan menjadi berusaha menekan rokku ke bawah. Setelah angin berhenti bertiup, aku jadi ingat kalau ada pak Basyir di bawah sana yang masih mencuci piring, aduh.. jangan jangan dia tadi sempat melihat bagian dalam dari rokku. Aku mengarahkan pandanganku kepada pak Basyir, dan aku jelas sekali melihat baru saja pak Basyir mengalihkan pandangannya dariku.<br />
<br />
<br />
<br />
Tapi aku membuang jauh jauh pikiran negatif yang berkecamuk dalam diriku, aku teringat bahwa pak Basyir ini selalu baik padaku sejak aku masih kecil dulu. Maka aku terus saja ke kamar kokoku, mengetuk pintunya yang sedang terkunci.
“Koo… pinjam chargernya dong”, pintaku dari luar kamarnya. Beberapa detik kemudian kokoku membuka pintu lalu memberiku charger yang kuminta tadi. “Loh kamu nggak renang me?” tanya kokoku yang sudah memakai celana renang. “Iya nih, tapi aku charge handphoneku dulu, tinggal 1 strip nih batereinya, pinjam dulu yah”, kataku. Kebetulan memang, handphone kami sama sama tipe nokia, jadi aku bisa pinjam chargernya kokoku.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku turun diikuti kokoku yang langsung menuju kolam renang sementara aku masih harus ke kamar ortuku, selain memasang handphoneku pada charger, koper baju gantiku masih di sini. Aku berganti pakaian renang, ehm, tentu saja setelah aku mengunci pintu. Setelah selesai, langsung menuju kolam renang di belakang. Di sana kami semua berenang dengan gembira, sementara papaku dan Suk Sing mengobrol di kursi yang ada di dekat kolam renang ini.
Kedua anak kecil itu tentu saja tidak diperbolehkan berenang di kolam yang dalam, jadi Ie Lin menemani mereka, kadang aku juga membantu menemani mereka sebentar, sekalian mengambil nafas setelah adu menyelam dengan kokoku yang juga jago berenang. Tak terasa, sudah satu jam kami bersenang senang di kolam renang ketika papa berkata sekarang jam 9:00, menjawab pertanyaan Suk Sing. Sinar matahari sudah melewati bangunan rumah vila kami dan menimpa kolam tempat kami berenang.
Tak ingin kulitku yang putih jadi menghitam, aku segera naik ke darat, dan mengeringkan tubuhku dengan handuk besar.<br />
<br />
<br />
<br />
Demikian juga yang lain, satu per satu naik dan mengeringkan diri, sambil duduk di bawah payung besar. Entah kenapa tiba tiba kepalaku terasa pening, mungkin karena kecapaian.
Aku mengeluh memegang kepalaku, dan mamaku yang memang selalu perhatian padaku segera tahu kalau aku sedang sakit kepala. Setelah memberiku obat, mamaku menyuruhku segera mandi dan beristirahat saja, tak usah ikut ke Taman Safari. Mamaku sempat ingin menemaniku, tapi aku menolak. “Ma, mama pergi aja, aku toh juga akan tidur siang. Nanti sebentar juga baik kok, paling aku cuman kecapaian. nggak usah kuatir ya ma”, kataku berusaha meyakinkan mamaku, yang akhirnya mau juga ikut bersama mereka. Nggak enak rasanya udah besar gini masih dijagain mama, hanya karena sakit kepala.
“Ya sudah. Nanti kalau ada perlu apa, minta tolong pak Basyir ya”, kata mamaku. Aku mengangguk pelan, rasa pening membuatku agak malas menggerakkan kepalaku. “Makan siang nanti, mama siapkan dulu sekarang buat kamu, nanti tinggalkamu hangatkan sendiri ya. Terus, kamu tidur di kamar mama saja ya, nggak usah mindahin koper dulu, nanti malam saja mindahinnya”, pesan mamaku lagi.<br />
<br />
<br />
Aku mengangguk lagi sambil tersenyum, lalu obat sakit kepala itu kuminum sebutir. Dan aku segera menuju ke kamar mandi setelah mengambil handuk dan baju ganti, satu set baju santai yang juga nyaman untuk dipakai tidur. Aku mandi keramas, mengeringkan rambutku sekering keringnya dan tentu saja tubuhku juga. Setelah memakai baju ganti, aku ke dalam, melihat mamaku sudah menaruh makan siang untukku di meja, jadi nanti tinggal aku hangatkan.
Aku merangkul mamaku dengan rasa terima kasih, tapi rasa pening ini semakin menjadi jadi, maka aku segera pamit tidur duluan. Mama mencium pipiku, kemudian aku masuk ke kamar ortuku, dan tidur di sana.
“Eliza, pintunya kunci aja, mama punya serepnya kok”, kata mamaku, mengingatkan aku untuk mengunci pintu ini. “Iya ma”, jawabku dan ‘klik.. klik’, aku mengunci pintu ini dan langsung tiduran di ranjang mamaku. Tak lama kemudian samar samar kudengar deru mesin mobil, mereka sudah pergi. Kepalaku terasa semakin berat saja, dan tak lama kemudian aku tertidur. Ketika aku terbangun, rasa sakit di kepalaku ternyata masih ada walaupun sudah tak begitu terasa.<br />
<br />
<br />
<br />
Dan tubuhku berkeringat banyak sekali walaupun udara cukup dingin, karena selimut yang kupakai cukup tebal.
Sinar matahari sudah tak menyengat, kini sudah jam 4 sore. Aku jadi ingin mandi, tapi aku mencari pak Basyir dulu, mau minta tolong dicegatkan orang jual sate ayam yang lewat. Ada beberapa menit aku mencari, tapi tak kutemukan juga, dan tiba tiba rasa ingin buang air kecil membuatku langsung ke kamar mandi setelah menyambar handukku yang tergantung di tali jemuran di dekat kamar mandi. Aku langsung mandi menyegarkan tubuhku setelah buang air kecil.
Siraman air dingin benar benar menghapus rasa gerah itu, juga lembutnya busa sabun membuat tubuhku semakin terasa santai. Setelah membilas bersih tubuhku, aku mengambil handukku yang tergantung di daun pintu kamar mandiku, tapi tanpa sengaja kujatuhkan handuk itu ke lantai kamar mandi, yang tentu saja masih ada genangan air. “Aduh… jadi basah deh”, keluhku agak kesal.<br />
<br />
<br />
Cepat cepat kuambil handuk itu, dan kuperhatikan, yah, handuk itu sudah terlanjur terlalu basah. Sempat terlintas di pikiranku, aku keluar begini saja, toh nggak ada orang di luar, tapi aku membatalkan niatku yang gila itu. Kalau tiba tiba pak Basyir sudah kembali, aku bahkan tak berani membayangkan apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Aku mulai memeras handuk itu, paling tidak saat kupakai membelit tubuhku nanti sudah tak begitu basah. Untung aku masih punya handuk cadangan di koperku. Aku membelitkan handuk itu ke tubuhku, menutup payudara dan vaginaku. Oh… rasa dingin ini menimbulkan sensasi aneh yang tiba-tiba melanda diriku, tapi aku berusaha tak memikirkannya, karena aku harus segera mengeringkan tubuhku dengan handuk yang baru kalau tak ingin ketambahan sakit masuk angin.<br />
<br />
<br />
<br />
Benar benar tidak lucu kan kalau balik dari liburan malah jadi sakit?
Aku keluar dari kamar mandi dan kebetulan sekali aku berpapasan dengan pak Basyir. “Pak, kalau ada tukang sate ayam yang lewat, tolong dipanggilkan ya pak. Nanti pak Basyir juga Liza belikan ya”, aku meminta tolong pada penjaga villaku yang sudah cukup tua ini. “Iya non, terima kasih”, kata pak Basyir yang langsung menuju ke arah jalan, menunggu tukang sate.
Aku pun masuk ke dalam, ke kamarku. Beberapa detik kemudian aku sadar kalau koperku masih di kamar ortuku. Maka aku keluar dari kamarku menuju ke kamar ortuku, dan di situ aku melepas handukku, karena rasa dingin ini semakin menjadi jadi. Aku mencari handuk cadanganku itu, dan belum kutemukan ketika tiba tiba aku tercekat merasakan hembusan nafas panas yang menerpa leherku.
“Non Liza, harum sekali ya bau rambut non..”, kata pemilik nafas tadi, oh.. ini suara pak Basyir, dan terdengar berat, jelas pak Basyir sedang terbakar nafsu, membuatku yang amat terkejut karena tiba tiba ada orang lain di kamar saat aku masih telanjang bulat begini, reflek menjerit ketakutan dan menutup bagian depan tubuhku yang sebenarnya membelakangi pak Basyir.<br />
<br />
<br />
<br />
Tapi dengan cepat mulutku sudah dibekap, sementara tubuhku telanjangku yang hanya tertutup handuk di bagian depanku ini dipeluk erat dari belakang, membuatku mulai meronta dalam rasa panik yang amat sangat. Untungnya, sentakan yang kulakukan sepenuh tenaga akhirnya berhasil melepaskan diriku dari dekapan penuh nafsu ini. Aku hendak lari, tapi tiba tiba tubuhku dibalikkan ke arahnya dan kembali didekap erat. Seolah tahu aku akan berteriak, pak Basyir sudah melumat bibirku.
Handuk yang sedianya kututupkan ke payudara dan vaginaku sudah terjatuh. Dalam kepanikan ini aku berhasil mendorong tubuh pak Basyir yang sudah seperti kesetanan dan sedang melumat bibirku, dan aku akhirnya terlepas dari dekapannya. Tapi yang membuatku semakin panik, akibat kudorong tadi, pak Basyir kehilangan keseimbangan dan kepalanya terbentur tembok di sebelah lemari, kacamatanya sampai terpental jatuh, entah pecah atau tidak.
Kulihat tubuh orang tua ini ambruk ke lantai, dan ini membuatku takut kalau kalau ada apa apa dengan pak Basyir. Bagaimanapun juga ia selalu berlaku baik padaku sejak aku kecil.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku memeriksa keadaannya dengan tegang, melihat kepalanya yang benjol, tadi memang aku melihat benturan itu cukup keras.
“Pak.. pak Basyir, aduh.. gimana nih.. maaf ya pak.. Liza oohh…”,kata kataku terputus ketika tiba tiba rasa geli bercampur nikmat melanda puting susuku yang dikulum oleh pak Basyir. Ternyata walaupun kepalanya benjol cukup besar, tapi ia masih sadar, jadi tadi itu ia hanya pura pura pingsan. Dan aku yang lupa kalau tubuhku masih telanjang bulat, berjongkok memeriksa keadaan kepalanya itu, dan payudaraku yang tak tertutup apapun menggantung di depan mukanya.
“Aduh.. pak Basyir.. jangan begini dong pak…”, keluhku di antara desahanku. Ingin aku menarik tubuhku menjauh darinya, tapi aku merasa bersalah tadi telah mendorongnya cukup keras hingga kepalanya terbentur tembok.<br />
<br />
<br />
Tapi masa aku harus membayar kesalahanku tadi dengan menyerahkan tubuhku pada orang tua ini?
Pikiranku makin kalut saat rasa nikmat ini semakin menjalari tubuhku, membuat aku akhirnya lemas tak kuasa untuk melakukan sesuatu. Tapi aku masih memohon supaya pak Basyir menghentikan semua ini. “Pak.. jangan… aduh…”, aku terus merintih. Seolah tak mendengar apa apa, pak Basyir malah melanj-utkan dengan meremas payudaraku yang satunya, membuat aku semakin larut dalam rangsangan ini.
Mataku terpejam, tiba tiba aku sedikit bergidik membayangkan jika aku harus melayani penjaga vilaku yang sudah tua ini. Ia sudah sedikit kempong, mungkin giginya sudah banyak yang tanggal. Janggutnya yang tipis agak panjang, beruban seperti rambutnya yang juga mulai tipis.<br />
<br />
<br />
Kerut kerut yang tercetak di wajah dan tubuhnya, yang ternyata sudah telanjang bulat ini, membuatku tanpa sadar menangis ngeri.
Aku sudah akan berontak ketika tiba tiba pak Basyir entah kenapa melepaskan tubuhku dari dekapannya. Aku segera mengambil handukku, menutupi payudara dan vaginaku dari pandangannya. Aku yang sudah marah bercampur panik sudah bersiap mengusirnya ketika pak Basyir terlihat menunduk sedih.
“Non Liza, maafkan bapak yang tak tahu diri ini, tadi bapak benar benar khilaf, nggak bisa menahan diri waktu lihat tubuh non Liza yang putih mulus dan belahan dada non Liza waktu non hanya memakai handuk. Sekali lagi bapak minta maaf ya non, soalnya terus terang bapak kemarin sudah nggak bisa tidur waktu liat non turun dari mobil dan masih memakai baju balet itu.<br />
<br />
<br />
<br />
Apalagi tadi liat non pakai baju renang. Gimana ya non.. rasanya baru kemarin non waktu masih kecil dulu bapak ajak main ayunan di belakang, tahu tahu sekarang jadi gadis cantik seperti ini. Maafkan ya non.. mungkin tadi juga karena bapak sudah menduda lebih dari 20 tahun…”, kata pak Basyir panjang lebar sambil menangis. Terlihat sekali ia menyesal, membuat kemarahanku surut sama sekali.
Aku masih diam saja dan menghapus air mataku, ketika pak Basyir melanjutkan, “Maaf non, bapak benar benar tak tahan liat non nangis… kalo non mau, non boleh pukul bapak. Bapak merasa berdosa pada non”. Aku semakin tak tahu harus bicara apa. “Ya sudah non, nanti bapak akan minta berhenti pada Tuan Robert. Kelihatannya non tak mau memaafkan bapak. Tapi bapak mengerti kok non, yang tadi itu memang tidak termaafkan. Sekali lagi maaf ya non”, kata pak Basyir sedih sambil berdiri meninggalkanku.
Aku terkejut mendengar pak Basyir mau mengundurkan diri, bagaimanapun dia adalah penjaga vila kami yang setia, lagipula tadi itu aku bisa mengerti alasannya, apalagi dia belum bertindak lebih jauh.<br />
<br />
<br />
<br />
Maka aku memegang tangan pak Basyir, dan berkata “Pak, sudah jangan dipermasalahkan lagi, Liza sudah memaafkan bapak kok. Tadi Liza menangis karena ingat masa kecil dulu bapak baik sama Liza. Maafkan Liza ya pak, tadi sudah dorongin bapak sampai kepala bapak luka..”
“Non nggak perlu minta maaf non, memang bapak pantas kok mendapatkan benturan tadi”, pak Basyir berkata sambil menghapus air matanya. Aku tersenyum lega, dan kulepaskan pegangan tanganku sambil berkata, “Ya sudah pak, Liza mau pakai baju dulu ya. Bapak tolong keluar bentar ya”.
Pak Basyir mengangguk, tapi begitu kepalanya menunduk pandangan matanya seolah tak mau lepas dari payudaraku yang sudah tak tertutup apa apa lagi, tadi handuk yang kupakai untuk menutupi tubuhku tanpa sadar terjatuh saat aku berdiri menahan tangan pak Basyir. Kini penjaga vilaku kembali terpaku, kurasakan nafsunya sudah kembali menggelegak, terlihat dari nafasnya yang memburu saat pandangannya masih terus saja tertuju pada kedua payudaraku.<br />
<br />
<br />
<br />
Reflek aku melipat kedua tanganku ke dada, rasa panik sudah kembali melandaku. Sebelum aku bisa berbuat sesuatu, pak Basyir sudah menyergapku lagi, kali ini aku sampai terjatuh, untungnya di ranjang ortuku, tapi gawatnya kini tubuhku ditindih oleh pak Basyir.
Aku meronta panik. “Pak… jangan paak… tadi kan emmphhh “, aku setengah berteriak, tapi bibirku sudah dilumat oleh pak Basyir, tanganku yang terlipat di dada ini rasanya terkunci karena tertindih tubuh pak Basyir, yang walaupun termasuk kurus, tapi bagiku tetap terasa berat.<br />
<br />
<br />
Dalam ketakutan ini aku terus berusaha melepaskan diri, kakiku kupakai untuk mendorong tubuh keriput yang harusnya tak begitu berat ini, tapi entah ia mendapat tenaga dari mana untuk terus mempertahankan posisinya, bahkan kini jari tangan kirinya sudah melesak masuk dan mulai mempermainkan vaginaku, selagi tangan kanannya menahan kepalaku hingga aku tak dapat menoleh ketika ia melumat bibirku habis habisan. Diperlakuan seperti ini, perlahan aku mulai lemas, rasa nikmat pada vaginaku membuatku tak mampu mengerahkan tenaga untuk berontak lagi.
Bahkan pak Basyir tak lagi memegangi kepalaku saat melumat bibirku, ia yakin aku sudah tenggelam dalam birahi saat aku menatapnya dengan pandangan sayu.<br />
<br />
<br />
<br />
Kini tubuhku sudah tidak ditindih lagi, dekapan tanganku di dadaku dibuka oleh pak Basyir, lalu payudaraku mulai diremasnya dengan lembut. Aku hanya bisa pasrah, sudah tak ada lagi perlawanan dariku karena tubuhku sudah merespon setiap rangsangan yang kuterima, sesekali aku mengejang nikmat saat vaginaku diaduk aduk oleh jari tangan pak Basyir. Jantungku sudah berdetak begitu kencang mengiringi birahiku yang mulai memuncak.
“Hnggh… oooh…”, aku melenguh begitu pak Basyir melepas lumatannya pada bibirku. Aku memejamkan mataku pasrah, tak tahu harus berbuat apa ketika vaginaku masih saja diaduk aduk oleh pak Basyir. Tiba tiba ia berpindah posisi ke selangkanganku dan melebarkan pahaku.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku membuka mataku, mengingat aku belum tau ukuran penisnya, jadi aku paling tidak tahu sebesar apa penis yang akan mengaduk aduk vaginaku.
Tapi ternyata pak Basyir tidak sedang dalam posisi akan menyetubuhiku, tapi kepalanya ada di tengah selangkanganku. Aku merasakan bibir vaginaku disapu lidahnya. “Oh… pak.. jangan…”, aku merintih rintih.
Pak Basyir tertawa terkekeh, tentu saja orang seumur dia sudah berpengalaman untuk mengetahui aku sebenarnya sudah terangsang hebat. Tiba tiba ia seolah menurutiku, dan menghentikan aktivitasnya. Aku pun diam, tapi aku juga tidak mengatupkan pahaku yang sudah tidak dipegangi ini.
“Non Liza, bener mau sudahan?”, ejek pak Basyir.<br />
<br />
<br />
Aku mengangguk lemah dan kembali memejamkan mataku menahan malu. “ooh…”, aku kembali merintih ketika pak Basyir dengan nakal menyedot vaginaku dan mencucup cairan cintaku yang memang rasanya sejak tadi terus mengalir. Dan yang bisa kulakukan hanya merintih dan mengejang keenakan tanpa mampu menyembunyikan rasa nikmat yang mendera tubuhku ini.
“Enak ya non Liza, kok sampai mulet mulet gitu?”, tanya pak Basyir dengan nada mengejek melihatku yang semakin lepas kontrol.
Aku tak mampu berbohong lagi dan masih mengejang ngejang dan menggeliat keenakan ketika tanpa sadar aku menjawab sambil mendesis, “iyah… pak… ssshhh…”.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku membuka mataku melihat pak Basyir sudah tersenyum penuh kemenangan, dan sambil bersiap di selangkanganku. Sempat kupandang penisnya, yang ternyata tipe kurus dan panjang, sebelum aku kembali tenggelam dalam kenikmatan ketika pak Basyir meremasi payudaraku dan bertanya padaku, “Non Liza sudah nggak perawan kan? Ini buktinya nggak keluar darah. Kalo gitu, punya bapak boleh dimasukin ke memek non Liza ya?”.
Aku yang sudah semakin diamuk nafsu birahi hanya bisa menjawab, “Iya.. pak… Liza… sudah nggak… perawan… terserah bapak… kalo mau… masukin… ngggghhhh”, aku melenguh ketika vaginaku sudah diterobos penis pak Basyir. Oh Tuhan… aku disetubuhi di ranjang ortuku.<br />
<br />
<br />
Dan aku tak menolak sama sekali, bahkan perlahan aku mengimbangi genjotan penis pak Basyir yang ternyata cukup keras juga, walaupun tak membuat vaginaku terasa begitu sesak. Kedua tanganku mencengkram sprei ranjang ortuku yang ternoda perbuatan mesum dari kami berdua ini. Desahan, erangan dan lenguhan kami bersahutan, aku sudah tak perduli apapun lagi dan melayani pak Basyir dengan penuh penyerahan.<br />
<br />
<br />
<br />
“Non Liza… oh…. sempitnya memek non Liza…”, pak Basyir meracau dan semakin menambah gairahku saja. “Aduh…. Ohhh… enak pak Basyir… oh… panjaang… mmmppph”, aku juga meracau tapi terhenti oleh lumatan pada bibirku. Genjotan demi genjotan yang aku rasakan akhirnya mengantarku orgasme untuk pertama kalinya hari ini, tubuhku mengejang hebat sampai melengkung hingga pinggangku terangkat, kedua kakiku melejang lejang, dan aku melenguh lenguh tak mampu menahan nikmatnya kontraksi pada otot vaginaku.
“ooooh… paaak…aduuuuuuh….”, aku mengerang, dan pak Basyir sendiri rupanya kewalahan juga ketika penisnya terjepit oleh otot vaginaku yang terus berkontraksi, membuatnya menggeram, penisnya berkedut dan tanpa ampun spermanya menyembur berulang ulang membasahi vaginaku. “Non Lizaaaa…. Ooooh enaknya nooon….”, penjaga vilaku terlihat begitu menikmati ejakulasinya di tubuhku, anak majikannya yang masih seumur cucunya.<br />
<br />
<br />
<br />
Betisku kembali terasa pegal, keringatku membasahi sprei ini, dan nafasku tersengal sengal, apalagi ditambah tubuhku ditindih pak Basyir yang ambruk kelelahan menimpaku setelah menggenjotku tadi, penisnya masih menancap dalam dalam di vaginaku.
“Pak Basyir.. sudah dong, Liza capek sekali nih”, aku sudah lepas dari pengaruh orgasme yang menderaku, dan tubuh pak Basyir yang masih menindihku kudorong sehingga penisnya yang mulai mengecil terlepas. Aku melihat jam, sudah jam 5 sore. Aku kuatir ortuku dan yang lain akan segera datang, maka aku berkata, “Pak, tolong saya mengganti sprei ini, sudah basah gini kena keringat. Ayo pak, nanti ortuku datang”.
Dengan lemas karena baru ejakulasi, pak Basyir memakai kaca matanya dan membantuku mengganti sprei. Benar saja, tiba tiba klakson mobil papa terdengar, mambuat aku dan pak Basyir terkejut panik karena kami berdua sama sama masih telanjang bulat.<br />
<br />
<br />
<br />
Pak Basyir memakai bajunya yang ternyata berserakan di depan pintu, dan membereskan sprei kotor ke tempat cucian lalu membuka pintu gerbang, dan aku dengan paha bagian dalam yang masih belepotan campuran sperma pak Basyir dan cairan cintaku, menyambar handukku yang masih basah itu dan melilitkan ke tubuhku, lalu aku segera kembali ke kamar mandi setelah memastikan tak ada tanda tanda bekas pergumulan kami di kamar ortuku.
Aku memang harus mandi, rambutku yang panjang basah oleh keringat yang juga menempel di sekujur tubuhku, juga vaginaku harus kucuci bersih. Aku keramas dulu lalu kembali mengguyur tubuhku yang lengket lengket ini, dan perlahan aku merasa kembali segar setelah mengusapkan sabun cair yang mengandung sedikit menthol dengan lembut pada sekujur tubuhku.<br />
<br />
<br />
<br />
Tak sengaja jari tanganku menyenggol puting susuku yang masih keras, dan membuatku mendesah pelan. Tapi ini bukan waktunya bermasturbasi, aku masih terlalu lelah untuk itu. Rasa nikmat itu kembali menjalariku ketika aku harus mengorek ngorek vaginaku sendiri, tapi aku sebisa mungkin membuang sisa sperma di liang vaginaku.
Hal ini penting sekali karena sperma yang tertinggal dapat memicu bau tak sedap pada vagina wanita. Kuberikan sabun pewangi yang selalu kugunakan untuk merawat vaginaku usai disirami sperma sejak dua minggu lalu. Setelah tubuhku terasa nyaman, aku pura pura memekik kaget, sehingga mamaku yang pasti sudah ada di dalam vila mendatangiku.
“Kenapa El?”, tanya mamaku kuatir. “Ma, handuk Eliza jatuh, jadi basah nih. Tolong ma, di koper Eliza ada cadangan handuk lagi, Eliza nggak bawa baju ganti nih, tadi terburu buru mau buang air besar”, kataku mencari alasan. “Tunggu ya El, mama ambilkan dulu”, kata mamaku. “Iya, terima kasih ma”, kataku sambil menunggu.<br />
<br />
<br />
<a href="http://damaiqqindo.blogspot.co.id/2017/08/eliza05-kenangan-di-villa-part02.html">Bersambung di Part02 </a><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://damaiqq.com/"><img alt="damaiqq" border="0" data-original-height="80" data-original-width="920" height="52" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSo0Jf3D2VcSU308UluEhTZwLmsSreXz8d98TDiEln3I7S3CJ6BdAD3v_lLMoQlm0SgJ7fhzEjfhK_hRMv7OhaQuyJX8Ee4g8hniDzXnLpyuywy5Fsiqy6z1u-BebvQMvVLr8Yx6q2Ya4/s640/damaiqq-920-x-80-.gif" title="" width="640" /></a></div>
<br />lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-16267946289692247012017-08-01T20:03:00.000-07:002017-10-10T20:03:35.664-07:00Cerita Seru dan mendebarkancerita panas<br />
cerita panas artis tempatan<br />
cerita panas lucu gokil<br />
<div>
<div>
cerita dewasa</div>
<div>
cerita dewasa sedih mengharukan</div>
<div>
cerita dewasa lucu bikin ngakak</div>
<div>
cerita dewasa cinta karena perjodohan</div>
<div>
cerita dewasa lucu malam pertama</div>
<div>
cerita dewasa cinta perjodohan</div>
<div>
cerita dewasa kocak bikin ngakak</div>
<div>
cerita dewasa humor lucu</div>
<div>
cerita dewasa lucu gokil</div>
<div>
cerita dewasa malam pertama menikah karena perjodohan</div>
<div>
cerita dewasa malam pertama yang lucu</div>
<div>
cerita dewasa qu</div>
</div>
<div>
<div>
cerita seru</div>
<div>
cerita seru yang lucu</div>
</div>
<div>
<div>
cerita seks</div>
<div>
cerita seks hantu dan manusia</div>
</div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-45287918542403255692017-07-31T23:13:00.000-07:002017-07-31T23:13:00.239-07:00ELIZA06-2 : kisah ci elvira<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYuYalUHOAnzAZeHjHooyU6BPSSM_A9qSs1aMj6xM_nhWZJ0TesRfaFfuxDnO_49huUXIB2SI1wKfV6hJt-qSiqFWdhwSdV7kgJrObz0b-2u8BOPFVOwBZqflZjyaeF8MDcy_06jnuVos/s1600/photo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="900" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYuYalUHOAnzAZeHjHooyU6BPSSM_A9qSs1aMj6xM_nhWZJ0TesRfaFfuxDnO_49huUXIB2SI1wKfV6hJt-qSiqFWdhwSdV7kgJrObz0b-2u8BOPFVOwBZqflZjyaeF8MDcy_06jnuVos/s200/photo.jpg" width="200" /></a></div>
Kebetulan Vera itu satu sekolah balet denganku, tapi aku
nggak pernah menyangka Vera seperti itu. Tak terasa kami sudah sampai di
Tunjungan Plaza, dan kami segera berburu barang yang tepat buat kado dan kami
menemukan barang yang dirasa tepat, yaitu bando. Setelah membeli kertas kado
juga, kami menyempatkan makan siang di food court, sambil ngobrol ke sana
kemari termasuk menggosip ^^ seperti yang sering kami lakukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jenny membungkus bando itu dengan kertas kado saat kami
selesai makan, dan kami sempat berjalan jalan sebentar, ketika berpapasan
dengan cie Stefanny. Aku terkejut melihat penampilan cie Stefanny yang tidak
seperti biasanya, ia terlihat sexy abis. “Cie? Duh… cie cie.. tumben deh”,
sapaku pada guru lesku ini. Cie Stefanny tersenyum manis sekali membalas
sapaanku. Aku mengenalkan cie Stefanny pada Jenny yang memandangnya dengan
kagum, hari itu memang cie Stefanny begitu modis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuhnya dibalut sweater putih, dan bajunya hitamnya begitu
sexy, memperlihatkan belahan dadanya. Rok hitam ketat yang hanya sampai
setengah paha, memperlihatkan paha dan betisnya yang indah. Kacamata yang
biasanya dipakai juga diganti softlens yang berwarna kebiruan, membuat cie
Stefanny tampak sempurna, beda sekali dengan penampilannya yang selalu biasa
biasa saat datang ke rumahku sebagai guru les privatku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jen, ini cie Stefanny, guru les inggrisku yang sering
kuceritakan. Cakep kan Jen? Dan ini cie, temenku namanya Jenny”, aku saling
memperkenalkan mereka. “Ah kamu itu ada ada saja El. Hai Jenny, namaku
Stefanny, guru les Inggris Eliza”, cie Stefanny tersipu saat bersalaman dengan
Jenny. “Hai cie Stefanny, aku Jenny, teman sekelas Eliza. Wah cie Stefanny
memang cantik abis deh”, kata Jenny. Mendapat pujian Jenny, cie Stefanny makin
tersipu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kami sempat berbasa basi sebentar, dan cie Stefanny berkata,
“Udah dulu ya, cie cie mau pulang dulu”. Aku sempat bertanya, “Nggak sama ko
Melvin nih cie?”. Aku sempat merasa senyuman cie Stefanny itu terlihat getir,
saat cie Stefanny menjawab, “Nggak, sendirian aja kok. Udah dulu ya, bye bye”.
Kami berpisah, dan Jenny berkata padaku, “Wow… guru lesmu keren deh. Aku mau
dong les sama dia. Coba besok Senin kamu omongkan ya El, cie Stefanny ada waktu
nggak ngelesi aku”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mengiyakan, “Jen, kamu pasti nggak rugi deh les sama
dia. Orangnya pinter kok”. Setelah itu, aku mengantar Jenny ke rumah Sherly.
Karena nanti sore aku harus latihan balet, selain itu memang aku nggak kenal
sama Irene, jadi Jenny nanti pergi bersama Sherly. Mereka sih sekelas waktu
kelas 1. Ternyata rumah Sherly sangat besar, kamarnya juga banyak, ada sekitar
10 kamar di sana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kebetulan di dekat situ ada kampus swasta yang cukup
terkenal, makanya ortu Sherly menjadikan rumah itu sebagai tempat kost buat
mahasiswi yang kuliah di kampus itu. Kami duduk di sofa ruang tengah. Jenny
memperkenalkan aku pada Sherly. “El, ini Sherly, bosnya kost kostan ini, hehehe
aduh…”, Jenny dipukul oleh Sherly yang memasang muka cemberut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak butuh waktu lama, kami jadi akrab, Sherly ternyata
orangnya menyenangkan. Kami membicarakan berbagai hal termasuk tentang sekolah,
dan mulai menggosip tentang beberapa hal di sekolah kami. Tiba tiba aku melihat
pintu kamar yang ada di arah depanku terbuka. Hah? Ada 2 orang laki laki yang
keluar dari kamar itu. Bukannya di sini itu tempat kost buat mahasiswi aja?
Tapi, 2 orang tadi itu lebih mirip pembantu deh daripada mahasiswa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan yang membuatku semakin terkejut, tak lama kemudian
keluar seorang cewek, kelihatannya seumur dengan cie Stefanny. Rambut
panjangnya terlihat kusut, seperti juga bajunya. Sinar matanya yang sayu itu…
mirip orang yang baru orgasme habis habisan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Keringat yang membasahi tubuhnya makin memperkuat dugaanku…
“El, kenapa?”, tanya Jenny padaku. Aku agak tergagap, dan berkata pelan pada
Jenny, “Jen, aneh ya, masa dari tadi kita di sini, tahu tahu 2 orang pembantu
tadi keluar dari kamar tuh cewek. Terus, nggak lama cewek itu juga keluar”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jenny melihat ke cewek itu, lalu bertanya pada Sherly, “Iya
Sher, tadi kira kira kenapa ya kok dua pembantu itu lama di dalam?”. Sherly
mengangkat bahu dan berkata, “Mungkin bantu bantu angkat barang?”. Jenny
bertanya lagi, “Dan lagi, cewek itu bajunya kusut abis ya?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sherly terlihat kikuk, dan menjawab, “Oh. Cie cie itu
namanya Katherine. Tadi sih cie Katherine bilang agak pusing dan mau tidur
siang. Mungkin baru bangun tidur kali ya kusut gitu. Tapi lihat, biar kusut
gitu, masih terlihat cantik yah”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku dan Jenny saling pandang. Tak bisa kami pungkiri, cie
Katherine yang tadi itu memang cantik dan pasti menggairahkan sekali bagi para
lelaki. Rambutnya lurus panjang, tubuhnya mungil, ramping ideal, bentuk
payudaranya sexy. Ketika melihat kami yang memandanginya, cie Katherine
tersenyum pada kami semua, senyumnya begitu manis, hingga kami pun mau tak mau
balas tersenyum padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah itu kami sempat ngobrol ke sana kemari, dan tak
terasa jam menunjuk pukul 4 sore. Mau pulang juga nanggung, aku memilih
langsung menuju ke sekolah baletku. Maksudku nanti di sana aku akan menunggu di
mobil atau gimana, daripada pulang ke rumah malah dibikin orgasme oleh para
pembantu dan sopirku yang sudah keranjingan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selain itu, aku merasa lebih baik menghemat bensin kali ya,
maka aku pamit pada mereka. “Sherly, Jen, aku mau berangkat dulu ke sekolah
balet, have a good time ya”, kataku pada mereka. Sherly dan Jenny mengantarku
ke pintu gerbang, dan waktu menuju ke sana aku sempat melihat ada seorang cewek
di beranda rumah ini, yang terlihat agak terloncat seperti terkejut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kulihat di belakang cewek itu ada seseorang, yang mungkin
juga pembantu di rumah ini. Aku melihat cewek itu membalik badan, sepertinya
marah pada orang itu, yang hanya cengengesan saja. Aku berpikir, mungkin saja
tadi itu orang itu meremas pantat cewek itu, tapi nggak tau juga sih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku merasa tempat ini semakin aneh di mataku, tapi bukan
urusanku kali ya. Aku terus berlalu menuju mobilku, dan setelah melambaikan
tangan pada Jenny dan Sherly, aku segera melajukan mobilku ke arah sekolah
baletku. Sampai di sana, aku parkirkan mobilku, lalu duduk diam sambil menyetel
musik. Tiba tiba hp-ku berbunyi, aku lihat nomer HP-nya Jenny.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sudah akan mengangkat HP-ku itu, ketika aku melihat cie
Elvira turun dari mobilnya, dan masuk ke dalam sekolah baletku. Cepat amat ya
cie Elvira kok sudah datang, sekarang masih jam 4:25 tuh. “Halo? Eliza.. tolong
dong liatin, ada gak jam tanganku di mobilmu?”. Aku menoleh ke tempat duduk di
sampingku, dan karena tak kutemukan, aku mencari ke jok bawah, dan ketemu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Iya Jen, ada di sini. Kok jatuh ke bawah gitu Jen?”,
tanyaku. “Iya nih, tadi aku lepas bentar, soalnya keringatan. Ya udah, tolong
besok kamu bawain ke sekolah ya El”, kata Jenny. “Iya beres. Udah ya”, kataku.
“Iya El.. thanks”, suara Jenny yang riang menutup pembicaraan kami. Pandanganku
tertuju pada batagor yang dijual di sebuah rombong.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Senang deh, aku ke sana, membeli sebungkus, dan kembali ke
dalam mobil. Aku makan dengan santai, menghabiskan waktu. Selesai makan pun,
jam baru menunjuk pukul 16:40. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam ruang
latihan balet untuk ngobrol dengan cie Elvira yang selalu ramah dan sayang
kepadaku sekalian menghapus ingatanku tentang kekejaman cie Elvira di dalam
mimpi tadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di dalam, aku mencari cie Elvira yang sudah masuk sejak
tadi. Ada suara derit kursi panjang di belakang panggung, dan aku langsung
menuju ke sana. Dan jantungku hampir berhenti ketika aku melihat cie Elvira,
digenjot oleh pak Agil. Cie Elvira terlihat pasrah, tubuhnya yang telanjang
bulat tersentak sentak di atas kursi panjang tempat biasa kami duduk duduk,
sedangkan pak Agil hanya mengenakan baju atasan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku bisa melihat jelas, vagina cie Elvira yang mungil
diterobos penisnya pak Agil yang kelihatan agak besar dan berurat, dan desahan
pelan yang sexy dari cie Elvira sesekali terdengar, membuatku panas dingin
melihatnya. Cie Elvira sama sekali tak terlihat diperkosa, bahkan dengan penuh
penyerahan cie Elvira melayani setiap tusukan pak Agil dengan sedikit
mengangkat pinggulnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Oh iya, pak Agil ini, tukang sapu di sekolah baletku ini.
Pak Agil ini orangnya agak gemuk, kumisnya tipis dan bibirnya itu.. tebal amat.
Umur orang ini kira kira 45 tahun. Aku memang sempat merasa aneh, karena pak
Agil suka berlama lama memandangi cie Elvira, dan kini aku melihat dia sedang
menggenjot cie Elvira dengan bernafsu, sementara cie Elvira sendiri
kelihatannya pasrah saja diperlakukan seperti itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira sendiri kini berumur 27 tahun. Tubuhnya langsing
ideal, rambutnya agak bergelombang dihighlight kuning membuatnya tampak semakin
cantik. Kulitnya putih mulus, seputih kulitku. Payudaranya kencang dan indah.
dan kini kulihat cie Elvira melenguh keenakan. “enggghh… aduuuh… aaaah…”, cie
Elvira menggelepar hingga derit kursi itu makin keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rupanya cie Elvira sudah orgasme, dan beberapa saat kemudian
giliran pak Agil yang orgasme. Ia menggeram dan tubuhnya bergetar, kulihat
cairan putih kental menggelayut di penisnya yang ditarik keluar. Saat itulah
cie Elvira melihatku, ia begitu terkejut dan gugup. “Eliza..?”, desis cie
Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil yang posisinya membelakangiku menoleh menghadapku,
tapi pak Agil kelihatan cuek, dan dengan tenang ia memakai celana panjangnya,
lalu ia melewatiku yang masih terpaku. Dengan kurang ajar pak Agil meremas
payudara kiriku, kasar dan menyakitkan, membuatku tersadar dan mengaduh, “Ah…
aduuh… sakit paak!”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil melepas remasannya ketika cie Elvira membentak,
“Gil, jangan kurang ajar ya sama Eliza!”. Ia pun berlalu sambil cengengesan.
Aku memegangi payudara kiriku yang masih terasa sakit. Cie Elvira
membelakangiku, ia membersihkan vaginanya dan mengenakan pakaian dalamnya, lalu
berganti baju balet.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku merasa canggung, dan memilih masuk ke kamar ganti, lalu
berganti pakaian balet di sana. Ketika aku keluar, cie Elvira masih duduk di
kursi panjang itu dengan sudah mengenakan kostum baletnya, dan aku tak berani
mendekatinya. Aku memilih menunggu di panggung tempat latihan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jam menunjuk pukul 4:50, ketika teman temanku satu per satu
datang, kebanyakan sudah memakai kostum baletnya, tinggal melepas baju luar
saja. Dan latihan pun dimulai seperti biasa, tapi ketika cie Elvira mengajarkan
gerakan baru, tentu saja di antara kami ada yang melakukan kesalahan. Dan tak
seperti biasanya, kali ini Cie Elvira mudah marah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam sebuah gerakan yang memang cukup sulit, ia malah agak
membentak temanku Vera, yang beberapa kali melakukan kesalahan. Suasana jadi
tegang dan tidak enak, kami semua agak gugup menjalani latihan ini. “Sudah,
dari tadi kalian salah terus. Lebih baik latihan kita akhiri saja sekarang. Kalian
ingat ingat tadi gerakan yang sudah cie cie ajarkan, minggu depan harus lebih
baik!”, kata cie Elvira ketus, lalu ia berbalik ke ruang ganti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ini masih baru setengah jam, dan kami semua bingung, tapi
aku mungkin mengerti kenapa cie Elvira begitu. Aku segera ke dalam, ikut
berganti pakaian, dan ketika berpapasan dengan cie Elvira, aku mendekatinya.
“Cie Vira mau ikut makan malam sama Eliza?”, tanyaku lembut. Cie Elvira
memandangku, dan tak lama ia mengangguk.”Kalau gitu, ke restaurant Halim di
Mayjen ya cie?”, tanyaku lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira mengangguk dan menjawab, “Ya, aku tahu tempatnya.
Thanks ya, Eliza”. Ia tersenyum manis, membuat aku merasa mimpiku tadi pagi itu
begitu konyol, dan memutuskan untuk melupakannya saja. Mobil kami berjalan
beriringan, menuju ke tempat yang tadi kami sepakati. Sampai di sana, kami
memesan beberapa makanan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di tengah suasana yang kaku ini, cie Elvira mendadak minta
maaf padaku, “Eliza, sorry ya cie cie nggak bisa ngelindungin kamu tadi. Sakit
nggak tadi digituin sama Agil sialan itu?”. Aku jadi tak enak, dan menjawab,
“Cie, tadi kan untung ada cie Vira. Kalau cie Vira nggak membentak pak Agil,
mungkin dia sudah berbuat lebih jauh terhadap Eliza”. Cie Vira masih menunduk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mencoba menghiburnya. “Cie Vira, yang tadi itu nggak
usah dipikirin, Eliza nggak akan cerita cerita ke siapa siapa kok”. Cie Elvira
tersenyum penuh terima kasih padaku, kini ia sudah tidak segalau tadi. “Eliza,
cie cie jadi begini, bukan karena tanpa alasan. Kamu mau dengar cerita cie
cie?”, tanya cie Elvira padaku. Kontras sekali dengan akhir tahun lalu, waktu
itu cie Elvira begitu mesra dengan suaminya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Iya cie, cerita aja, mungkin nanti beban cie cie bisa lebih
ringan”, aku tersenyum dan bersiap mendengarkan curahan hati cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira menerawang dan mulai bercerita, tentang masa
lalunya ketika pacaran dengan ko Johan, mereka adalah pasangan yang amat
berbahagia. Tiga tahun lalu, mereka menikah dengan restu kedua orang tua
mereka, dan cie Elvira ikut ko Johan yang tinggal bersama ortunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah dua tahun menikah dan tak dikaruniai anak, mama
mertua cie Elvira mulai uring uringan. Tanpa bukti yang kuat, mamanya ko Johan
dengan seenaknya menuduh cie Elvira yang mandul. “Aku sudah periksa, dan hasil
tes menunjukkan, aku sama sekali tidak mandul”, kata cie Elvira yang mulai
menitikkan air mata. Aku bisa merasakan kepedihannya, tapi aku hanya diam tak
tahu harus berkata apa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Makanan yang kami pesan sudah datang, dan di sela waktu kami
makan, cie Elvira meneruskan ceritanya. Ko Johan yang ternyata tipe anak mama,
tak pernah sedikitpun membelanya, tak berani mengakui kalau dirinya yang
bermasalah, mengidap impotensi ringan, terbukti dari penisnya yang tak begitu
keras saat ereksi. Memang ko Johan bisa menyetubuhi cie Elvira, tapi selain
penisnya yang lembek tak bisa memuaskan cie Elvira, juga keluarnya amat cepat,
di bawah lima menit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pernah waktu cairan sperma ko Johan tumpah di perutnya usai
bersetubuh di pagi hari, cie Elvira diam diam menaruh cairan itu dalam sebuah
tempat dan membawa ke laboratorium siang itu juga Hasilnya ternyata ko Johan
yang mandul. Ingin sekali cie Elvira mengatakan yang sebenarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi cie Elvira tak tega menyakiti ko Johan. Jadi ia memikul
semua beban itu sendirian. Suatu hari, dalam sebuah pertengkaran mulut, mama
mertuanya memaki cie Elvira dengan kejam, “Memang, kamu itu cantik, punya body
yang sexy. Tapi apa guna semua itu kalau kamu nggak bisa melahirkan anak buat
Johan?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira hanya bisa menangis, ia segera meninggalkan mama
mertuanya, pergi ke sekolah balet kami, walaupun waktunya masih dua jam lagi.
Di sana cie Elvira menangis sejadi jadinya, dan tanpa cie Elvira sadari, pak
Agil mendekatinya, dan suara pak Agil mengejutkannya. “Bu Elvira, cakep cakep
kok nangis?”, tanya pak Agil. Cie Elvira langsung menyusuti air matanya dengan
tissue, lalu mengambil sebatang rokok dari tas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira minta api pada pak Agil, yang segera mengeluarkan
korek api dari sakunya, dan menyalakannya buat cie Elvira. Dengan cuek, cie
Elvira merokok, diikuti pak Agil yang juga merokok. Mereka mulai terlibat
obrolan ringan, sampai kemudian ketika rokok mereka sudah habis, pak Agil
mengulangi pertanyaannya tadi, “Bu Elvira, tadi kenapa menangis?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira cuma diam, merasa tak ada perlunya orang macam
pak Agil ini tahu urusan rumah tangganya. Tiba tiba cie Elvira terkejut ketika
pak Agil membelai rambutnya, dan belum sempat cie Elvira berbuat sesuatu, pak
Agil sudah mendekap tubuh cie Elvira, dan bibirnya dipagut dengan ganas.
Diperlakukan seperti itu tanpa disangka sangkanya, cie Elvira hanya bisa
pasrah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil semakin berani, satu per satu pakaian cie Elvira
dilucuti, kemudian setelah melepas pakaiannya sendiri ia membaringkan cie
Elvira di bangku panjang itu, dan mulai menyetubuhi cie Elvira yang tak
memberikan perlawanan atau pemberontakan sedikitpun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira yang sudah hanyut, merasa tak ada perlunya
mempertahankan nilai kesetiaan, karena selama ini ia diperlakukan tidak adil.
Cie Elvira masih mencintai ko Johan, tapi tusukan penis pak Agil yang begitu
keras dibandingkan milik ko Johan, membuat cie Elvira merasa melayang dan larut
dalam persetubuhan itu, tak kuasa menolak kenikmatan yang didapat dari pak
Agil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali pertama, cie Elviira meminta pak Agil mengeluarkan
spermanya di luar. Setelah itu, setiap mengajar balet cie Elvira datang lebih
pagi untuk menghindari stress akibat bertengkar dengan mama mertua. Tapi cie
Elvira tahu pak Agil akan meminta jatah lagi, maka ia mulai rutin minum obat
anti hamil, dan memang, pak Agil tanpa malu malu terus terusan meminta
jatahnya, dan cie Elvira setengah terpaksa menurutinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Begitulah, Eliza. Tiap cie cie ke sana, cie cie melayani
pak Agil lebih dulu sebelum mengajar. Kamu boleh anggap cie cie murahan atau
yang sejenisnya, tapi cie cie sudah tak ada jalan lain. Rasanya stress di rumah
tiap hari bertengkar mulut dengan mama mertua, sementara suami tak bisa
melindungi cie cie, hanya bisa diam melihat cie cie dibentak bentak mamanya”,
kata cie Elvira pilu dan menunduk sedih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cie, aduh… Liza ikut sedih cie. Semoga cie cie tabah ya..”,
kataku yang tak tahu harus bagaimana menghibur cie Elvira. Ia memandangku dan
tersenyum pahit, “Eliza, terima kasih ya. Kamu memang baik, semoga nasibmu
kelak lebih baik dari cie cie”. Aku hanya bisa menunduk, merenungi nasibku yang
sekarang ini sebenarnya tak lebih baik dari cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak terasa kami sudah selesai makan, dan aku memaksa cie
Elvira supaya kali ini aku yang traktir. Setelah itu, kami saling berpamitan
dan pulang ke rumah masing masing. Sampai rumah, sekitar jam 8 malam, aku tidak
mendapati mobil kedua orang tuaku, juga mobil kokoku yang kata Sulikah pergi ke
rumah temannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aduh.. habis deh. Pak Arifin, Wawan dan Suwito langsung
menarikku ke kamar mereka, dan aku segera jadi bulan bulanan mereka. Mereka
seolah melepaskan segala kerinduan mereka padaku, setelah sekitar 2 minggu
tidak mendapat kesempatan menikmati diriku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untung aku sudah minum obat anti hamil, maka aku hanya
pasrah saat merasakan penis demi penis berkedut dalam vaginaku, menyemburkan
sperma yang membasahi rahimku. Dua jam lebih aku melayani mereka, tubuhku
rasanya pegal pegal karena berulang kali orgasme habis habisan. Mereka berhenti
setelah dua ronde menyetubuhiku, dan tergeletak puas di sekitarku yang sudah
amat lemas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah pesta seks ini selesai, aku kembali ke kamarku dengan
telanjang bulat. Aku mandi membersihkan tubuhku. Setelah mengeringkan seluruh
tubuhku, aku segera tidur tanpa mengenakan apapun, hanya berselimut bed cover.
Rasanya nyaman sekali, dan dengan cepat aku sudah tertidur pulas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak terasa, sudah seminggu waktu berlalu sejak peristiwa
itu. Tak ada kejadian spesial selama seminggu ini, selain aku memberitahu pada
cie Stefanny kalau Jenny berminat untuk les privat, dan mereka sudah saling
kontak untuk membicarakan hal itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di sekolah aku seperti biasa, bersikap cuek pada tatapan
penuh nafsu dari pak Edy wali kelasku, juga pandangan mesum dari para satpam
dan tukang sapu yang sudah beberapa kali menikmati tubuhku. Sebenarnya sebal
juga, tapi aku tak tahu harus berbuat apa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi ada satu hal yang membuatku tertegun, aku sempat
melihat Vera, temanku yang dikatakan Jenny cewek bispak di sekolah kami,
sepulang dari sekolah ia dijemput om om, yang sudah pasti bukan papanya. Aku
pernah melihat papanya Vera ketika acara terima raport akhir tahun lalu. Aku
sempat menduga duga, apakah orang itu saudara ortunya, atau …?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari minggu ini, setelah menjalankan rutinitasku, dan sempat
berjalan jalan dengan Jenny, aku memutuskan untuk tidak pulang dan langsung ke
tempat balet. Aku merasa bisa membantu cie Elvira untuk tidak terlalu terlibat
dengan pak Agil itu. Ketika jam masih menunjuk pukul 4:15 sore, aku sudah duduk
duduk di teras gedung sekolah balet kami, menunggu cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rencananya nanti aku akan mengajak cie Elvira ngobrol
daripada cie Elvira harus melayani pak Agil itu. Tapi apa yang terjadi
berikutnya sungguh di luar dugaanku. Pak Agil tiba tiba keluar dari pintu
masuk, dan bertanya padaku, “Non Eliza, waktu saya bersih bersih minggu lalu,
di ruang ganti ada barang yang tertinggal minggu lalu. Coba non lihat, apa itu
kepunyaan non Eliza?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ditanya demikian di depan orang banyak yang berjualan di
depan situ, aku mau tak mau terpaksa masuk untuk melihat, daripada kesannya
tidak sopan. Walaupun aku merasa tak meninggalkan barang minggu lalu, tapi
andaikan memang barang itu kepunyaanku, aku tahu aku sedang masuk ke sarang
penyamun. Seperti yang aku kira, di dalam ruang ganti memang tak ada apa apa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika aku membalik badan, kulihat pak Agil sudah di
belakangku sejak tadi, ia tersenyum menyeringai kepadaku, dan aku tahu aku akan
bernasib buruk hari ini. Di dunia ini akan segera bertambah lagi satu maniak
yang menjadikan aku budak seksnya. Aku mengutuki nasibku dalam hati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi aku masih berusaha untuk lolos dari cengkeraman bandot
tua ini. “Pak, saya mau keluar dulu, di sini nggak ada apa apa kok”, kataku
berusaha menjaga nada bicaraku tetap sopan. “Non, buat apa keluar lagi? Enakan
di sini sama bapak. Minggu lalu saya sudah merasakan susu non yang kiri,
sekarang saya mau susu non yang kanan”, katanya dengan kurang ajar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ingin aku menamparnya, tapi bisa bisa ia makin mengasariku
nanti, maka aku meredam keinginanku ini. Tak terasa aku mundur dan menyilangkan
kedua tanganku menutupi payudaraku yang sebenarnya masih tertutup bajuku.”Pak,
jangan kurang ajar ya. Saya akan teriak!”, aku mencoba menggertaknya. Tapi pak
Agil malah tersenyum, senyuman itu memuakkan tapi mengerikan juga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil menjawab santai, “Teriak saja non. Sekalian biar
orang orang di luar tahu keindahan tubuh non, dan pasti mereka nggak akan
menolak kalau saya ajak untuk ikut menikmati servisnya non Liza”. Aku langsung
lemas, rupanya ini arti mimpi burukku minggu lalu. Aku mengurungkan niatku,
daripada aku digangbang tukang sapu ini dan beberapa penjual makanan kecil di
luar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sudah cukup aku digangbang para pembantu dan sopirku di
rumah, juga para satpam dan tukang sapu di sekolahku. Tanpa perlawanan yang
berarti dariku, pak Agil sudah melucuti pakaianku hingga aku tinggal mengenakan
bra dan celana dalam. Matanya melotot seakan hendak copot ketika ia memandangi
tubuhku yang putih mulus tanpa cacat ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. amoy yang satu ini memang sip”, guman pak Agil, tapi
aku dapat mendengarnya jelas. Aku mencoba untuk memohon, “Pak, tolong jangan
begini pak. Pak Agil butuh uang? Katakan pak, saya bisa bantu. Tapi jangan
perkosa saya pak, saya aaah…”, aku mengerang ketika pak Agil sudah menyergapku
dan meremas kedua payudaraku yang masih tertutup bra ini dengan kasarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menggeliat kesakitan dan berusaha melepaskan tangan
kekar yang mencengkram kedua payudaraku ini, tapi usahaku sia sia saja,
tenagaku terlalu lemah, dan rasa sakit ini membuatku semakin lemas. Selagi aku
menahan sakit ini, pak Agil berbisik di telingaku, “Uang? Buat apa non? Saya
tak ada keluarga, gaji saya sudah cukup untuk makan. Saya tak kepingin duit
banyak, cuma kepingin mencicipi tubuh amoy cantik macam non gini”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hembusan nafasnya yang hangat di telingaku membuatku
bergidik ngeri, aku tahu sudah tak ada jalan keluar setelah mendengar
jawabannya. Kurasakan kedua payudaraku sudah tak diremas, tapi tiba tiba pak
Agil mengarahkan mukaku ke hadapannya, bibirku dipagutnya dengan ganas,
sementara celana dalamku dilorotkan seperlunya supaya jari tangannya bisa
menusuk nusuk vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendapat perlakuan seperti ini, aku hanya bisa menggeliat
dan mengerang mengeluarkan suara tak jelas, “Emmph… mmmhh..”. Aku terus
meronta, tapi makin lama rontaanku makin lemah, dan kudengar pak Agil tertawa
menjijikkan, nampaknya ia yakin sekali aku sudah takluk padanya. Tapi aku tak
bisa apa apa, tenagaku rasanya sudah melayang lenyap entah kemana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku memejamkan mata, perlahan rasa nikmat yang menjalari
tubuhku kembali mengalahkan akal sehatku. Desahan dan lenguhanku mulai
terdengar, makin lama makin keras. Entah sejak kapan, tapi braku sudah jatuh ke
lantai, celana dalamku juga sudah melayang entah kemana. Pak Agil mengatur
posisiku sedemikian rupa hingga aku berdiri agak doyong ke depan menghadap kaca
rias, dengan kedua tanganku menumpu di sana, kedua kakiku terpentang lebar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku makin keras mendesah ketika beberapa jari tangannya
mengaduk aduk vaginaku dari belakang. Kupejamkan mataku kuat kuat, rasanya malu
memandang diriku di kaca dalam keadaan telanjang bulat dan sedang dipermainkan
dari belakang oleh orang yang seumur dengan papaku. “Non, enak ya non diaduk
aduk gini?”, ejek pak Agil melihatku sedang menggeliat keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya bisa diam menahan rasa malu ini, tapi aku tak
mampu bertahan untuk tidak orgasme, akhirnya tubuhku mulai tersentak sentak.
Saat orgasme pertama mulai melandaku, kurasakan pak Agil mencabut jari
tangannya dari liang vaginaku, dan tiba tiba kurasakan vaginaku yang pasti
sedang mengeluarkan cairan cintaku ini, dijilati dan dicucup oleh pak Agil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba kurasakan lidah pak Agil membelah dan menusuk
vaginaku, mengorek ngorek semua sisa cairan cintaku, membuat aku terbeliak menahan
nikmat, nafasku tertahan, dan tubuhku makin menggelinjang. Tak bisa kutahan
lagi, aku melenguh keenakan, “nggghhhh… ooooohhhh”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku melemas dan jatuh berlutut, tanganku yang serasa lunglai
kupakai menahan tubuhku yang bergetar getar merasakan nikmat yang luar biasa
ini. Ketika aku masih belum selesai melewati orgasme ini, tiba tiba pak Agil
sudah ada di depanku dan membuka resleting celananya. Ia mengeluarkan penisnya
yang sudah menegang, dan dengan seenaknya ia menyodorkan penisnya di depan
mulutku, seolah olah memerintahkan budaknya untuk menghisap penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku merasa terhina diperlakukan seperti ini, tapi aku tak
bisa berbuat apa apa, dan terpaksa menurutinya. Aku sempat memperhatikan penis
yang minggu lalu mengaduk aduk vagina cie Elvira ini. Panjang, paling tidak
antara 18 - 19 cm. Walaupun diameternya hanya sekitar 3,5 cm,tapi urat urat
yang menonjol membuat penis itu terlihat kekar dan menyeramkan, siap mengaduk
aduk liang vaginaku dengan ganas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kubuka mulutku perlahan, dan pak Agil yang sudah tak sabar
langsung menjejalkan penisnya ke dalam mulutku. Aku segera berusaha membiasakan
diri dengan rasa penis pak Agil ini. Penis yang begitu keras itu kuulum kulum
dan kujilati memutar, perlahan akhirnya aku mulai menikmati mengoral penis
panjang ini. Kumasukkan penis ini ke tenggorokanku dalam dalam, hingga pak Agil
mengerang ngerang keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sedang mencucup kepala penis pak Agil ketika tiba tiba
aku mendengar kata kata pak Agil, “Bu Elvira, bukan saya yang maksa lho, tapi
memang murid ibu yang nafsu nyepongin punya saya ini”. Serasa bagai mendengar
petir di siang bolong, aku melepaskan kulumanku pada penis pak Agil, dan memang
di kaca rias ruang ganti yang memanjang itu kulihat cie Elvira yang menandangku
dengan tertegun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terlihat jelas ia tak percaya melihat apa yang sedang kulakukan
ini. “Eliza… kamu…?”, cie Elvira bertanya kepadaku yang hanya bisa menunduk,
aku malu dan takut sekali, tak berani melihat muka cie Elvira. Pak Agil yang
tertawa tawa sejak tadi, tiba tiba mengangkat tubuhku, dan aku kembali
diposisikan seperti tadi, dengan kedua kaki terpentang lebar dan tanganku
kembali menumpu di kaca rias menahan badanku yang doyong ke depan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekali ini tentu pak Agil tak hanya menggunakan jarinya,
penisnya yang baru saja kukulum tadi akan segera menghajar selangkanganku. “Bu
Elvira, daripada nanti ngiri sama murid ibu, sekalian aja gabung ke sini bu”,
kata pak Agil dengan nada yang benar benar mengejek kami berdua. Aku melihat
dari kaca rias, cie Elvira medekati kami sambil melihatku dengan pandangan yang
aneh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan tiba tiba pak Agil memegangi pinggulku, lalu penisnya
ditempelkan ke mulut vaginaku. Dengan sekali sentak, penis itu tertelan habis
ke dalam liang vaginaku yang sudah amat basah, sementara penis itu sendiri
sudah basah oleh air liurku tadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ngghhh…”, aku melenguh antara sakit dan nikmat, merasakan
urat urat yang menggerinjal pada penis pak Agil ini menerobos keluar masuk,
membuat setiap gesekan pada dinding liang vaginaku terasa begitu nikmat”
“Oooh.. sempitnya noon”, erang pak Agil. Aku menggigit bibir menahan nikmat
yang mengalahkan rasa malu ini, disetubuhi di depan cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba kulihat dari kaca rias, pak Agil yang masih
menggenjotku dari belakang, merangkul cie Elvira dan memagut bibirnya habis
habisan, dan cie Elvira terlihat larut dalam pagutan pak Agil. Keduanya
melakukan french kiss cukup lama, tapi pak Agil terus menggenjotku dengan tempo
yang lumayan cepat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah puas melumat bibir cie Elvira, pak Agil menyuruh cie
Elvira memposisikan dirinya sepertiku di sebelah kananku, kemudian segera
kudengar cie Elvira mendesah dan kulihat tubuh cie Elvira tersentak beberapa
kali. Saat kulihat ke belakang, ternyata tangan pak Agil sedang berada di
sekitar selangkangan cie Elvira. Mudah saja ditebak, pasti sekarang jari tangan
pak Agil sedang mengaduk aduk vagina cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aaaah…”, aku mengerang ketika dengan kasar pak Agil
menyodokkan penisnya dalam dalam, tubuhku mengejang menahan rasa sakit bercampur
nikmat yang melanda tubuhku ini. Cie Elvira yang di sebelahku juga mulai
menggeliat, tapi yang membuatku merasa kikuk, cie Elvira memandangku dengan
tatapan yang sayu dan aneh, membuat aku jadi salah tingkah dan bulu kudukku
serasa meremang. Masa iya cie Elvira sedang bermaksud lain padaku?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira tiba tiba meraih tangan kananku dan dilingkarkan
ke lehernya, sementara ia juga melingkarkan tangan kirinya pada leherku. Ia
menolehkan mukaku, medekatkan mukanya dan tiba tiba memagut bibirku dengan
ganas, membuat jantungku serasa berhenti, tak tahu harus berbuat apa. Tak lama
kemudian, aku sudah hanyut oleh ciuman cie Elvira, dan dari awalnya tegang,
lalu aku mulai pasrah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sekarang aku bahkan membalas ciuman ini. Lidah kami saling
bertautan, aku merasa nikmat yang melandaku semakin berlipat ganda, dengan
sodokan demi sodokan penis pak Agil yang menghajar vaginaku dengan ganas
sementara aku berciuman dengan cie Elvira sampai akhirnya kami saling
melepaskan diri setelah sama sama kehabisan nafas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya bisa tersipu malu tak berani memandang cie Elvira,
tapi harus kuakui ada gairah aneh yang sempat melandaku tadi saat kami saling
berpagut seperti layaknya sepasang kekasih. Setelah beberapa menit digenjot pak
Agil, aku mulai merasakan akibatnya. “Ngghh… ooooh… aduuuh…”, aku mulai
melenguh dan mengerang, rasanya aku akan segera orgasme.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di sebelahku kulihat cie Elvira juga mulai menggeliat dan
tubuhnya bergetar getar, terlihat sekali cie Elvira sedang dilanda kenikmatan
yang maha dashyat. Aku sendiri sudah melayang di awang awang, tubuhu tersentak
sentak dilanda orgasme yang kedua kalinya ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oooohh.. gilaaa.. seret abiiiis nooon”, erang pak Agil
ketika otot vaginaku rasanya berkontraksi, pasti saat ini pak Agil merasa penisnya
sedang diremas remas di dalam sana. Tak lama kemudian pak Agil menggeram,
kurasakan penisnya berkedut dan menyemprotkan cairan hangat di dalam liang
vaginaku saat ia mengerang ngerang penuh kepuasan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku langsung melemas dan jatuh berlutut, penisnya terlepas
dari vaginaku. Tak kuduga, cie Elvira tiba tiba merangsek ke selangkanganku,
kini wajahnya sudah ada di hadapan vaginaku dengan tatapan penuh nafsu. Aku
agak ngeri dan merambat mundur, tapi cie Elvira dengan cepat sudah memeluk
kedua pahaku yang dilebarkannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Vaginaku sudah diserang habis oleh cie Elvira yang mencucup
cairan cintaku yang sudah bercampur dengan sperma pak Agil. “Ciee.. ooooh…
nggghhhh… “, aku mengerang dan melenguh, tubuhku menggelepar tak berdaya
dihantam kenikmatan yang tiada tara ini. Beberapa menit lamanya tubuhku
tersentak sentak dihantam badai orgasme.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rasanya tubuhku semakin lemas, dan aku sudah pasrah,
terserah mereka berdua yang hendak memperlakukan tubuhku seperti apa. Aku
menurut saja ketika pak Agil memasukkan penisnya ke mulutku, dan tanpa
diperintah aku sudah mengulum ngulum penis itu, menyeruput semua sisa spermanya
dan cairan cintaku yang masih menempel di penis itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba terdengar suara pintu ruang depan terbuka, membuat
aku sadar dari pesta seks yang memabukkan ini. Dengan panik aku segera melepas
kulumanku pada penis pak Agil, lalu menyambar semua bajuku yang berserakan dan
segera masuk ke salah satu kamar ganti lalu menutup tirainya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tak tahu apa yang dilakukan cie Elvira ataupun pak Agil,
tapi akuku berharap mereka tak segila itu untuk membiarkan teman teman les
balet tahu apa yang baru saja terjadi. Aku langsung mengenakan bra dan celana
dalamku, lalu mengenakan kostum baletku. Ketika aku memakai sepatuku, aku
melihat bercak basah di bagian selangkanganku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kelihatannya cairan cintaku masih terus mengalir dari
vaginaku yang memang masih terasa berdenyut denyut. Urat urat penis pak Agil
tadi benar benar membuatku keenakan, tapi kini aku bingung, bagaimana jika di
antara teman temanku ada yang menyadari vaginaku baru saja memuntahkan cairan
cinta?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kudengar suara teman temanku yang gaduh seperti biasanya
saat berganti di ruangan ini. Aku keluar dari ruang ganti, menyapa semuanya dan
segera pergi ke atas panggung latihan. Jantungku berdebar kencang, berharap
acara latihan ini segera selesai, sebelum ada yang tahu tentang selangkanganku
yang basah. Cie Elvira sudah datang ke atas panggung, dan latihan pun dimulai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku berada di depan sendiri seperti biasa, jadi aku masih
punya harapan tak ada yang tahu tentang keadaanku. Ketika latihan baru berjalan
15 menit, cie Elvira tiba tiba menghentikan kami sejenak, dan mendatangiku. Aku
jadi agak panik dan memandangnya dengan penuh tanda tanya, tapi perasaan tegang
itu langsung sirna ketika aku mendengar kata kata cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Liza, kamu kelihatan sakit? Badanmu tak biasanya sampai
berkeringat banyak seperti ini. kalau kamu sakit, nggak usah dipaksakan deh,
kamu boleh istirahat di ruang ganti, atau menonton saja di bawah panggung”, kata
cie Elvira lembut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan penuh rasa terima kasih, aku mengangguk pada cie
Elvira, lalu aku segera keluar dari barisan menuju ke ruang ganti di belakang
panggung. Tapi ketika aku masuk, aku sadar aku harusnya lebih baik menonton
saja tadi, karena ruang ganti ini sudah menunggu pak Agil dengan senyumnya yang
menjemukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wah wah, non sudah gak sabar ya, masa sampai bela belain
meninggalkan latihan yang baru saja dimulai. Sudah kangen ngerasain ini lagi ya
non?”, kata pak Agil dengan kurang ajarnya sambil jari telunjuknya menunjuk ke
arah selangkangannya. Aku hendak keluar untuk menyelamatkan diri, tapi pak Agil
lebih sigap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil menangkap pergelangan tanganku, lalu menyeretku ke
dalam salah satu kamar ganti dan menutupkan tirainya. “Pak Agil.. jangan begini
paak…”, aku berusaha memohon agar ia menghentikan semua ini. Tapi seperti orang
yang kesetanan, pak Agil memepetkan aku ke dinding sekat, lalu mencumbuku
dengan ganas dan terus meremasi kedua payudaraku dan meraba raba sekujur
tubuhku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mulai meronta, berusaha lepas dari semua ini. Kudorong
mukanya yang dari tadi menyusuri mukaku dengan bernafsu, dan tiba tiba aku
kehilangan keseimbangan. Aku terjatuh ke tempat yang biasa dipakai duduk untuk
mengenakan sepatu. Untung saja kepalaku tidak terbentur ke tembok. Pak Agil
yang langsung menindihku, membuat posisiku semakin terjepit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kalau non melawan terus, nanti sepulang latihan non akan
saya bagikan pada orang orang yang berjualan di depan. Apa begitu maunya non?”,
ancam pak Agil, membuat aku bergidik ngeri dan perlawananku berhenti dengan
sendirinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lagipula, non gak usah malu malu deh”, kata Pak Agil dengan
nafas memburu. “Tadi bukannya non keenakan sampai keluar dua kali? kok sekarang
pura pura nggak mau”, ejeknya lagi. Aku membuang muka, ejekan itu benar benar
membuat aku tak berdaya. Ingin aku menyangkal tapi kenyataannya memang aku tadi
orgasme dua kali dibuatnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non, ayo lepas bajunya. Atau saya bantuin melepas?” tanya
pak Agil sambil berdiri dan melepas celananya. “Pak, saya lepas sendiri saja”,
kataku cepat. Aku tak ingin kostum baletku ini robek karena kebodohan pak Agil
yang pasti tak tahu bagaimana melepas kostum balet dengan benar. Aku mulai
melucuti bajuku sendiri, dan kumasukkan ke dalam tasku di luar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini tinggal bra dan celana dalam yang menutupi tubuhku. Aku
masuk kembali ke dalam ruangan eksekusi itu, dengan membawa tasku. Ketika aku
melorotkan celana dalamku yang sudah becek itu, pak Agil kelihatan sudah tak
tahan melihat pertunjukan striptease yang sedang kulakukan ini. Ia langsung
menyergapku dan merenggut lepas braku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku kembali dirobohkan ke tempat duduk itu, dan dengan buas
pak Agil mencumbuiku habis habisan. Puting susu payudaraku yang sebelah kanan dicucupnya
kuat kuat, sesekali digigit kecil olehnya. Selagi aku menggeliat lemah menahan
sakit, payudaraku yang kanan mulai diremas remas dengan kasar. Dirangsang habis
habisan seperti ini, akhirnya aku tak mampu bertahan untuk tidak mendesah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku kembali menyerahkan diriku dengan putus asa, membiarkan
pak Agil memperlakukan tubuhku sesuka hatinya. Tangan kiri pak Agil yang
menganggur, kini mengaduk aduk vaginaku dengan sedikit kasar. Selagi aku
berusaha beradaptasi dengan kekasaran pak Agil ini, beberapa saat kemudian
kurasakan kepala penis pak Agil sudah bergesekan dengan bibir vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuhku yang dipepet pak Agil tak bisa bergerak bebas, maka
aku hanya bisa pasrah, kedua pahaku sudah terangkat melebar, dan aku merasakan
setiap milimeter gesekan penis pak Agil pada dinding liang vaginaku ketika
penetrasi itu dimulai, dan tubuhku mengejang antara sakit bercampur nikmat, dan
aku menggigit bibirku, berusaha segera beradaptasi dengan persetubuhan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hingar bingar suara musik di luar membuat aku lebih leluasa
untuk melepaskan lenguhan tanpa kuatir terdengar oleh mereka. “Enngghh.. pak…”,
aku melenguh keenakan ketika tiba tiba penis pak Agil menyodok dalam dalam.
Cairan cintaku yang sudah kembali meleleh melumasi vaginaku membuat sodokan itu
terasa begitu nikmat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Apalagi urat urat yang menggerinjal itu berdenyut denyut,
membuat aku kehilangan kontrol dan mulai menggerakkan pinggulku menyambut tiap
genjotan yang dilakukan pak Agil. “Enak ya non?” tanya pak Agil dengan senyum
mengejek. “Iyah pak… nngghh.. ooohh” jawabku tanpa sadar. Yang kupikirkan
sekarang adalah mengejar orgasmeku, tak kuperdulikan pak Agil yang mengejekku
dengan cara menirukan desahan, erangan dan lenguhanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Genjotan itu makin lama makin kuat, akhirnya aku dilanda
orgasme hebat, pinggangku sampai melengkung seolah mengekspresikan nikmat yang
amat sangat ini. Beberapa kali tubuhku tersentak sentak sampai akhirnya
melemas, kakiku yang melejang lejang terasa begitu pegal. Pak Agil masih
menggenjotku dengen bersemangat, dan aku yang sudah kelelahan hanya bisa
menggeliat lemah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Satu hentakan keras batang penis yang amat keras itu
mengakhiri genjotan pak Agil pada vaginaku. Cairan hangat menyemprot dari penis
pak Agil, membasahi vaginaku yang sudah amat basah ini, pak Agil menggeram dan
tubuhnya bergetar getar, terlihat sekali ia amat puas. Pak Agil menarik
penisnya perlahan dari liang vaginaku, membuat dinding vaginaku rasanya digesek
perlahan oleh urat urat penis pak Agil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hal ini menimbulkan sensasi tersendiri, dan aku mendesah
perlahan. “kenapa non? Masih belum puas? Nanti jangan pulang dulu non, kita
lanjut lagi ke babak kedua, sekalian sama bu Elvira”, kata pak Agil. Mendengar
kata katanya ini, aku terkejut dan mendorongnya. “Pak Agil, jangan macam macam
ya. Sudah cukup sampai di sini! Memangnya kenapa saya harus menuruti dan
melayani pak Agil!”, kataku sedikit membentak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Karena non pasti tak ingin celana dalam non ini saya
berikan pada orang orang di luar sana kan?”, dengan santai pak Agil memegang
celana dalamku, lalu dengan gaya menjijikan pak Agil menghirup bau celana dalamku.
“mmm harumnya..”, guman pak Agil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya bisa memandang marah padanya, tapi aku tahu mau
tak mau aku harus menuruti kemauan tukang sapu sialan ini daripada aku jadi
bulan bulanan mereka yang biasa berjualan di luar. Pak Agil dengan senyum
kemenangan menyodorkan penisnya ke wajahku, dan aku mengulum dan menjilati
penis itu dengan kesal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ingin rasanya kugigit saja penis yang sedang kukulum ini,
tapi aku tak berani melakukannya. “Jadi nanti saya harap saya bisa menemukan
non di ruang ganti ini waktu semua orang sudah pulang. Non mengerti kan siapa
yang akan rugi kalau non sampai berani pulang duluan?”, kata pak Agil santai
sambil menikmati hisapanku pada penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah puas ia meninggalkanku sendirian, dan aku termenung
beberapa saat, lalu memakai sisa pakaianku tanpa celana dalam. Kini aku hanya
bisa berharap hari ini cepat berlalu. Suara musik di depan sudah berhenti,
latihan balet sudah selesai. Aku segera keluar dan berpapasan dengan teman
temanku yang sudah menghambur ke ruang ganti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di luar aku duduk termenung di kursi panjang tempat Cie
Elvira minggu lalu digarap oleh pak Agil. Aku pasrah menunggu nasib. Cie Elvira
tiba tiba menghampiri dan mengejutkanku, “Liza, kamu kok tidak pulang saja
sekarang?”. Aku hanya tertunduk, dan ketika cie Elvira duduk di sebelahku, aku
berbisik pada cie Elvira tentang apa yang terjadi padaku di ruang ganti tadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dasar bandot sialan”, cie Elvira menghentakkan kakinya ke
lantai dengan marah. Cie Elvira makin kesal ketika aku mengatakan tadi pak Agil
juga berencana mengajak cie Elvira untuk babak kedua nanti. Tapi kami berdua
tak bisa berbuat apa apa, hanya bisa menunggu dengan kesal. Tapi sejujurnya,
ada sebersit perasaan terangsang yang melandaku, ketika aku memikirkan harus
menyerah pasrah pada pak Agil itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Liza, maafin cie cie kamu jadi terlibat sejauh ini. Semua
juga gara gara minggu lalu kamu terpaksa harus melihat cie cie yang sedang main
gila dengan bandot sialan itu sekarang cewek baik baik seperti kamu harus
menanggung dosa seperti cie cie”, kata cie Elvira sedih.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Nggak cie, Liiza bukan cewek yang suci suci amat kok”,
kataku berusaha menghibur cie Elvira. Aku menceritakan sekilas tentang
keadaanku, tentu saja dengan suara yang pelan dan memastikan tak ada teman
temanku di sekitar kami yang bisa mendengar. Cie Elvira tertegun mendengar
semuanya, pengalaman seksku di sekolah, di rumah, di rumah temanku Jenny, juga
di villa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rambutku dibelai oleh cie Elvira yang terlihat amat prihatin
pada nasibku. “Liza, tadi, cie cie menyedot habis sperma si bandot itu, cie cie
berusaha mencegah kamu sampai dihamili oleh tukang sapu yang tak tahu diri itu,
Liza”, wajah cie Elvira bersemu merah ketika mengatakan hal ini. “Untungnya
kamu sudah minum pil anti hamil, Liza”, sambung cie Elvira yang menundukkan
mukanya dan tesipu malu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku teringat kejadian tadi, aku menjadi sangat malu,
terutama karena aku amat menikmati saat saat cie Elvira mencucup cairan cintaku
yang bercampur dengan sperma pak Agil tadi. Dengan wajah yang terasa sangat panas,
aku memeluk cie Elvira dan berkata, “Cie cie, nggak usah kuatir, aku udah minum
obat anti hamil kok.”. Setelah itu semua teman temanku berpamitan pulang pada
cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Begitu ruangan ini kosong, pak Agil masuk menghampiri kami
berdua yang menatapnya dengan kesal tanpa daya. “Kurang ajar kamu itu Gil.
Belum cukup apa kamu gituin saya?”, bentak cie Elvira. Pak Agil tertawa tawa
dan mendekatiku, tiba tiba tangannya merangsek ke selangkanganku melewati rok
yang kukenakan. Dengan tepat salah satu jari tangannya melesak masuk ke liang
vaginaku, mengaduk aduk liang kenikmatanku dengan kasar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oooh…”, aku mengerang menahan sakit yang bercampur nikmat
ini. “Masa saya kurang ajar bu? Murid ibu yang memang rela kok, buktinya dia
nggak pakai celana dalam, dan memeknya sudah becek seperti ini”, pak Agil
berkata sambil mencabut jari tangannya dari liang vaginaku, membuatku sedikit
menggeliat, rasanya amat nikmat ketika bagian dalam vaginaku ikut terseret
keluar ketika jari itu tercabut lepas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ia mempertontonkan jari tangannya yang sudah becek sekali
berlumuran cairan cintaku. Aku membuang muka, malas aku melihat muka orang yang
buruk rupa ini yang kini sudah berkuasa atas tubuhku. “Bu, kok masih belum buka
bajunya? Jangan malu malu di depan murid ibu lah, kita kan sudah biasa
mengarungi surga dunia bersama sama?”, kata pak Agil sambil kembali menancapkan
jari tangannya ke liang vagnaku, dan ia mulai melanjutkan aktivitasnya mengaduk
aduk liang vaginaku dengan jarinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kamu…”, cie Elvira tak bisa meneruskan kata katanya, hanya
memandang marah pada pak Agil, sementara aku mulai larut oleh permainan jari
tangan pak Agil di vaginaku. Tubuhku sesekali mengejang, dan aku memandang sayu
pada cie Elvira, yang membalas tatapanku dengan pandangan aneh seperti tadi.
Oh.. apakah cie Elvira akan…?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dugaanku benar, tiba tiba cie Elvira mendekatiku, dan dengan
nafas yang memburu cie Elvira tiba tiba memagut bibirku. Aku benar benar
kelabakan, perasaan aneh yang menjalari tubuhku ditambah sensasi adukan jari
tangan pak Agil pada liang vaginaku, benar benar membuatku kehilangan kontrol
atas diriku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa sadar aku memeluk cie Elvira dan membalas pagutannya
dengan tak kalah bernafsunya. “Lho lho… kok malah asyik sendiri toh kalian?”,
ejek pak Agil pada kami yang masih saling berpagut. Kami tak memperdulikan
ejekannya, dan ciuman kami makin hot saja seolah saling tak ingin melepaskan.
Lidahku dan lidah cie Elvira saling bertautan dan mendesak ke mulut lawan
ciuman, pelukan kami juga makin erat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba pak Agil kembali mengeluarkan jari tangannya dari
liang vaginaku, lalu ia menyusup duduk di antara aku dan cie Elvira. Aku
melihat celana dalam cie Elvira dilorotkan oleh pak Agil. Dan pak Agil mulai
bergantian menyedot dan mencucup cairan cinta dari vaginaku dan vagina cie
Elvira, membuat kami berdua mulai melenguh tak tahan dilanda kenikmatan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh.. cieee…”, aku mengerang keenakan, sementara cie Elvira
juga kelihatan terangsang berat, sesekali ia melenguh, “ngghhh.. Lizaa..”.
tubuh kami berdua bergetar getar, akhirnya setelah disedot entah yang ke berapa
oleh pak Agil, aku terbeliak, nafasku tertahan, tubuhku mengejang hebat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku orgasme di pelukan cie Elvira, yang malah dengan ganas
mencumbuku, membuat aku semakin tenggelam dalam nikmatnya orgasme yang makin
menggelegak ini. Keringatku mengucur membasahi bajuku. Kurasakan cairan cintaku
membanjir tapi kelihataanya semua ditelan habis oleh pak Agil yang masih saja
mencucup mulut vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku dan cie Elvira saling melepaskan pelukan dengan nafas
yang tersengal sengal, dan cie Elvira hanya pasrah saat tubuhnya dibaringkan
oleh pak Agil di kursi panjang, dan pak Agil melepas celananya, siap untuk
bertempur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini dengan bernafsu pak Agil mulai menggenjot cie Elvira
yang masih memakai baju lengkap kecuali celana dalamnya yang sudah terlepas
dari tadi. Aku duduk lemas memandangi mereka berdua yang sedang berpacu menuju
orgasmenya. Aku tak pernah menyangka, cie Elvira yang biasanya terlihat alim
itu kini begitu liar dan larut dalam persetubuhannya dengan tukang sapu di
sekolah balet ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira terlihat begitu menikmati saat saat vaginanya
dipompa habis habisan oleh pak Agil, ia melenguh dan menggeliat keenakan,
sesekali menjerit menahan nikmat yang melandanya. Tak lama kemudian cie Elvira
orgasme, tubuhnya tersentak sentak di bawah tindihan pak Agil yang ternyata
juga mengalami orgasme.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil menggeram, tubuhnya bergetar, dan ia mengerang,
“ooooh… bu Elviraaa…”. Pak Agil sempat berkelojotan beberapa saat, dan penisnya
ditusukkan dalam dalam pada liang vagina cie Elvira. Mereka berdua mereguk
kenikmatan itu bersamaan, dan pak Agil jatuh tergeletak di lantai dengan nafas
ngos ngosan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira sendiri masih terbaring lemas di kursi panjang
itu, tubuhnya bergetar getar, dan cairan putih kental meleleh dari mulut vaginanya.
Nafas dan desahan cie Elvira sesekali terdengar mengeras, bajunya basah oleh
keringat. Kami semua diam dan beristirahat sebentar, dan aku melihat jam
menunjuk pukul setengah delapan malam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa menit kemudian, pak Agil berdiri, ia memandangi cie
Elvira yang sudah mulai sadar dari orgasmenya. “Bu Elvira, sampai keringatan
gitu, gimana kalau kita mandi saja?”, tanya pak Agil dengan pandangan mesumnya.
Cie Elvira hanya pasrah saat pak Agil mengangkatnya berdiri dan setengah
menyeret cie Elvira ke kamar mandi di sekolah balet ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku bingung tak tahu harus berbuat apa. Tapi saat pak Agil
akan menghilang ke pintu kamar mandi, ia memanggilku, tentunya dengan gaya yang
amat melecehkanku. Jari telunjuk kanannya diarahkan padaku, lalu ditekuk ke
arahnya beberapa kali seolah memanggil seorang budak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan kesal namun penasaran apa yang akan terjadi dengan
cie Elvira, aku mengikuti mereka masuk. Di dalam aku melihat pak Agil yang
sudah telanjang bulat, sedang menanggalkan baju cie Elvira satu per satu. Cie
Elvira sempat menahan tangan pak Agil ketilka hendak menanggalkan bra merah
mudanya, tapi , hingga tubuh cie Elvira yang putih mulis kini sudah polos tak
tertutup apapun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ikat rambut cie Elvira dilepas oleh pak Agil, hingga rambut
cie Elvira tergerai melewati bahunya. Cie Elvira terlihat makin cantik saja,
dan hal ini entah kenapa membangkitkan gairahku. Pak Agil menyemprotkan air
dari selang yang dipasangnya di kran kamar mandi itu ke tubuh cie Elvira. Entah
dinginnya air yang membasahi tubuh cie Elvira, atau belaian pak Agil yang
membuat tubuh cie Elvira menggigil…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil membasahi seluruh tubuh cie Elvira, dan dengan
lembut ia membelai sekujur tubuh cie Elvira yang hanya memejamkan matanya. Pak
Agil mulai menyabuni tubuh cie Elvira, perlahan dari pundak, punggung, pantat,
lalu beralih ke depan, mulai dari dada dan kedua payudaranya. Sesekali pak Agil
meremas lembut kedua payudara cie Elvira, dan cie Elvira mendesah pasrah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira bahkan mengangkat kedua lengannya yang sudah
selesai disabuni, dan pak Agil menyabuni ketiak cie Elvira. Setelah bagian atas
selesai, pak Agil menyiram tubuh cie Elvira dengan penuh perhatian,
membersihkan semua sisa busa sabun yang masih melekat di tubuh cie Elvira.
Tentu saja itu dilakukan pak Agil sambil sesekali membelai dan meremas kedua
payudara cie Elvira, yang kembali hanya bisa mendesah dan menggeliat lemah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira terlihat menikmati perlakuan pak Agil yang
melanjutkan menyabuni tubuhnya bagian bawah. Pahanya sedikit terentang, dan pak
Agil menyabuni selangkangan cie Elvira, yang mulai berkelojotan ringan dan
menjerit kecil ketika jari tangan pak Agil mengaduk aduk vaginanya. Pak Agil
mengeluarkan sisa spermanya yang ditembakkannya saat menyetubuhi cie Elvira
tadi, dan cie Elvira sampai harus berpegangan pada tembok selagi tubuhnya semakin
hebat menggeliat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Siraman air yang disemprotkan deras pada vagina cie Elvira
oleh pak Agil, membuat cie Elvira tak tahan lagi, ia orgasme hebat dan melenguh
keenakan. “Eeenngggh…”, erang cie Elvira yang lalu mulai melemas, dan jatuh
terduduk di lantai. Pak Agil menyabuni paha dan betis cie Elvira, lalu menyiram
lembut sampai tak ada sisa busa sabun di sana, lalu mengeringkan tubuh cie
Elvira dengan handuk<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba aku merasa ingin dimandikan juga. Tapi masa aku
yang meminta? Maka aku hanya diam, memandangi mereka berdua yang sedang asyik
ini dengan sedikit iri. Hah? Masa aku sudah separah ini, sampai menginginkan
diriku diperlakukan seperti cie Elvira? Aku berusaha meredam birahiku yang
makin tinggi ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi ketika kulihat Pak Agil menyusu pada cie Elvira yang
mulai mendesah dan menggeliatkan tubuhnya, aku makin tak tahan, kurasakan
cairan cintaku mulai meleleh sedikit dari liang vaginaku. Aku benar benar sudah
terangsang, nafasku makin memburu. “Non Liza, ini yang sering bapak lakukan
sama bu Elvira. Kelihatannya non Liza juga kepingin ya?”, tanya pak Agil sambil
terkekeh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tak bisa menjawab, mukaku makin panas saja rasanya. Aku
pun membuang muka ketika pak Agil meninggalkan cie Elvira dan mendekatiku.
Sekarang pak Agil sudah memepetku di tembok, jantungku berdegup kencang menanti
apa yang akan terjadi padaku. Kudengar ia berbisik di telingaku, “mau saya
mandikan seperti bu Elvira, non Liza?”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gilanya, tanpa bisa aku tahan, aku mengangguk lemah. Sadar
dengan apa yang baru saja kulakukan, aku memejamkan mata menahan malu yang amat
sangat ini. Pak Agil tertawa penuh kemenangan, dan mulai melucuti pakaianku.
Aku merasa tak ada harga diriku yang tersisa lagi di depan tukang sapu ini, dan
beberapa saat kemudian aku sudah telanjang bulat, dan aku dibawa ke dekat mulut
selang itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ikat rambutku dilepas oleh pak Agil hingga tergerai bebas.
Aku sempat teringat, semua orang yang mengenalku berkata aku bertambah cantik
waktu rambutku tergerai seperti ini. Tapi ini bukan waktu untuk bernarsis ria.
Cie Elvira beralih ke tempat yang aman dari semprotan air, dan memandangiku
yang mulai dimandikan oleh pak Agil. Seluruh tubuhku dibasahi oleh pak Agil,
rasanya segar dan nyaman.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sesekali aku menikmati belaian lembut oleh tangan pak Agil
pada leherku, pundakku dan kedua payudaraku. Ketika mulut vaginaku digesek
pelan oleh pak Agil, aku merintih pasrah, kubiarkan pak Agil melakukan apa saja
pada tubuhku yang sudah basah seluruhnya, lalu ia mulai menyabuni tubuhku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dimulai dari leherku bagian belakang ke depan, kemudian
punggungku digosoknya lembut dan melingkar ke depan. Aku sedikit menggeliat
ketika kedua tangan pak Agil yang menyabuni payudaraku sesekali meremas lembut.
Kedua ketiakku tak luput dari perhatian pak Agil, ia menyabuni keduanya sebelum
meneruskan ke arah perutku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Merasakan sekujur tubuhku dibelai seperti ini, aku mulai
mendesah dan menikmati setiap rabaan tangan pak Agil, juga busa sabun yang
lembut ini menambah sensasi yang kurasakan. Perutku digosok oleh pak Agil
dengan sedikit ditekan, lalu memutar ke belakang, dan ketika sampai pada bagian
pantatku, pak Agil dengan nakal meremas keras, membuatku sedikit meloncat dan
menjerit kecil karena terkejut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Siraman air dingin kembali mengguyur tubuhku, membersihkan
tubuhku dari busa sabun ini. Setelah itu, seperti cie Elvira tadi, pak Agil
mulai menyabuni daerah selangkanganku, dan mengorek ngorek vaginaku dengan jari
tangannya. Aku menggeliat dan menggigit bibir menahan nikmat diperlakukan
seperti ini. Semprotan air dari selang ke arah vaginaku membuat sensasi ini
makin dahsyat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hampir saja aku orgasme saat pak Agil menghentikan
semprotannya pada vaginaku. Aku mengeluh tapi untungnya pak Agil kembali
mengorek ngorek vaginaku, dan tak lama kemudian ia berhasil mengantarku menuju
orgasmeku. Tubuhku berkelojotan dan melemas, perlahan aku jatuh terduduk di
lantai yang basah ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah menyabuni kedua kakiku dan betisku, pak Agil
menyemprotkan air membersihkan semua sisa busa sabun pada tubuhku ini. lalu aku
diangkatnya, dan didudukkan di sebelah cie Elvira. Tubuku yang basah kuyup
dikeringkan oleh pak Agil dengan handuk tadi. Lalu pak Agil menarik berdiri cie
Elvira, dan kaki kiri cie Elvira diangkat tinggi oleh pak Agil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini vagina cie Elvira cukup terbuka, dan pak Agil
menancapkan penisnya ke liang vagina cie Elvira. Lalu pak Agil mulai menggenjot
cie Elvira, yang hanya bisa menggeliat lemah dan melenguh keenakan. Tiba tiba
samar samara kudengar ada bunyi HP. Aku memperhatikan sejenak, ternyata dari
luar. Aku segera berlari menuju arah bunyi itu, dan ternyata dari HPnya cie
Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mengambil dan membawa HP itu masuk kembali ke dalam
kamar mandi tempat kami pesta sex, sambil membaca siapa peneleponnya. “Cie, ini
dari ko Johan. Gimana cie?”, tanyaku. Cie Elvira menatapku sayu sambil meminta
HPnya dariku, “Berikan.. pada cie cie.., Liza..”. Aku memberikan HP itu dan cie
Elvira segera menekan tombol jawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Halo… iya sayang…”, cie Elvira mulai bercakap cakap dengan
ko Johan. Tentu saja kata kata cie Elvira terputus putus, karena pak Agil tak
menghentikan genjotannya sama sekali. Terlihat sekali cie Elvira berusaha
menjaga kewajaran gaya bicaranya, tapi tetap saja ia sedikit melenguh saat.
“Nggak… apa apa… sayang.. aku… ada di wc… kok… iyah.. aku agak telat..
pulangnya…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku teringat waktu aku digangbang kedua pembantu dan sopirku
di rumah dan kebetulan kokoku telepon, maka aku tahu apa yang sedang dirasakan
cie Elvira sekarang ini. Entah kenapa aku malah mulai terangsang melihat cie
Elvira yang sedang berjuang keras menahan lenguhannya. Kudengar keraguan dari
cie Elvira ketika ia mengucapkan “Iyah sayang… aku… aku juga… cinta kamu…”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira menutup HPnya, dan segera saja cie Elvira
melepaskan lenguhannya sejadi jadinya. “Ngggghhh… oooohhhh… aduuuuhhh…”, erangan
dan lenguhan cie Elvira memenuhi ruangan ini. Cie Elvira dilanda orgasme yang
amat dahsyat. Tubuhnya berkelojotan, sampai pak Agil tak kuat menahan sentakan
demi sentakan dari tubuh cie Elvira. Penisnya tertarik lepas karena tubuhnya
terdorong saat cie Elvira menggeliat hebat, dan terlihat cairan cinta cie
Elvira menetes netes dari mulut vaginanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil berlutut dan mencucup vagina cie Elvira yang masih
bersandar di tembok. Cie Elvira terus mengerang dan melenguh, dan hal ini malah
membuatku menjadi liar. Tanpa memperdulikan martabatku yang aku rasa memang
sudah hancur ini, kudorong pak Agil hingga roboh, lalu penisnya yang masih
tegak mengacung itu kududuki hingga tertelan oleh vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mulai menaik turunkan tubuhku yang masih basah ini,
hingga vaginaku terpompa penis itu. Pak Agil agak kelabakan dan mengerang
ngerang. Cie Elvira tak tinggal diam. Ia menduduki muka pak Agil hingga
vaginanya tepat ada di atas mulut pak Agil. “Gil, ayo jilatin punyaku”, perintah
cie Elvira. Kini pak Agil kewalahan menghadapi keliaran kami berdua. Aku dan
cie Elvira seolah berlomba mencapai orgasme.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tentu saja aku yang menang, karena vaginaku dipompa oleh
penis pak Agil, sementara vagina cie Elvira hanya dijilatin saja. “Eeenngghhh…
“, aku melenguh dan tubuhku berkelojotan di atas pak Agil, yang ternyata juga
orgasme bersamaan denganku. Pak Agil menggeram dan sempat meracau ketika cie
Elvira sedikit mengangkat badannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooohhh.. memang punya non Liza ini… paling enaaak… lebih
enak dari punya non Veraa”, pak Agil meracau, membuat aku dan cie Elvira saling
pandang. Kurasakan penis pak Agil berkedut dan menembakkan cairan hangat di
dalam liang vaginaku. Aku agak melemas, dan menarik lepas vaginaku dari tusukan
penis pak Agil yang mulai loyo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira yang masih belum orgasme, segera mengubah
posisinya jadi 69. Cie Elvira membungkukkan badannya, dan mulai menghisapi
penis pak Agil dengan gencar, membuat pak Agil mengerang ngerang dan
berkelojotan, tapi cie Elvira tak perduli. Aku melihat semua itu dengan birahi
yang perlahan kembali naik, tapi aku hanya melihat saja apa yang sedang
dilakukan cie Elvira.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kata kata pak Agil tentang Vera tadi juga membayang di pikiranku.
Oh.. ternyata selain cie Elvira, Vera juga jadi pemuas nafsu seks pak Agil ini
sebelum aku juga terlibat. Tapi pemandangan di depanku terlalu indah untuk
kulewatkan dengan melamunkan hal itu. Cie Elvira dan pak Agil saling memuaskan
pasangannya dengan gaya 69, dan akhirnya cie Elvira orgasme duluan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ohh… aduuuuh…”, erang cie Elvira, tubuhnya kembali berkelojotan.
Cie Elvira duduk lemas di sebelah pak Agil, dan aku berpikir, mungkin kali ini
aku dan cie Elvira bisa bekerja sama mengalahkan pak Agil ini. Aku segera
menggantikan cie Elvira menghisap penis pak Agil, yang mulai mengerang kembali,
makin lama makin keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tak tanggung tanggung lagi menghisap penis pak Agil ini.
Kujilati memutar, kucucup perlahan dan saat penis itu sudah mengeras kembali,
aku memasukkan ke dalam tenggorokanku dalam dalam. Pak Agil melolong keenakan,
tapi jelas sekali staminanya sudah terkuras. Ia hanya pasrah saja saat aku
terus melakukan deep throat ini, sampai akhirnya penisnya berkedut dan
menyemburkan spermanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku melepaskan kulumanku pada penis pak Agil yang kini sudah
terengah engah seperti baru saja berlari maraton. Cie Elvira dengan iseng
kembali menghisap penis pak Agil yang sudah loyo itu, membuat pemiliknya sampai
memohon mohon supaya cie Elvira dan aku menghentikan semua ini. lho? Kok ganti
kami para cewek ini yang memperkosa pak Agil?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi cie Elvira tak perduli, ia terus memaju mundurkan
kepalanya, sementara pak Agil terus memohon supaya cie Elvira menghentikan
hisapannya. Beberapa saat kemudian, pak Agil mengerang ngerang dan melemas,
rupanya pak Agil kembali mengalami ejakulasi. Wajahnya memucat, ia terlihat
semakin lemas dan kelelahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cie Elvira melepaskan kulumannya pada penis pak Agil, dan
memberiku tanda untuk melanjutkan. Aku segera maju menggantikan cie Elvira, dan
ketika pak Agil memohon mohon padaku agak aku menghentikan hisapanku, kupakai
kesempatan ini untuk meminta kembali celana dalamku. “Begini saja pak,
kembalikan celana dalam saya, maka saya akan menghentikan semua ini”, kataku
memberikan tawaran pada pak Agil.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Agil segera menjawab, “Iya non, bapak kembalikan. Ambil
saja di gudang sebelah kamar mandi ini, bapak taruh di dalam tas coklat besar”.
Mendengar ini, aku pamit pada cie Elvira untuk ke gudang yang dimaksud pak
Agil, dan memang di sana kutemukan tas coklat seperti kata pak Agil tadi.
Kubuka tas itu, kuambil celana dalamku dan kusimpan dalam tasku sendiri yang
tergeletak di kursi panjang itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu aku masuk kembali, dan kulihat cie Elvira sedang
menghisap pak Agil. Ketika melihatku, cie Elvira menghentikan sejenak
hisapannya, dan bertanya padaku, “Gimana Liza, sudah kau temukan?”. Aku
mengangguk sambil tersenyum, dan cie Elvira melanjutkan hisapannya kembali,
membuat pak Agil yang sudah amat lemas itu mengerang lemah, nafasnya makin ngos
ngosan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah beberapa menit, tubuh pak Agil berkelojotan, dan cie
Elvira terus menghisap sampai tak ada lagi sperma yang tertinggal di penis pak
Agil. Barulah setelah itu, cie Elvira berdiri dan berkata pada pak Agil, “Ini
bayaranmu Gil karena berani mengganggu murid kesayanganku”. Pak Agil hanya
diam, spermanya yang sudah diperas habis oleh kami berdua membuatnya amat
lemas. Aku dan cie Elvira saling tersenyum, kemudian kami menyempatkan untuk
mandi bersama karena tubuh kami kembali berkeringat setelah melakukan pesta sex
ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku dan cie Elvira saling memandikan dan menyabuni tubuh
kami masing masing, tanpa larut dalam nafsu birahi. Kami memang bukan lesbian,
tadi itu hanya letupan gairah yang luar biasa yang membuat kami berdua
melakukan ciuman maut seperti itu. Setelah saling mengeringkan tubuh, kami
segera berpakaian, lalu tanpa perduli kami keluar meninggalkan pak Agil yang
masih tergolek lemas tak berdaya di lantai kamar mandi ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Cie, Liza pulang dulu ya”, aku pamit pada cie Elvira yang
tersenyum manis padaku dan menjawab, “Iya Liza, cie cie juga mau pulang kok.
Masa mau di sini terus menemani bandot sialan itu?”. Aku dan cie Elvira tertawa
geli, mengingat tukang sapu itu sudah kami taklukkan. Hatiku senang sekali,
rasanya aku dan cie Elvira makin akrab saja. Selain itu, besar harapanku bahwa
pak Agil tak akan mengulangi perbuatannya hari ini terhadapku pada minggu depan
dan seterusnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kami keluar dari sekolah balet ini saat jam menunjuk pukul
9. Beberapa abang becak yang mangkal di sekitar situ agak heran melihat kami
berdua, mungkin mereka bertanya tanya ngapain aja dua cewek cantik ini dari
tadi di dalam… Tapi aku dan cie Elvira tak perduli. Kami masuk ke mobil dan
pulang ke rumah masing masing. Di dalam perjalanan pulang aku kembali teringat
akan Vera, dan menduga duga, sejak kapan ya Vera jadi budak seks pak Agil?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sampai di rumah, aku berharap tak masih harus jadi bulan
bulanan pak Arifin, Wawan dan Suwito seperti minggu lalu. Untungnya aku melihat
mobil ortuku dan kokoku ada di rumah dan kebetulan sekali kokoku ada di garasi
sedang mengutak atik mobilnya. Jadi para pembantu dan sopirku tak berani macam
macam untuk mengerjaiku. Aku menyapa kokoku yang juga menyapaku balik. Kokoku
pasti tak tahu betapa aku berterima kasih padanya yang ‘menyelamatkanku’ dari
kemungkinan digangbang oleh mereka ini<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Aku segera masuk ke dalam. Kedua ortuku sudah beristirahat
di dalam kamarnya, dan aku segera naik menuju kamarku di lantai dua. Di
kamarku, aku segera berganti baju tidur karena tadi sudah mandi di sana. Lalu
aku mengistirahatkan tubuhku yang telah berkali kali orgasme di sekolah balet
tadi. Rasanya nyaman sekali. Cepat sekali aku tertidur pulas, malas memikirkan
kejadian apa lagi yang akan menghiasi kehidupan seksku ini.<o:p></o:p></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-12163876371216357722017-07-31T03:25:00.000-07:002017-07-31T03:56:57.400-07:00ELIZA04 : DIRUMAH JENNY PART06Kisah Sedih Jenny<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO0JBtJMFJ1cKXYQqEo0AguOb0PA1GR1qvlqoXHQkaqObaiLWgiljzSc_OD9SrNh64iWwy8ZpU69KtprtOQ4dDDn9AfyqW9LknA3-SFJwpxVEIUoZ3Hhzj5C6A1KsnOTbW8k7M1U-p2Wo/s1600/aa13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="450" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO0JBtJMFJ1cKXYQqEo0AguOb0PA1GR1qvlqoXHQkaqObaiLWgiljzSc_OD9SrNh64iWwy8ZpU69KtprtOQ4dDDn9AfyqW9LknA3-SFJwpxVEIUoZ3Hhzj5C6A1KsnOTbW8k7M1U-p2Wo/s200/aa13.jpg" width="150" /></a></div>
Maka selesailah penderitaan kami hari ini, mereka mempersilakan kami kembali ke ruang dalam, sementara mereka beristirahat sesaat, lalu meneruskan pekerjaan mereka yang tertunda. Aku dan Jenny berjalan masuk ke dalam dengan langkah yang tertatih tatih.
Kami berdua sempat diam beberapa saat setelah berada di kamarnya Jenny, dan tiba tiba Jenny melihatku sambil menangis.
“Eliza, kalau kamu mau memusuhi aku setelah ini, aku juga tak bisa apa apa. Aku hanya bisa berharap, kamu mau memaafkan aku ya”, kata Jenny diselingi isak tangisnya.
Aku terharu dan memeluk sahabatku ini dengan iba, ketika aku baru menyadari tubuh kami berdua ini masih bugil sama sekali. Saat itu kedua puting susu kami sempat bersentuhan, dan harus aku akui rasanya nikmat juga.<br />
<br />
<br />
Hal itu sedikit mengejutkanku, tapi aku tahu kami tak boleh macam macam. Nggak lucu kalau aku dan Jenny terlibat cinta sejenis, juga mungkin Jenny bisa marah bahkan jijik padaku.
Maka aku berusaha memadamkan gairah yang sempat melandaku ini, dan aku pikir aku harus menghibur temanku ini.
“Jeen, ini bukan salah kamu. Aku sendiri yang salah, sudah kamu beritahu untuk duduk di kamar, tapi aku malah keluar dan nyariin kamu. Malah tadi itu salahku juga sampai kamu ditodong pisau tadi. Terima kasih Jen, kamu benar benar mati matian membelaku tadi, aku nggak tahu mesti bilang apa… yang pastikita harus tabah ya Jen”, aku berkata dengan rasa haru teringat bagaimana tadi Jenny begitu tak rela melihatku jatuh ke tangan para buruhnya.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku merangkul Jenny yang langsung balas memelukku. Tangis Jenny makin tersedu sedu, dan aku membiarkan Jenny meluapkan emosinya dengan cara seperti itu.
Setelah Jenny agak tenang, kami memutuskan untuk mandi bareng di bathub kamar mandi. Jam menunjukkan pukul enam sore, dan kami punya waktu sekitar setengah jam untuk mandi. Cukup lah, maka kami segera memasukkan busa ke bathub yang tadi sudah terisi penuh. Setelah itu kami berdua masuk ke bathub bersama sama.
Sudah tak ada rasa canggung di antara kami, toh dari tadi kami sudah sama sama telanjang bulat saat dibantai di ruang belakang.<br />
<br />
<br />
Aku merasakan hubungan kami berdua sekarang semakin dekat. Aku dan Jenny saling membilas tubuh kami, sambil aku mendengarkan Jenny menceritakan tentang bagaimana ia bisa jatuh ke tangan para buruh di rumahnya ini.
Waktu di tengah liburan kenaikan kelas satu SMA ke kelas dua SMA di bulan Juli kemarin, Jenny dan Alex, mantan pacarnya, sedang di rumah ini sendirian. Kemudian Alex memaksa Jenny untuk awalnya hanya pegang pegang, lama lama meningkat menjadi remasan dan ciuman, sampai akhirnya mereka telanjang, dan bersetubuh dengan penuh kasih sayang.
Saat itu si Supri yang mengambil minum di dispenser yang memang agak dekat dengan kamar Jenny, mendengar suara suara desahan dari kamar Jenny.<br />
<br />
<br />
<br />
Kesalahan Jenny dan Alex, pintu kamar Jenny tidak dikunci. Maka Supri bisa mengintip dan mendapatkan Jenny sedang disetubuhi Alex.
Dengan nafsu yang ditahan, Supri masuk ke dalam kamar Jenny. Dengan munafik Supri berkata kalau ia muak dengan tingkah laku Alex, lalu mengancam akan melaporkan Alex pada ortu Jenny.
Hal itu membuat Jenny dan Alex ketakutan, dan Alex berkata kalau ia bersedia melakukan apa saja supaya Supri tidak melaporkan kejadian tadi pada orang tua Jenny. Maka Supri berkata pada Alex kalau ia tak mau melihat batang hidung Alex lagi di rumah ini.
Jenny sampai merasa dadanya sesak karena jengkel sekali. Memangnya si Supri ini siapa? Tapi Jenny sadar juga kalau Supri sudah memegang kartu truf. Dan sejak saat itu, Alex terpaksa mengalah dan tak berani muncul di rumahnya Jenny.
Tentang Jenny sendiri, setelah Alex pulang, maka Supri menunjukkan belangnya. Supri mengancam Jenny kalau sampai berani mengajak pacarnya ke rumah ini lagi, Supri pasti akan melaporkan ke papanya.
Dan selain itu, Jenny harus mau melayani Supri jika situasi memang memungkinkan seperti sekarang, yaitu tak ada siapa siapa di rumah selain Jenny dan Supri serta empat buruh yang lain.<br />
<br />
<br />
<br />
Tak berdaya menolak, Jenny yang memang sudah tak perawan terpaksa melayani Supri yang langsung membawa Jenny ke ruang produksi di belakang rumah, di situ ia melayani hasrat para buruhnya ini.
Pertama kalinya Jenny sempat pingsan berulang kali, dibantai Supri dan Umar yang ukuran penisnya besar sekali. Dan butuh sampai dua hari baru Jenny mampu beradaptasi dan cukup kuat untuk melayani mereka.
“Eliza.. kamu hebat ya.. bisa tahan digencet Supri dan Umar.. mereka itulah yang membuat aku pingsan pingsan waktu dulu pertama kali menjadi budak seks mereka”, Jenny sempat sempatnya memujiku dan membuatku menunduk malu, dapat pujian kok tentang ketahananku saat disetubuhi.<br />
<br />
<br />
Jenny melanjutkan ceritanya, bahwa sejak saat itulah, Jenny menjadi budak seks mereka. Sering Jenny melakukan quicky sex dengan mereka berlima sepulang sekolah. Alex akhirnya putus dengan Jenny, karena ia tak tahan juga tak diperbolehkan oleh Jenny untuk datang ke rumah Jenny lagi.
Jenny kembali menangis sedih mengakhiri ceritanya, dan Jenny merasa menyesal sekali harus putus dengan Alex, lelaki pertama dalam hidupnya, yang juga sudah mengambil keperawanannya, walaupun Jenny memang rela memberikannya untuk Alex.
Aku memeluk Jenny dengan terharu, ikut menangis bersama Jenny merasakan kesedihan yang dalam dari sahabat baikku ini.
“Eh Eliza, kok kamu bisa berkata tidak perawan lagi waktu bilang mau melayani mereka semua? Itu tadi hanya akal akalanmu kan supaya aku tak terlalu merasa bersalah?<br />
<br />
<br />
<br />
Aku tahu kamu itu cewek baik baik, kamu nggak mungkin pernah berbuat macam macam. Kamu baik sekali Eliza, kamu masih bisa bisanya coba meringankan bebanku waktu kamu sendiri sedang ada dalam masalah… makasih Eliza, maafin aku ya”, tiba tiba Jenny berkata panjang lebar.
Aku kembali terharu, aku menggelengkan kepala, dan menceritakan semuanya, dari mulai aku dijebak Girno cs di ruang UKS hingga keperawananku terenggut oleh mereka, kemudian bahkan sejak keesokan harinya, aku memulai kehidupan sebagai budak seks dari dua pembantu dan sopirku di rumahku sendiri.<br />
<br />
<br />
Jenny seperti tak percaya ketika mendengarkan semuanya, lalu memelukku erat, kami kembali saling bertangisan seolah hendak mengatakan kita berdua ini senasib.
Dan seiring berakhirnya ceritaku, kami juga sudah selesai mandi. Setelah saling mengeringkan tubuh dan rambut kami, aku dan Jenny sama sama memakai baju tidur satin yang nyaman, dan kini kami berdua sudah terlihat segar.
Kami keluar kamar menjumpai ortu Jenny yang sudah pulang, dan kami makan bersama seolah tak terjadi sesuatu, padahal tubuh kami rasanya remuk.<br />
<br />
<br />
<br />
Hari yang melelahkan ini membuat aku dan Jenny jadi ingin tidur lebih cepat, mengistirahatkan tubuh kami yang sudah dipakai para buruh ini. Maka selesai makan kami segera menyikat gigi dan masuk ke kamar, tiduran di ranjang yang empuk.
Kami mengobrol tentang banyak hal, tanpa menyinggung kejadian buruk yang baru menimpa kami, sampai akhirnya kami tertidur. Entah apa lagi permainan sex yang harus kami berdua alami bersama di kemudian hari, yang jelas kami harus beristirahat sekarang ini.
<br />
<br />
PART 04 ENDlisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-59682008425691724362017-07-31T03:21:00.002-07:002017-07-31T03:25:34.632-07:00ELIZA04 : DIRUMAH JENNY PART05Pembantaian Itu Berlanjut<br />
<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s1600/aa13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="450" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s200/aa13.jpg" width="150" /></a>Jam sudah menunjuk pukul lima sore. Ini berarti sekitar setengah jam aku digenjot habis habisan oleh dua raksasa tadi.
Tapi semangat para buruh yang bahagia ini masih menyala nyala. Kulihat Jenny sudah larut juga dalam keroyokan tiga buruhnya, mereka mempermainkan Jenny yang terus mengejang sampai akhirnya orgasme.
“Hnnnggghh.. aaduuuuh… ooohhh..”, Jenny melenguh lenguh dan tubuhnya itu mengejang sexy.
Ternyata Jenny mirip juga denganku kalau lagi orgasme, kakinya juga melejang lejang, tubuhnya sedikit tersentak sentak.<br />
<br />
<br />
<br />
Ia juga melenguh sexy, melepaskan gejolak nikmat yang pasti sedang menjalari sekujur tubuhnya itu.
Kini, si Boneng yang akhirnya kuketahuhi bernama Satrio, mengambil posisi di selangkangan Jenny, bersiap untuk melakukan penetrasi ke nona majikannya. Sementara dua buruh yang lain, meninggalkan Jenny dan mendekatiku.
Oh.. ternyata mereka berdua menginginkan aku. Aku hanya bisa pasrah saat si tengkorak hidup yang ternyata bernama Rahman, sudah memposisikan dirinya di selangkanganku. Kuperhatikan penisnya yang kurus itu, panjangnya tak terlihat menakutkan bagiku.
Lenguhan Jenny kembali terdengar, rupanya Satrio sudah mulai menggenjot tubuhnya. Entah mengapa, Jenny terlihat amat menggairahkan bagiku, ketika aku melihat tubuhnya yang mulai mengkilap karena berkeringat.<br />
<br />
<br />
<br />
Sesekali tubuh Jenny yang mungil itu tersentak kecil, saat penis Satrio menghunjam dalam dalam hingga terbenam seluruhnya pada liang vagina Jenny.
Erangan sexy dari Jenny itu pasti menyulut gairah lelaki manapun, sementara Jenny memandangku dengan sorot matanya redup dan sayu, menunjukkan kalau dia sendiri sedang larut dalam birahi. Entah kenapa jantungku berdegup kencang melihat tatapan mata Jenny itu.
Tapi aku tak bisa lama lama melihat keadaan Jenny, karena si buntalan lemak yang ternyata bernama Harto itu, dengan bibirnya yang sumbing, sudah menubruk tubuhku yang telentang lemas di ranjang, dan dengan bernafsu sekali Harto memagut bibirku dengan bibirnya yang sumbing itu.<br />
<br />
<br />
<br />
Oh.. aku ingin menjerit dan melarikan diri menghindar dari makhluk yang sangat menjijikan ini, tapi kakiku sudah direntangkan oleh Rahman, dan aku tak bisa berbuat apa apa ketika selagi Rahman melesakkan penisnya ke dalam liang vaginaku.
Harto terus melumat bibirku dan melesakkan lidahnya mencari lidahku, hingga air liurnya yang bau, dan celakanya banyak itu, mengalir cukup deras ke dalam mulutku.
Aku jadi gelagapan dan daripada tersedak aku terpaksa menelan air liur itu. Rasa air liurnya itu… tak perlu aku bahas lagi, menjijikkan tak karuan, membuatku ingin muntah.
Tangan kananku terjepit perut gendut Harto hingga tak bisa bergerak, sementara tangan kirinya menahan kepalaku hingga aku tak mampu menggerakkan dan menolehkan kepalaku untuk menghindar dari terkamannya.<br />
<br />
<br />
Dan ketika ia melihat tangan kiriku yang menggapai gapai seolah sedang mencari pegangan, dengan kejam pergelangan tanganku yang mungil ini dicengkramnya dan ditahan kuat kuat di atas kasur hingga aku tak bisa menggerakkan tangan kiriku lagi.
Kini aku sudah tak berdaya dan hanya bisa pasrah, tapi herannya malah membuat aku merasakan sensasi yang membuat jantungku berdegup kencang. Perasaan tak berdaya ini membuat aku tanpa sadar menyerahkan diri sepenuhnya.
Aku memejamkan mata, perlahan berusaha menikmati pagutan pada bibirku, karena bagiku merasa diperkosa adalah hal yang tidak menyenangkan. Daripada aku merasa tersiksa, mungkin lebih baik jika aku membiasakan diri dan menerima semua ini dengan rela.
Lidahku mulai kutautkan pada lidah si sumbing ini.<br />
<br />
<br />
Aku sempat melihat dari ekor mataku, Rahman melongo iri melihat apa yang terjadi di depan matanya, mungkin karena ia sedang melihat pemandangan yang langka baginya, ketika seorang amoy SMA sepertiku membalas cumbuan seorah buruh sumbing yang wajahnya tak karuan.
Tapi sebuah kotak plastik kecil tempat menaruh kantung plastik untuk bungkusan sandal hasil produksi di home industi Jenny yang melayang dan mengenai kepala Rahman itu seolah membuatnya tersadar, dan Rahman menoleh ke arah pelemparnya.
Umar tertawa ngakak, dan Rahman marah marah.
“Enak enak liat amoy konak, kepala kena ginian”, omelnya sambil memegang kotak plastik itu, lalu membuang ke lantai dengan kesal.
Kemudian Rahman memulai aktivitasnya kembali. Kedua kakiku diangkatnya dan ditumpangkan ke pundaknya, dengan ini sodokan penisnya akan terasa makin dalam. Rahman segera memompa penisnya, mungkin rasa kesal akibat ulah Umar tadi membuatnya menyodokkan penisnya dengan gencar.<br />
<br />
<br />
<br />
Penis yang kecil itu mengaduk liang vaginaku yang penuh cairan cintaku bercampur sperma Supri, menimbulkan bunyi kecipak yang semakin menambah gairahku dan aku sudah bisa balas memagut bibir si sumbing ini yang tadinya amat menjijikan bagiku.
Harto seakan tak puas puasnya melolohi aku dengan air liurnya, sementara aku harus menelan semuanya jika tak ingin mulutku penuh dengan air liur, apalagi sampai tumpah keluar dari mulutku, akan lebih menyusahkanku.
Sementara itu aku hanya bisa sedikit menggerakkan pinggulku mencari kenikmatan lebih pada liang vaginaku yang sedang diaduk aduk oleh penis milik Rahman ini.
Akhirnya si sumbing puas juga menciumiku. Ia duduk diam sejenak mengatur nafasnya yang tersengal sengal, perutnya terlihat naik turun mengikuti tarikan nafasnya, benar benar membuatku kembali merasa jijik. Setelah beberapa saat, Harto menaiki tubuhku, dan menindih payudaraku.<br />
<br />
<br />
Ya ampun, gajah bengkak ini tak sadar apa kalau tubuhnya berat sekali?
Nafasku sampai mulai sesak, dadaku tergencet sampai serasa gepeng. Ia menyodorkan penisnya yang sudah ereksi kencang itu ke hadapan wajahku, untuk mendapatkan servis oral dariku tentunya.
Tapi ukurannya ini membuat ketawaku hampir meledak. Kecil sekali, mengingatkanku pada penis mungil milik pak Edy, wali kelasku yang bejat itu. Benar benar tak sesuai dengan tubuhnya yang besar hingga penis itu terlihat semakin kecil saja.
Dengan menahan tawa, aku mulai mengoral penis mini ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Sementara itu, selangkanganku terasa makin nikmat dipompa oleh penis Rahman yang memang tak terlalu besar ini, tapi cukup untuk membuat aku sedikit melayang, apalagi dadaku dihimpit oleh pantat si gendut sumbing ini, yang awalnya mendatangkan rasa sesak, tapi lama kelamaan malah terasa sedikit nikmat.
Rasa sakit kadang menjalar dari liang anusku yang tadi dibobol penis Umar. Rasa itu memang sedikit mengganggu, tapi malah mendatangkan sensasi tersendiri bagiku. Tanganku mencengkram sprei tanda aku sedang dilanda kenikmatan yang semakin memuncak. Akhirnya aku orgasme, tubuhku mengejang, namun tak ada sentakan sama sekali.<br />
<br />
<br />
<br />
Tubuhku yang mungil ini tak bisa bergerak dihimpit gajah bengkak yang duduk di payudaraku, sementara kakiku yang tertahan di pundak Rahman hanya bisa melejang kecil. Cairan cintaku dan keringatku yang terus keluar sudah tak bisa membuat tubuhku terlihat lebih basah.
“Ooooh… memeknya amoy.. memang nikmaaaat…”, Rahman meracau keenakan, mungkin karena otot liang vaginaku yang berdenyut denyut itu seperti memijat batang penisnya yang terbenam di dalam sana.
Tubuh Rahman bergetar, ia menggeram dan menyemprotkan spermanya yang cukup banyak ke dalam liang vaginaku.
Aku yang sudah larut sepenuhnya dalam birahi ini jadi lepas kontrol. Ketika Rahman menarik lepas penisnya dari liang vaginaku dan berjalan di samping ranjang tempat aku dilanda kenikmatan ini, aku menjangkau tangannya dan menarik ke arahku.<br />
<br />
<br />
<br />
Kulumanku pada penis si Gendut kulepas, dan aku memandang Rahman dengan tatapan sayu, menariknya semakin dekat hingga ia terpaksa naik ke ranjang dengan dan menatapku dengan pandangan bertanya tanya.
Aku menjawab dengan memegang penisnya yang masih belepotan spermanya sendiri yang bercampur dengan cairan cintaku, lalu aku menarik penis itu ke arah mulutku.
“Oalah non… kalau doyan peju, bilang saja terus terang. Nih silakan menikmati pejuku”, kata Rahman melecehkanku, tapi aku sudah tak perduli lagi, atau lebih tepatnya aku merasa tak bisa menahan hasrat untuk mengulum penis yang basah itu.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku terus mengulum batang penis Rahman itu, dan sesekali kusedot dengan kuat, membuat Rahman mengerang keenakan. Setelah mencuci penis itu di dalam mulutku, aku melepaskan kulumanku. Lalu aku ganti mengulum batang penis Harto itu dengan penuh gairah.
“Hahaha… Amoy kita yang satu ini doyan peju toh. Kalo gitu aku kasih minum peju yang banyak. Isep punyaku sampai keluar ya amoyku sayang”, kata Harto sambil tertawa tawa.
Aku tak menanggapi kata kata yang merendahkan dan menghinaku itu, dan terus mengulum penis yang kecil ini. Kujilati memutar, dan kugigit kecil, kukulum kembali dan kusedot kuat kuat, membuat Harto mengerang keenakan, sampai akhirnya penis ini juga berkedut, menyemprotkan sperma yang kental sekali, paling kental dari yang pernah kurasakan di mulutku selama ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Rasanya tak terlalu gurih, cukup asin juga terasa agak asam. Aku terus melumat dan menjilati penis itu sampai bersih dari sperma, dan si gendut ini turun dari tubuhku dengan puas, lalu berjalan ke arah Supri dan Umar, dan duduk di dekat mereka berdua.
Aku masih tersengal sengal, tapi aku kembali memperhatikan Jenny yang masih digarap Satrio yang menggenjot Jenny dengan kasar. Jenny sepertinya sudah di ambang orgasme, nafasnya mendengus dengus mengikuti irama batang penis yang sedang memompa liang vaginanya.
Kedua payudara Jenny diremas remas oleh Satrio, dan terlihat Jenny menggeleng gelengkan kepalanya kuat kuat seolah tak kuasa menahan nikmat yang menerjang tubuhnya.
“Hnnnggggghhhh… aaaaah… aduuuuuh….”, akhirnya Jenny takluk juga, ia melenguh lenguh keenakan ketika orgasme mendera tubuhnya.
Tubuhnya tersentak sentak beberapa detik, sementara kakinya yang tertumpang di pundak Satrio melejang lejang.<br />
<br />
<br />
<br />
Jenny sedang dalam puncak kenikmatannya, dan tubuhnya yang putih mulus dan indah itu melengkung hingga pinggangnya terangkat sexy, kepalanya menengadah ke belakang.
Satrio yang terlihat begitu menikmati tubuh nona majikannya yang tadi sempat menghantamnya itu, tiba tiba menggeram tanda akan orgasme.
“Uunnngggghhh… oooooh…”, Satrio melolong lolong dan tubuhnya bergetar hebat.
Gerakan pinggulnya menunjukkan Satrio sedang menyemprotkan spermanya di dalam liang vagina Jenny, yang sudah tergeletak tanpa daya. Jenny terlihat kelelahan setelah orgasmenya yang hebat tadi.
Setelah puas, Satrio menarik lepas penisnya dari liang vagina Jenny, dan menyodorkan penis yang belepotan sperma yang bercampur cairan cinta nona majikannya untuk dioral nona majikannya itu sendiri.<br />
<br />
<br />
<br />
Jenny pasrah saja dan membuka mulutnya yang mungil, lalu ia mulai mengoral penis itu, mengulum dan menyedot, persis seperti yang kulakukan sampai pipinya kempot. Selagi aku asyik menonton, tiba tiba kurasakan kakiku direntangkan.
Aku segera melihat siapa yang melakukan itu, dan ternyata Umar yang melakukan. Aku bergidik mengingat ia tadi menyodomiku, tapi saat kulihat penisnya, ternyata bersih.
“Tenang non amoy yang cantik, sudah kucuci bersih kok. Kami memang nggak suka mengotori memek yang jadi jatah bersama. Sudah, nikmati saja non”, kata Umar yang kelihatannya menyadari apa yang menjadi kekuatiranku tadi.
Ia terus merentangkan kakiku, dan mengambil posisi di selangkanganku. Aku dapat melihat penisnya, memang seperti dugaanku, mirip sekali dengan penis Supri. Bahkan batang penis ini juga menekuk ke atas.
Aku terdiam dalam kengerian, mengingat rasa sakit yang begitu menyiksaku saat selangkanganku ditembusi penis Supri tadi.
Jam dinding menunjuk pukul setengah enam sore, ketika kurasakan penis itu mulai menyeruak masuk mengisi liang vaginaku.<br />
<br />
<br />
Tubuhku mengejang dan bergetar ketika rasa sakit mulai mendera selangkanganku lagi. Aku merintih perlahan, memejamkan mataku kuat kuat, namun akhirnya terbeliak ketika dengan hentakan yang keras penis Umar menghunjam seluruhnya dalam liang vaginaku.
“Ooooonnggghhh… aaaaaaghh…” aku melolong kesakitan, walaupun harusnya liang vaginaku masih becek dan licin oleh sperma pejantan pejantan tadi yang juga bercampur cairan cintaku.
Aku berusaha menahan sakit ini, berharap liang vaginaku segera beradaptasi terhadap tusukan penis raksasa ini. Sementara aku menggigit bibir menahan sakit, aku mendengar Jenny melenguh. Aku sempat menoleh dan melihat, ternyata Supri sudah menggenjot Jenny yang terus menggeliat dan sepertinya kesakitan.
Namun kulihat kali ini, Supri berlaku lembut. Kemudian Supri membenamkan batang penisnya itu dalam dalam. Aku bisa merasakan betapa sesak rasanya liang vagina Jenny sekarang, sama seperti liang vaginaku yang penuh sesak terisi batang penis Umar.
“Non Jenny, saya minta maaf ya, tadi sudah menodong non pakai pisau.<br />
<br />
<br />
<br />
Abisnya non jadi galak gitu, pakai main hantam. Kalau tidak segera aku hentikan, ntar yang kena hantam non terus terusan kan bisa balas nyakitin non. Daripada terjadi hal yang gak enak gitu, dan aku sudah ingatkan Satrio tadi supaya nggak macam macam”, kata Supri sambil memandang ke arah Jenny yang hanya diam saja.
“Kami juga berpendapat, non Eliza ini harus digarap sekalian, supaya tak melapor ke siapapun. Maaf ya non Eliza, kalau tadi kata kata kami kasar. Habis, non Eliza memang cantik sih, nggak kalah sama non Jenny. Sejak kami melihat non Eliza bulan Agustus lalu, kami semua sudah ingin mencoba servisnya non Eliza. Akhirnya hari ini kesampaian deh. Ya sudah, kita nikmati saja pesta sex ini ya”, kata Supri sambil mulai menggenjot Jenny dengan lembut, membuat Jenny mulai melenguh keenakan.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku sempat berpikir, kurang ajar memang mereka semua ini, memangnya kalau lihat amoy cantik, lalu boleh dipaksa untuk menservis mereka? Apakah aku yang salah jika aku ditakdirkan mendapat karunia wajah yang cantik serta tubuh yang indah?
“Pak Satrio, tadi itu, maafkan Jenny ya, soalnya Jenny nggak mau ngeliat Eliza diginikan juga. Terima kasih ya pak Satrio tadi nggak balas nyakitin aku…”, tiba tiba kudengar suara Jenny yang membuatku tertegun.
Tapi aku tak dibiarkan Umar untuk melamun lama lama, genjotannya yang kini juga menjadi lebih lembut, membuat aku juga mulai merasa nikmat, dan sodokan penis raksasa ini membuat aku mengejang menahan nikmat.
Orgasme demi orgasme terus melanda kami berdua, membuat aku dan Jenny sudah setengah sadar dengan tubuh yang terkocok kocok dihentak hentakkan penis pejantan yang terasa memenuhi seluruh tubuh kami. Ya, kami serasa menjadi betina yang diperbudak para pejantan di tempat kerja mereka ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Tiba tiba, entah apakah ini sudah mereka rencanakan, bersamaan Supri dan Umar mengangkat tubuh amoy yang sedang menikmati orgasmenya, memeluk erat hingga kami berdua terangkat bangun dan terpaksa melingkarkan kaki kami ke pinggang pejantan kami. Tangan kami pun sama sama menggelayut ke leher mereka, dan dalam posisi ini kami kembali digenjot, kali ini lebih gencar.
Dengan cepat aku dan Jenny dipaksa menggeliat akibat liang vagina kami berdua teraduk aduk penis raksasa pejantan kami. Aku dan Jenny melenguh lenguh bersahut sahutan, dan akhirnya orgasme mendera kami yang berada dalam pelukan pejantan kami.
Kini aku dan Jenny sudah amat lemas. Dalam keadaan orgasme hebat, kami pasrah menunggu keluarnya sperma pejantan kami dalam liang vagina kami.<br />
<br />
<br />
Entah dengan milik Jenny, yang jelas milikku sudah tak karuan rasanya, begitu becek dan mungkin sedikit bengkak.
Beberapa saat kemudian, aku merasakan penis Umar berkedut, dan di dalam posisi ini, spermanya menyembur ke dalam liang vaginaku. Umar terlihat kelelahan juga, dan mengangkatku sedikit hingga penisnya itu terlepas dari vaginaku, dan kemudian ia menurunkan tubuhku ke ranjang.
“Non Jenny… di dalam… atau di mulut…”, kudengar Supri menggeram dan dengan suara parau ia bertanya pada Jenny.
“Di dalam sajaah… Supp…”, Jenny menjawab dengan suara yang mendesah sexy.
Maka terlihat Supri mengejang dan gerakan pada selangkangan mereka yang menyatu menunjukkan betapa mereka berdua sedang dilanda kenikmatan yang amat sangat. Aku melihat campuran sperma dan cairan cinta yang mengalir keluar dari bibir vagina Jenny saat penis Supri sudah tercabut dari sana.
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.co.id/2017/07/eliza04-dirumah-jenny-part06.html"><br /></a>
<a href="http://qqkartu.blogspot.co.id/2017/07/eliza04-dirumah-jenny-part06.html">BERSAMBUNG, AGAK SABARAN YA</a>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-13630010714099609882017-07-31T03:17:00.001-07:002017-07-31T03:22:10.027-07:00ELIZA04 : DIRUMAH JENNY PART04Pembantaian Di Rumah Jenny<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s1600/aa13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="450" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s200/aa13.jpg" width="150" /></a></div>
Jenny terlihat lemas saat kami digeret ke mess tempat para buruh ini tidur. Aku melihat ada lima ranjang berukuran tanggung, untuk ukuran satu orang saja. Ranjang ranjang itu berjajar dua dan tiga. Hawanya tidak terasa pengap, mungkin karena ukuran ruang tidur yang besar ini.
Kini kami berdua sudah sepenuhnya berada dalam cengkraman lima orang buruh ini. Dalam hitungan detik, aku dan Jenny sudah ditelanjangi bulat bulat, pakaian kami sudah berserakan di lantai. Mereka pun sudah bertelanjang bulat, siap memangsa dua amoy cantik yang menjadi idola di sekolah kami.<br />
<br />
<br />
Memang selain aku, Jenny juga salah satu bunga yang menjadi incaran para kumbang jantan di sekolahku.
Acara pesta amoy ini dimulai oleh Supri dan Umar yang mendekati aku, sementara tiga orang yang lain memegangi Jenny yang masih terlihat tak terima melihatku jatuh ke tangan buruh buruhnya.
Aku sempat melihat jam di kamar ini, yang menunjuk pukul empat lebih lima belas menit. Baru lima belas menit berlalu sejak aku mencari Jenny sampai tertangkap para begundal ini. Entah sampai kapan mereka akan menikmati tubuh kami.
Tapi aku tak punya banyak waktu untuk melamun, remasan tangan Umar yang kekar dan penuh tenaga pada kedua payudaraku dari belakang memaksa tubuhku menggeliat kesakitan. Tubuhku seolah didekap Umar dari belakang, ia sibuk menghirup harumnya bau rambutku, geli juga aku dibuatnya.<br />
<br />
<br />
Supri mendekati kami sampai akhirnya aku terhimpit di antara tubuh kekar dua orang buruh ini, lalu dengan santai ia meremas kedua pantatku.
Oh.. aku mulai terangsang. Kini jantungku berdetak cepat bukan karena takut, tapi karena nafsu birahi yang mulai melanda tubuhku ketika kedua orang ini seolah olah sedang memperebutkan tubuhku, dan aku merasa begitu sexy.
Tapi tetap saja aku terpaksa menolehkan kepalaku yang sempat terbenam di dada Supri yang bidang. Bau tak sedap yang menyeruak hidungku membuatku harus melakukan ini karena aku masih tak ingin muntah.
Saat itu aku bertatapan dengan Jenny, yang terlihat menyesal dan menatapku dengan berurai air mata, seolah ingin meneriakkan kata maaf.
Aku menatapnya ingin mengatakan kalau aku tak menyalahkan dia karena ini memang bukan salahnya, tapi gelora lautan birahi sudah menghantamku, aku sudah hampir terhanyut sepenuhnya. Maka aku hanya bisa menatapnya sayu sambil menggelengkan kepalaku, semoga dia mengerti.
Kini aku sudah tak bisa berpikir jernih lagi, karena bibir vaginaku sudah diraba lembut oleh Supri.<br />
<br />
<br />
Ia begitu pandai merangsangku, tak lama kemudian cairan cintaku sudah mulai keluar sedikit. Aku mulai mendesah dan menggeliat, tapi ini membuatku lebih terangsang lagi, karena kulit tubuhku bergesekan dengan tubuh kedua buruh bejat ini yang kulitnya terasa begitu kasar.
“Nggghh…”, aku melenguh ketika jari tangan Supri tercelup masuk ke dalam liang vaginaku
Ditambah dengan pelintiran pada kedua puting susuku oleh Umar, rasa sakit sakit nikmat yang terus menyiksaku dari tadi, sudah membuatku hampir orgasme.
Aku mulai mengejang keenakan, diiringi tawa mereka yang harusnya terdengar menjijikkan, tapi aku sudah tak perduli, atau lebih tepatnya sudah tak bisa perduli. Tubuhku memang lebih jujur dari aku, cairan cintaku rasanya mengalir lebih banyak saat aku terus menerus dirangsang seperti ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Nikmat ini sudah mengalahkan akal sehatku. Aku sudah takluk oleh kedua buruh bejat ini, yang status sosialnya sama sekali tak sederajat denganku.
Kedua orang ini semakin bernafsu menggumuliku. Dan akhirnya Supri sudah bersiap siap untuk melakukan serangan pertama. Aku melihatnya mengocok penisnya sebentar, dan aku memperhatikan seperti ya apa penis yang akan segera mengaduk aduk liang vaginaku ini?
Penis itu sudah mengacung tegak, besar, agak bengkok ke atas mendekati pusar perutnya. Pusar perutnya?? Baru aku tersadar, oh… penis ini panjang sekali. Aku terbelalak ngeri, gairahku langsung padam.
Gila, ini sih lebih panjang dari punya Urip, satpam yang mengeroyokku di UKS kemarin lusa.<br />
<br />
<br />
<br />
Diameternya pun tak main main, seimbang dengan kepunyaan sopirku. Tanpa sadar aku menggelengkan kepalaku, seolah berkata jangan, dan Supri hanya tertawa terbahak bahak melihat reaksiku.
Aku meronta tanpa daya ketika ia menyergap tubuhku, kedua pahaku diangkatnya sampai aku sedikit lebih tinggi darinya, kemudian penisnya yang ternyata amat kaku itu tak perlu ia bimbing untuk menembus liang vaginaku.<br />
<br />
<br />
Baru masuk sedikit saja, aku sudah menggeliat kesakitan, namun aku tak bisa kemana mana, tubuhku ditahan oleh Umar yang ada di belakangku.
“Nnggggh… oooohh… ampuuuun paaaak…”, aku melenguh dan mengerang kesakitan saat penis itu sudah menancap setengahnya.
Supri hanya menertawakku. Tiba tiba aku terbelalak, kurasakan anusku tertempel sesuatu, kiranya penis Umar yang juga sudah siap membobol liang anusku.
Tak ada yang bisa kulakukan, aku tahu memohon supaya Umar tak meneruskan niatnya adalah hal yang sia sia. Aku langsung lemas, pasrah bersiap menerima semua penderitaan yang akan menderaku.
“Heeeengggghh… aduuuuuh… sakiiiit…”, aku merintih.
“Non Eliza, tenang saja.<br />
<br />
<br />
<br />
Senjataku sudah aku beri yang licin licin. Tadinya buat non Jenny, tapi sekarang buat non Eliza saja. Kan non Eliza jadi mainan baru kami sekarang. Tapi nanti non Eliza pasti nagih lho”, bisik Umar dengan nada yang menjijikkan.
Ingin aku menamparnya, kurang ajar betul kata katanya tadi barusan, tapi tak ada keberanian untuk melakukan itu. Tak tahu penis Umar ini seperti apa, yang jelas tubuhku rasanya dirobek jadi dua bagian ketika penis penis itu semakin dalam menembus liang vagina dan liang anusku.
Dengan beberapa kali hentakan, akhirnya kedua penis itu menancap sempurna, dan mereka mengerang karena penis mereka terjepit kedua liang kenikmatanku yang masih sangat sempit ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Sedangkan aku merintih rintih kesakitan, tapi tak ada rontaan yang kulakukan.
Aku belum gila untuk melakukan itu, selagi liang vagina dan liang anusku terasa sangat penuh seperti akan robek.
Rasa sakit yang menghantam selangkanganku ini benar benar menyiksaku. Apalagi ketika Supri mulai menggerakkan penisnya sedikit, sedikit dan akhirnya mulai memompa liang vaginaku. Aku menggeleng gelengkan kepala kuat kuat, rasanya ingin pingsan saja.
Di tengah penderitaan ini, samar samar kudengar Jenny kembali memohon pada mereka untuk menghentikan semua ini.
“Non Jenny, kalau non iri biar kami bertiga yang memuaskan non sekarang”, kudengar suara yang menjawab permohonan Jenny itu.
Jenny terdiam, dan aku bisa melihat Jenny tak bereaksi sama sekali ketika tiga orang yang menahannya itu mulai mengerubutinya.<br />
<br />
<br />
<br />
Jenny terus melihatku dengan tatapan sedih, membuat aku jadi terharu. Air mataku mengalir pelan di pipiku. Ia masih memikirkan nasibku selagi dirinya juga bernasib tak kalah buruk dibanding diriku.
“Lhoo, amoy kita menangis nih”, ejek Supri.
“Masih sakit ya? Kontolku dan kontol Umar kegedean ya buat memek Non? Sudah tak perawan kok masih seret gini Non? Kapan kehilangan tuh perawan? Masih baru ya?”, Supri terus menghinaku.
Aku membuang muka, tak sudi memperlihatkan wajahku pada buruh bejat ini.
Aku berusaha bertahan dari rasa sakit yang luar biasa pada liang vaginaku, dan aku sudah berada dalam keadaan antara setengah sadar dan tidak. Tiba tiba Umar menggantikan Supri memegang pahaku, hingga payudaraku sementara bebas dari remasan dan pelintiran tangan jahil Umar.
Supri kemudian mengarahkan wajahku ke hadapannya dengan kasar, karena sejak tadi aku selalu membuang muka, membuat keinginan Supri untuk melumat bibirku sejak tadi tak pernah berhasil.<br />
<br />
<br />
Aku memejamkan mata, berusaha tak melihat wajah amburadul dari orang yang kini sudah melumat bibirku dengan ganas.
Cairan cinta di dalam liang vaginaku bertambah banyak, seolah mengerti kalau harus melumasi dinding liang vaginaku yang sedang dipompa sebuah penis besar.
Entah kenapa, rasa sakit di liang anusku mulai berkurang, padahal aku tak merasa genjotan itu berkurang, malah mungkin makin gencar. Mungkin anusku sudah mulai bisa beradaptasi menerima sodokan sodokan penis yang tadinya begitu menyiksaku.
Aku tak bisa bernafas ketika lumatan pada bibirku itu semakin ganas. Tanganku yang sejak tadi terjuntai lemas menunjukkan kepasrahanku, kini kupakai mendorong muka Supri.
Tapi pagutannya itu tidak lepas juga hingga aku makin tersiksa karena kehabisan nafas, dan aku memukul mukulkan tanganku pada bahunya itu.
“Aahh… uhuuk…” aku terbatuk batuk dan sebisa mungkin bernafas ketika akhirnya Supri melepaskan pagutannya pada bibirku.<br />
<br />
<br />
Dengan nafas tersengal sengal, aku bersandar pada bahu Umar yang ada di belakangku. Lemas sekali rasanya dipermainkan dua begundal ini. Seiring dengan lenyapnya rasa sakit di liang vaginaku dan juga liang anusku, aku mulai bisa merasakan nikmat dari pompaan penis penis itu di selangkanganku.
Perlahan, gairahku kembali naik, nafasku mulai memburu. Jantungku kembali berdetak lebih kencang, bahkan kini aku sudah tak mendapatkan masalah ketika tubuhku sedikit menggeliat keenakan. Benar benar aneh, rasa sakit itu memang masih ada, tapi sudah hampir hilang.
Kini yang terasa olehku hanyalah rasa nikmat akibat teraduk aduknya liang vagina dan liang anusku oleh penis penis yang besar ini. Aku tak tahu kalau hal ini membuat Jenny takjub melihat ketahanan tubuhku, karena ternyata dulu ia sampai pingsan pingsan saat pertama kali diperkosa oleh para buruhnya ini, yang nanti akan ia ceritakan padaku setelah pembantaian ini selesai.
Dan rasa nikmat yang kuterima ini makin lama makin menjadi. Aku mulai merasakan ngilu yang nikmat pada kedua liangku ini.<br />
<br />
<br />
<br />
“Ngghhh… ohhh…. Oooh…aduuuh… auuh… nggghhh”, aku melenguh dan melenguh, akhirnya tubuhku mengejang hebat.
Aku orgasme dalam sandwich-an Supri dan Umar di udara. Kakiku melejang lejang, tubuhku menggeliat dan tersentak sentak sampai tertekuk tekuk ke belakang, urat leherku rasanya menegang, sungguh nikmat yang luar biasa, walaupun ini bukan multi orgasme.
Cairan cintaku membanjir dan semakin melumasi penis Supri yang jadi semakin lancar menerjang dan memompa liang vaginaku. Aku tak tahu sudah berapa lama berada dalam dekapan kedua orang ini, tiba tiba Umar menggeram dan kurasakan tubuhnya sedikit berkelojotan.
“Oh… nooon Eliizaaa… enaaknya…”, racau Umar.
Penisnya berkedut kedut, lalu menyemprotkan sperma dalam liang anusku. Tak terlalu banyak, tapi terasa begitu hangat dan nyaman, seolah menghapus rasa sakit yang sempat mendera liang anusku dengan kejam.<br />
<br />
<br />
Penis Umar memang mengecil dan terus mengecil, tapi sampai semenit aku dipompa oleh Supri yang kelihatannya juga akan orgasme, penis Umar belum juga lepas dari anusku.
Rasanya penis Umar itu masih lebih panjang dari penisnya pak Edy wali kelasku. Bahkan dalam keadaan begini pun masih lebih keras. Aku jadi semakin yakin, pak Edy itu mengalami gangguan ereksi. Tak salah jika waktu itu Girno cs mentertawakan pak Edy.
Tapi yah… apa perduliku?
Tiba tiba penis Supri berkedut membuyarkan lamunanku, membuatku memeluk lehernya. Supri akan orgasme, takutnya ia menjadi lemas dan aku bisa terjatuh jika Umar melepaskanku. Reflek kakiku juga kulingkarkan pada pinggangnya, hingga pegangan Umar pada pahaku terlepas, juga penisnya yang semakin kecil tertarik lepas dari anusku yang langsung terasa lebih lega.
Supri menggeram, penisnya yang tertanam makin dalam pada liang vaginaku membuatnya tak tahan lagi, dan menyemprotkan spermanya dengan gencar. Tangannya mendekap pinggangku erat, membuat aku kembali merasa kesakitan, untungnya hanya sebentar.
Supri melepaskan penisnya, dan mendudukkan aku di ranjang, di sebelah ranjang tempat Jenny dikerubuti tiga orang buruh tadi. Aku memegangi bibir vaginaku yang liangnya tadi serasa dirobek robek oleh penis penis raksasa yang menghunjami liang vaginaku ini.
Tapi lama lama sakitnya tak begitu terasa lagi, kini aku mengistirahatkan tubuhku di ranjang itu, aku tiduran sejenak untuk mengatur nafasku. Jangan tanya keringatku, begitu basahnya tubuhku bahkan sampai rambutku basah kuyup seperti baru keramas saja.<br />
<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.co.id/2017/07/eliza04-dirumah-jenny-part05.html">BERSAMBUNG LOH GUYS</a>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-4520133420192191232017-07-31T03:13:00.002-07:002017-07-31T03:17:37.824-07:00ELIZA04 : DIRUMAH JENNY PART03Menuju Malapetaka<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s1600/aa13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="450" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s200/aa13.jpg" width="150" /></a></div>
Aku bimbang antara mencari Jenny atau kembali saja ke kamar menunggunya. Akhirnya aku memutuskan untuk memberanikan diri untuk mencari Jenny ke dalam sana, toh selama ini mereka tak pernah berbuat macam macam.
Lagian, aku kan cuma masuk sampai ke pintu, melihat apakah Jenny ada di dalam.
Maka aku masuk membuka pintu itu, dan aku baru ingat kalau aku harus masuk lebih dalam untuk bisa melihat situasi ruang produksi itu. Ketika aku sudah di dalam, aku melihat pemandangan yang benar benar hampir membuat jantungku berhenti berdetak.<br />
<br />
<br />
Empat orang laki laki yang bekerja di situ memang terlihat bekerja seperti biasa. Tapi dengan pandangan tak percaya, aku melihat Supri sedang menggenjot Jenny yang masih memakai seragam sekolah, walaupun Jenny sudah tidak mengenakan rok dan celana dalam yang sudah tercecer di lantai.
Jenny terlihat begitu pasrah, tampaknya mereka sedang melakukan quicky sex, dan tak menyadari keberadaanku di tempat produksi ini.<br />
<br />
<br />
Sementara empat orang yang sedang bekerja itu seperti tak perduli dengan persetubuhan yang dilakukan Jenny bersama Supri
Seakan memang sudah takdir, tiba tiba angin bertiup begitu kencang dan membuat pintu di belakangku, satu satunya tempat untuk keluar dari tempat ini, tertutup keras, membuat mereka semua menoleh ke arahku.
Tentu saja harusnya mereka menoleh ke pintu, tapi kini perhatian mereka semua tertuju padaku, terutama Jenny yang kulihat begitu pucat, mulutnya ternganga, tanpa mengeluarkan suara, matanya menatapku seolah tak percaya aku ada di sini.<br />
<br />
<br />
<br />
Setelah beberapa detik, aku tersadar akan bahaya yang mengancamku sekarang ini. Aku berpikir kalau aku harus mencari bantuan, mungkin dari warga sekitar atau siapapun untuk menyelamatkan diriku, juga demi menyelamatkan Jenny.
Dengan panik aku memutar handel pintu itu, entah kenapa kali ini rasanya sulit sekali terbuka, membuat semua sudah terlambat bagiku untuk menyelamatkan Jenny, apalagi menyelamatkan diri.
Tubuhku yang mungil ini disergap oleh empat orang lelaki yang mengerikan ini, kedua tanganku sudah ditelikung ke belakang seperti polisi yang hendak memborgol penjahat tangkapannya.
“Aduuuh… sakiiit…”, aku merintih kesakitan.
Tentu saja tak ada yang perduli, dan mereka menggiringku masuk ke dalam, sambil meraba dan meremas payudara dan pantatku.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku hanya bisa meronta panik, namun jelas tidak ada artinya. Selain rontaanku memang tak begitu kuat karena rasa sakit yang mendera pangkal lenganku, seandainya aku tidak sedang ditelikung begini pun aku tahu tak akan sanggup berbuat banyak menghadapi para buruh yang sudah seperti kerasukan iblis ini.
“Jangaan.. jangan temankuu.. lepaskan dia.. bajingan kalian semuaaa…. Jangan Eliza…”, Jenny yang berteriak panik meronta, berhasil melepaskan diri dari Supri yang tak terlalu konsentrasi mendekapnya, dan menerjang ke arahku yang sedang dalam cengkeraman empat orang buruh ini.
Jenny dengan buas menghantam si gorila yang meremas payudaraku hingga begundal itu kesakitan, melepaskan remasannya pada payudaraku yang kanan sambil menyumpah nyumpah. Berikutnya aku sampai tertegun melihat Jenny sudah akan menghantam si tengkorak hidup yang meremasi payudaraku yang kiri ini.<br />
<br />
<br />
Tapi tiba tiba tangan Jenny sudah ditahan oleh si gorila yang tadi dihantam Jenny pertama kali, kini sudah tertelikung dengan mudahnya, dan sebuah pisau yang biasanya digunakan untuk memotong tali pengikat karung, sudah menempel di leher Jenny.
Supri menodongkan pisau itu dengan sikap yang mengancam sekali.
“Jangaaan… kalian jangan lukai Jenny… baik… baik… aku menyerah. Tapi lepaskan pisau itu ya… tolong… jangan lukai Jenny… aku akan melayani kalian, sungguh…”, aku memohon dan mulai menangis ketakutan.
Dalam kepanikanku, tadi aku berusaha memberikan penawaran sebagus mungkin, yaitu pelayananku yang otomatis juga berarti tubuhku, supaya mereka tidak mencelakai Jenny.
“Tolong… lepaskan Eliza.. dia gadis baik baik, masih perawan.. jangan rusak dia.. cukup aku saja… tolonglah…”, Jenny kini menangis tersedu sedu, dan berkata di antara isak tangisnya.
“Jen, nggak apa apa Jen, aku sudah nggak virgin kok Jen”, aku berkata lemah.
Jenny memandangku tak percaya, sementara lima orang yang menguasai kami ini tertawa menjijikkan.
“Wah jaman sekarang ini memang susah ya cari amoy perawan.<br />
<br />
<br />
<br />
Tapi gak apa apa, yang ini.. siapa namanya tadi? Eliza? Kamu cantik sekali, nggak kalah sama anak majikan kami”, kata Supri sambil mencolek daguku, membuatku hampir muntah betulan sangking jijiknya.
Sudah wajah amburadul gitu, masih bisa bisanya dia menghinaku. Memangnya dia itu siapa sih?
“Teman teman, sekarang waktunya pesta amoy dulu. Ayo cepat kita mulai, waktu kita tidak banyak, kira kira jam setengah tujuh malam nanti majikan kita sudah pulang, dan kita akan lembur selesainya acara pesta amoy ini, supaya bos tetap puas dengan kerja kita”, sambung Supri dengan gayanya yang menjijikkan, mungkin ia yang paling berkuasa di antara para buruh ini.
“Eliza.. maaf ya… Aku harusnya tidak mengajakmu menginap hari ini, maafkan aku ya Eliza”, kata Jenny yang terlihat merasa sangat bersalah.
“Jen, nggak perlu minta maaf Jen.. bukan salahmu kok Jen.. Kamu kan sudah menyuruhku menunggu di kamar, aku sendiri yang keluar mencari kamu…” aku berusaha mengibur Jenny, walaupun aku berada dalam situasi yang sama dengannya.
<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.co.id/2017/07/eliza04-dirumah-jenny-part04.html">BERSAMBUNG, DITUNGGU YA</a>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-44415891961679346642017-07-31T03:09:00.002-07:002017-07-31T03:13:49.371-07:00ELIZA04 : DIRUMAH JENNY PART02Di Rumah Jenny<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s1600/aa13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="450" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRZLG2XTTWN9NFU_fkb3BxkKtsKWAaIA97ZP4NzYx1t7dcjilTZEbeLN9jzZkOleXbnzySZ6e2iyYTwz0dkxcI3JX5I-OMIYUR39emexHMwaDXsqknwX2pQxAFFin3fgAuyxOvMQjpwXk/s200/aa13.jpg" width="150" /></a>Kami tiba di rumah Jenny sekitar jam tiga sore. Jenny menekan bel pintu rumahnya, dan tak lama kemudian seorang pria yang mirip tengkorak hidup sangking kurusnya, muncul dari dalam dan membuka pintu untuk kami.
“Pak, papa mama ada?”, tanya Jenny ketika pintu rumahnya itu sudah terbuka.
“Baru pergi semua non”, jawab orang itu cepat.
“Ke mana?”, tanya Jenny lagi.
“Katanya tadi mengantar Denny ke dokter gigi”, jawab si tengkorak hidup itu.
“O… ya udah makasih pak”, kata Jenny yang lalu mengajakku masuk ke dalam.<br />
<br />
<br />
Ketika kami sedang melepas sepatu dan kaus kaki, Jenny tertawa dan bercerita padaku, tadi sebelum pergi ke sekolah, ia melihat adiknya menangis sambil memegangi pipinya.
“Ih… kok diketawain sih? Kan kasian sakit gigi gitu”, aku mengomel pada Jenny.
“Habis tadi itu tampang adikku lucu sekali deh. Eh Eliza, sambil menunggu mereka pulang, kita nyantai di kamarku yuk!”, ajak Jenny sambil menggandeng tanganku.
Aku menurut saja, dan sesaat kemudian kami sudah asyik di dalam kamar Jenny.<br />
<br />
<br />
Musik kesukaan Jenny yang kebetulan juga kesukaanku mengalun lembut. Sambil melihat lihat koleksi CD lagu milik Jenny, beberapa kali aku dan Jenny mengobrol tentang lagu favorit dan artis penyanyi kesukaan kami masing masing.
Jenny sedang bersantai di ranjangnya sambil membaca majalah, ketika aku merasa ingin buang air besar.
“Jen… aku mesti ke WC nih”, aku mengeluh pada Jenny
“Ya udah ke sana aja, kamu udah tau tempatnya kan” kata Jenny santai.
Aku mengangguk dan segera pergi ke WC yang letaknya tak jauh dari kamar Jenny ini.
“Eliza, nanti kamu tunggu di kamarku ya. Aku mau beres beres rumah dulu, hari ini kebetulan pembantu di rumahku lagi pulang nih”, tiba tiba aku mendengar suara Jenny selagi aku masih ada di dalam kamar mandi ini.
“Iya Jen”, jawabku dengan suara yang cukup keras untuk memastikan Jenny mendengar jawabanku.<br />
<br />
<br />
Setelah aku selesai buang air, aku segera kembali ke kamar Jenny, dan melanjutkan melihat lihat koleksi CD lagunya. Aku begitu asyik memilih milih koleksi Jenny itu ketika tiba tiba jam dinding di kamar Jenny berbunyi menunjukkan pukul 16:00.
Tiba tiba aku jadi merasa nggak enak. Masa aku diam saja bersantai santai di dalam kamarnya Jenny, sementara Jenny lagi bersih bersih rumah?
Maka aku keluar mencari Jenny untuk membantunya. Selain itu nggak enak juga kan ditinggalkan sendiri di kamar orang lain seperti ini?Aku mencari Jenny di semua ruangan rumahnya yang besar ini, cukup lama, tapi tak kunjung menemukan Jenny.<br />
<br />
<br />
<br />
Ia seperti menghilang saja. Aku melihat toilet, kosong. Mau membuka kamar adiknya atau ortunya, segan juga. Kucari dia di ruang makan dan beberapa ruangan lain yang sekiranya tak ada unsur privacy, juga tak ada.
Kini tinggal sebuah ruangan, yang dari dalamnya kudengar ada suara yang cukup gaduh. Aku berpikir, mungkin saja Jenny ada di dalam sana, sedang melihat pekerjaan para buruh sandal itu.
Orang tuanya Jenny memang membuka usaha produksi sandal jepit di rumah, dan jam kerjanya antara jam delapan pagi sampai jam enam malam.
Aku pernah melihat mereka. Ada lima orang yang bekerja di belakang sana. Aku ingat dua orang di antara mereka tubuhnya tinggi besar dan kekar, mungkin tinggi mereka hampir 185 cm.
Mereka berdua itu adalah Supri dan Umar.<br />
<br />
<br />
Aku mengetahui nama mereka berdua ini waktu papanya Jenny memanggil mereka untuk bantu mengangkat sebuah mesin, entah mesin apa, ke sebuah mobil pickup.
Kulit mereka berdua ini sama sama begitu hitamnya. Bau badan mereka nggak usah ditanya lagi, sama memusingkannya deh dengan bau tiga pejantan di rumahku kalau mereka lagi keringatan. Dan wajah mereka berdua ini, ampun deh, benar benar kacau.
Wajah Supri itu agak mengerikan, dengan penuh bopeng di hampir seluruh wajahnya yang memang sudah amat jelek itu, jadi sebenarnya bopeng bopeng ini cuma membuat wajah Supri ini sedikit lebih jelek saja. Bisa kan bayangkan betapa amburadulnya?
Dan tentang Umar, kira kira monyongnya mulutnya itu membuatnya mirip monyet kali. Kulit wajahnya juga bopeng, tapi tak sampai separah Supri.<br />
<br />
<br />
Walau begitu, hal ini tak menolong sama sekali, tetap saja wajah itu begitu jelek di mataku, benar benar nggak penting untuk dilihat deh.
Dan tiga rekannya yang lain aku juga pernah melihat. Aku tak tahu nama mereka, tapi yang jelas wajah mereka bertiga ini tak lebih baik dari kedua orang yang kutahu namanya ini. Ada yang giginya tongos, mirip Boneng, cuma yang ini lebih parah kali ya.
Tubuhnya tak begitu besar, juga tidak tinggi, tapi bulu bulu badannya amat lebat menjijikkan seperti gorilla saja. Yang satunya lagi, rambutnya gundul plontos, bibirnya seperti sumbing. Gendut lagi, perutnya buncit juga. Aduh… orang ini kalau berjalan, perutnya bergoyang goyang seperti sebuah kantung lemak yang diayun ayunkan, mengerikan lah pokoknya.
Lalu, orang yang terakhir ini tak kurang ‘spektakuler’. Kontras dengan si gendut tadi, orang ini bertubuh amat kerempeng, tulang tulangnya seperti menonjol menegaskan kekurusannya, sekilas terlihat seperti sudah tua dan penyakitan.<br />
<br />
Padahal menurut Jenny orang itu usianya baru 32 taun, tapi menurutku orang itu terlihat seperti sudah umur 45 taun lebih gitu. Sudah begitu sama plontosnya, tapi kumisnya tebal sekali. Kedua matanya amat besar, kalau dilihat lihat lagi, sekilas mirip tengkorak hidup berkumis.
Aku sering merasa tak nyaman jika berada di sekitar mereka. Pernah aku diajak ortu Jenny melihat lihat tempat produksi sandal di belakang rumah ini, setelah aku diberi sepasang sandal fashion dari salah satu produknya. Aku terpaksa ikut melihat lihat, nggak enak kan kalo nggak ikut? Dan waktu di tempat produksi itu, kurasakan tatapan mata mereka berlima itu, penuh nafsu, seolah ingin menelanjangiku.
Risih sekali rasanya dipandangi oleh mereka. Dan aku teringat tadi, si tengkorak hidup yang membuka pintu ketika kami pulang tadi, ia sempat menatapku dan Jenny seperti akan menelan kami berdua bulat bulat, sementara Jenny sempat terlihat agak canggung juga.
<br />
<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.co.id/2017/07/eliza04-dirumah-jenny-part03.html">BERSAMBUNG YA GUYS</a>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-60678114019611889342017-07-31T03:05:00.002-07:002017-07-31T03:09:38.995-07:00ELIZA04 : DIRUMAH JENNY PART01<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8rCJBdW4Bvk-5okauK7VX5jNsKYQf0nPXD0DtJSfI_Ga_gbCbv8jfLINQZrg8QKQPYlZIG4nokJNyUV6A4eGbeSE57pJJ_VLE02bbF_zdt8E_0aBEO_sKTRwIzWlq5013ZX3Hg8v3HLw/s1600/aa13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="JENNY" border="0" data-original-height="600" data-original-width="450" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8rCJBdW4Bvk-5okauK7VX5jNsKYQf0nPXD0DtJSfI_Ga_gbCbv8jfLINQZrg8QKQPYlZIG4nokJNyUV6A4eGbeSE57pJJ_VLE02bbF_zdt8E_0aBEO_sKTRwIzWlq5013ZX3Hg8v3HLw/s200/aa13.jpg" title="" width="150" /></a>Sambil menunggu bel masuk sekolah siang, aku bercanda dengan Jenny, teman sekelasku yang duduk sebangku denganku. Kami tertawa riang, menggosip dan kadang saling menggoda.
Aku kenal dengan Jenny sejak awal masuk SMA, walaupun waktu itu kami belum sekelas.<br />
<br />
Sifat Jenny yang periang membuat aku cocok sekali dengannya dan dan kami dengan cepat menjadi teman baik. Aku jadi sering mengobrol dengan Jenny setiap kami bertemu.
Jenny, anaknya cantik, tubuhnya yang sedikit lebih pendek dariku, yaitu 155 cm, terlihat sangat ideal dengan berat badannya yang cuma 41 kg.<br />
<br />
Sama seperti aku, ia juga gadis Chinese, berambut lurus, hitam dan panjang sampai ke punggung. Kulitnya putih sekali, sedikit lebih putih dariku.
Kami berdua suka saling memuji kecantikan masing masing. Kalau menurutku, ia memang cantik sekali, bahkan kokoku yang pernah melihatnya main ke rumahku juga mengatakan ia cantik, padahal kokoku termasuk cerewet untuk ukuran cewek.
Dan hari ini ia menggosip tentang adanya informasi bahwa kami akan pulang cepat.
“Eliza, kamu tahu nggak, nanti kita bakal pulang cepat nih!”, katanya dengan senyum bahagia.
“Memangnya ada apa Jen”, tanyaku penasaran.<br />
<br />
<br />
Info yang dia dapat biasanya akurat nih, maka aku jadi senang.
“Katanya guru guru akan rapat, jadi kita akan pulang pada jam istirahat pertama”, jawabnya dengan senyumnya yang lucu, membuatku tertawa.
Kini aku menunggu dengan penasaran, apakah memang kita kita bakalan pulang pagian. Aku sudah membayangkan, akan pergi ke Tunjungan Plaza, jalan jalan atau mencoba makanan baru di sana.
Benar saja, pada waktu bel berbunyi, seperti biasa kami berdoa dipimpin oleh salah satu guru, yang waktu selesai doa, mengumumkan kalo hari ini pelajaran berlangsung setengah jam per jam pelajaran, dan kami akan pulang pada jam istirahat pertama karena guru guru akan rapat.
Artinya, 1 jam lagi dari sekarang, yaitu jam dua siang, kami bebas dari aktivitas sekolah.<br />
<br />
<br />
Jenny langsung mengiyakan ketika aku mengajaknya pergi ke Tunjungan Plaza sepulang sekolah nanti. Kami melewati dua jam pelajaran ini dengan gembira sehingga tak terasa sudah waktunya kami bersenang senang.
Jenny
Sempat terbersit di pikiranku, untung deh hari ini nggak sampai jam terakhir, geografi yang diajar oleh pak Edy, yang kemarin Sabtu dengan tak tahu malunya ikut andil waktu aku digangbang di UKS itu. Jadi teringat, dia cepat keluar, dan penisnya lembek. Mungkin dia akan segera impoten kali?
“Hei Eliza, siang siang ngelamun, awas kesambet lho!” seru Jenny sambil menepuk bahuku dengan keras, membuat aku amat kaget.<br />
<br />
<br />
Dengan pura pura marah aku mengejar Jenny yang kabur menghindari cubitanku. Kami akhirnya masuk ke mobilku setelah Jenny menemui sopirnya dan menyuruh bapak itu langsung pulang. Dan kami segera berangkat menuju Tunjungan Plaza.
Perjalanan itu lancar lancar saja, sampai tiba tiba ketika di jalan Basuki Rahmat entah kenapa laju mobilku jadi tersendat sendat.
“Aduh.. apaan sih? Masa mobil baru kok sudah mogokan?”, omelku dengan sebal.
“Sabar Eliza, yuk kita minggir dulu deh. Itu kebetulan di sebelah kanan ada bengkel buat mobilmu lho”, hibur Jenny.
Aku baru ingat, kebetulan di sebelah kanan ada Istana Mobil Surabaya Indah (IMSI), showroom sekaligus bengkel, tempat papaku membelikan mobil ini untukku.<br />
<br />
<br />
Maka aku menyalakan lampu hazard mobilku, dan dengan susah payah akhirnya aku berhasil memasukkan mobilku yang jalannya tersendat sendat ini ke dalam parkiran IMSI, dan mungkin karena agak lambat, tadi sempat diiringi klakson dari mobil yang ada di belakang mobilku.
Aku menggerutu dalam hati, orang orang di belakang itu tak sabar amat sih, masa nggak bisa memaklumi mobilku yang lagi rusak. http://kisahbb.wordpress.com/category/eliza-series-by-diankanon/
Di dalam bengkel, aku melaporkan keluhan tentang mobilku. Yah, paling tidak reaksi mereka cukup bagus, dan segera memeriksa mobilku.<br />
<br />
<br />
Ternyata ada spare part yang rusak, tapi mereka lagi kehabisan stok, dan mereka berjanji paling lambat besok siang mobilku sudah selesai diperbaiki, karena sekarang juga mereka pesan dari Jakarta.
“Yah, Jen… hari ini pulang naik taxi deh. Nggak apa apa kan? Aduh.. kalau tau bakal begini, tadi sopirmu nggak usah disuruh balik dulu ya” kataku pada Jenny.
“Kalau gitu kamu nginap aja sekalian di rumahku Eliza. Menghemat uang taxi, dan besok kan kamu bisa kuantarkan dulu ke sini”, Jenny malah menjawab dengan ide yang menyenangkan.
Aku mengangguk senang. Kira kira sudah tiga kali aku menginap di rumah temanku ini untuk bikin tugas kelompok. Keluarganya ramah, ortunya baik denganku, juga adiknya Jenny.<br />
<br />
<br />
Jenny adalah anak tertua di keluarganya, dia punya seorang adik laki laki yang masih berumur 12 tahun, Denny namanya.
Soal baju, sama sekali tak masalah. Aku bisa pinjam bajunya Jenny, karena tubuh kami memang seukuran, mulai dari pinggul, pinggang sampai payudara kami seukuran semua. tinggi badan kami pun cuma selisih satu atau dua sentimeter Setelah membereskan administrasi, aku dan Jenny nggak jadi ke Tunjungan Plaza, tapi kami langsung pulang menuju rumahnya dengan naik taxi.
<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza04-dirumah-jenny-part02.html">BERSAMBUNG YA GUYS</a>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-42668491518348520012017-07-30T22:45:00.000-07:002017-07-31T06:02:59.203-07:00ELIZA 06-1 : kisah ci elvira<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz5cweI1Co1k0_mK1dtCxX7RV-y88r5wH-sKqAfivIu1IcDQZcjB3d-_MNjEyVWK6LQwdkoI5Fq_nP5Il2_Z8rWNxrK0KEPAHLyJ0zw5UFb6oBFA0XMrSLuHHQNfN2bCfNILJfIIKlY3Y/s1600/photo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="900" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz5cweI1Co1k0_mK1dtCxX7RV-y88r5wH-sKqAfivIu1IcDQZcjB3d-_MNjEyVWK6LQwdkoI5Fq_nP5Il2_Z8rWNxrK0KEPAHLyJ0zw5UFb6oBFA0XMrSLuHHQNfN2bCfNILJfIIKlY3Y/s200/photo.jpg" width="200" /></a>“Stanley… jangan jauh jauh dari cie cie”, aku setengah berteriak mengingatkan Stanley yang terus berlari ke arah lain dari tempat duduk kami di kereta api. Aku terpaksa mengejarnya, kuatir kalau ada apa apa dengan sepupu kecilku itu. Keluargaku dan keluarga Suk Sing sudah terlelap ketika tadi Stanley membangunkanku minta ditemani ke toilet.<br />
<br />
Ketika selesai, aku masuk ke toilet sebentar untuk mencuci muka, dan waktu aku keluar, aku melihat Stanley berlari ke arah gerbong yang salah dan begitu cepat menghilang dari pandanganku, memaksaku untuk berlari lebih cepat. Seorang pedagang asongan nyaris kutabrak ketika aku berlari memasuki gerbong kelas ekonomi, tempat yang sangat sangat asing bagiku.<br />
<br />
“Non.. hati hati, kalo gue jatuh gimana?”, pedagang asongan itu mengingatkanku. “Maaf pak, saya buru buru, mencari sepupu saya”, aku meminta maaf dengan sopan, lalu segera melanjutkan mencari Stanley. Beberapa gerbong kulalui, sampai akhirnya aku tertegun saat menemukan seorang wanita cantik yang ternyata adalah Cie Elvira!
Bukan karena menemukan Cie Elvira duduk di gerbong kelas ekonomi seperti ini yang membuatku tertegun, tapi pandangan Cie Elvira yang dingin menusuk terhadapku, murid kesayangannya di sekolah balet.<br />
<br />
Cie Elvira benar benar terlihat lain, seolah ini adalah sisi lain dari dirinya yang biasanya lembut dan harusnya menyayangiku seperti adiknya sendiri.
“Cie… Cie Vira juga ke Jakarta?” tanyaku berusaha memecah kekakuan yang tak wajar ini. Tiba tiba aku merasa ada sebuah tangan yang menyusup dari bawah rokku dan meraba selangkanganku.<br />
<br />
Belum sempat aku menoleh untuk melihat siapa pelaku kekurang ajaran ini, kedua tanganku sudah terentang, kedua pergelangan tanganku yang mungil dicengkeram erat oleh dua orang penumpang yang sudah berdiri dari tempat duduknya.
Ketika kedua payudaraku diremas oleh beberapa tangan, aku mulai meronta panik menyadari keadaanku yang sudah dalam bahaya ini, sambil berusaha meminta tolong. “Cie Vira.. tolong Liza cie…”, aku memohon pertolongan, tentu saja kepada Cie Elvira, satu satunya orang yang kukenal di gerbong ini.<br />
<br />
Tapi benar benar aneh, ia hanya mematung, sebuah senyuman sinis terukir di wajahnya.
“Kalian buka roknya. Amoy sok cantik ini pasti memakai g-string. Aku sudah tau kalau dia ini amoy penggoda. Wajahnya saja kelihatan kalem dan baik baik seperti malaikat, tapi di sekolah kerjanya ngeseks dengan satpam dan tukang sapu. Paling di rumah juga ngeseks sama sopir dan kacung kacungnya”, kata cie Elvira dengan jahatnya.
“Cie..?”, kata kata cie Vira tadi membuat aku memandangnya pilu tak percaya, tanpa mampu membantah apa apa karena memang begitulah kenyataanya.<br />
<br />
Yang membuatku heran, darimana Cie Elvira bisa tahu semua itu? Lamunanku terputus ketika Cie Elvira dengan kejam melanjutkan kata katanya, “Lepaskan roknya. Kalau ternyata memang dia pake g-string, kalian langsung gilir dia ramai ramai di gerbong ini, keroyok juga boleh”.
Celaka.. aku tak tahu apakah aku mengenakan g-string atau tidak.<br />
<br />
Aku sudah akan menjerit, ketika orang yang melorotkan rokku ke bawah berkata, “Teriak saja lo, amoy cantik. Gak usah lu teriak juga kami pasti panggil orang orang di gerbong tetangga, berbagi kesempatan mencicipi tubuh non amoy yang putih mulus ini”.<br />
<br />
Aku sadar, tak ada gunanya lagi aku berteriak ataupun meronta.
Maka aku hanya pasrah saja ketika mereka semua bersuit mengagumi keindahan selangkanganku yang memang terlapis g-string. Kaus tanpa lengan yang kukenakan ditarik dari berbagai arah hingga robek tercabik cabik. Kini aku hanya tinggal mengenakan bra tipis transparan dan g-string, dan mereka terlihat jelas sudah begitu bernafsu untuk melahap tubuhku ramai ramai.
“Betul kan? Dasar lonte.<br />
<br />
<br />
Dia kegatelan main seks sampai gak bisa bangun lagi, makanya pakai pakaian dalam yang menggoda kaum lelaki. Ya sudah, kalian perkosa saja perek ini habis habisan”, perintah cie Elvira dengan tanpa perasaan. Baru kali ini aku disebut lonte dan perek, dan itu dilakukan oleh orang yang aku kagumi, tanpa sadar aku menitikkan air mata, perasaaanku amat terluka.<br />
<br />
<br />
Aku sudah tak bisa bereaksi apapun ketika braku yang transparan terbuat bahan yang tak mudah robek itu direnggut paksa hingga tali talinya putus, sementara g-stringku dengan mudah ditarik putus hingga kini aku sudah tersaji polos di tengah kerumunan orang orang dari berbagai kalangan, sebagai budak seks mereka.
Sebuah tikar milik seorang pengemis yang tak terlihat tua, dibeber di lantai gerbong ini, lalu pengemis yang sudah melepas celananya hingga telanjang di bagian bawah itu tidur di tikar itu dengan penis yang sudah mengacung tegak.<br />
<br />
Beberapa orang memondongku dan mengangkat kedua pahaku ke samping kanan kiri, lalu membimbing tubuhku menindih pengemis itu, dan vaginaku mulai menelan penis yang lumayan besar itu.
“Aduuh… sakiiit…”, aku mengerang, tubuhku menggeliat tapi mereka menekan tubuhku ke bawah hingga penis itu tertelan seluruhnya oleh vaginaku.<br />
<br />
<br />
Rasanya sakit sekali karena selain belum adanya pelumas sedikitpun di liang vaginaku, proses penetrasi ini berlangsung begitu cepat. Kedua payudaraku langsung diremas oleh pengemis itu dengan kasar, hingga aku menggeliat kesakitan.
Aku hanya bisa pasrah, perkosaan masal yang akan meluluh lantakkan tubuh mungilku ini sudah dimulai. Pedagang asongan tadi sudah membuka celananya, lalu menyodorkan ke mulutku. “Isep non amoy. Jangan coba coba menggigit, tahu sendiri akibatnya”, perintahnya penuh ancaman.<br />
<br />
<br />
Aku tahu aku harus menurutinya, daripada ia nanti melukaiku.
Kuhisap penis yang bau itu, mungkin pemiliknya tak mandi berhari hari, membuatku hampir muntah, tapi kutahan sekuatnya. Selagi aku disibukkan 2 penis yang sudah memasuki tubuhku, dua orang mengangkat tanganku, lalu memaksaku menggenggam dan mengocok penis mereka.<br />
<br />
Aku menuruti semuanya tanpa membantah, walaupun air mataku terus mengalir.
Hatiku amat pedih merasakan penghinaan ini, diperkosa ramai ramai di depan umum. Kurasakan ikat rambutku ditarik hingga rambutku tergerai bebas, tapi rambutku langsung ditarik oleh seseorang dari belakang, rupanya ia menggunakan rambutku untuk melibat penisnya, dan bermasturbasi.<br />
<br />
<br />
Aku benar benar tak berdaya, dijadikan obyek pemuas nafsu seks mereka semua.
“Nikmat ya, Liza? Kamu memang perek bermuka malaikat. Nggak heran banyak cowok yang mengejarmu, tapi mereka nggak tahu kalau kamu itu sebenarnya cewek bispak”, kata cie Elvira sinis ketika aku mulai merintih. Aku menangis tanpa suara mendapatkan hinaan demi hinaan dari cie Elvira yang entah kenapa begitu memusuhiku kali ini. Air mataku mengalir membasahi pipiku.<br />
<br />
<br />
Penis yang ada di mulutku mulai berkedut, menyemburkan sperma yang kali ini bagiku tak terasa enak, malah memualkan. Tapi aku berusaha menelan semuanya, daripada nanti aku mendapat perlakuan yang lebih kasar oleh mereka. Penis itu kukulum dalam dalam, batang penis yang mulai loyo itu kusedot dan kujilat memutar, membersihkan sperma yang masih tertinggal.
“Ooohhh. non amoy yang doyan peju! Semangat amat menelan pejuku.<br />
<br />
Kalau begitu kalian semua lebih baik keluarkan peju kalian di dalam mulut non amoy ini. oooh.. enaaak…”, ia mengerang keenakan setelah selesai menghinaku, karena aku yang sudah tak perduli lagi terus menghisap dan mengulum penis itu sampai bersih.<br />
<br />
Yang lain tertawa tawa, dan pedangang asongan yang kurang ajar ini memberikan giliran pada yang lain, menggantikan penisnya yang sudah loyo. Kembali mulutku dijejali penis yang rasanya tak karuan, sementara kurasakan leher belakangku basah. Ternyata orang yang bermasturbasi di belakangku dengan menggunakan rambutku sudah ejakulasi, semprotan spermanya entah berapa banyak membasahi rambutku.<br />
<br />
Tiba tiba dua penis yang kukocok dengan tangan itu juga berkedut, kemudian menyemprot tanpa terkendali membasahi wajahku. Kedua mataku terkena semprotan itu, hingga mau tak mau aku harus memejamkan mata. Aku sudah tak tahu lagi, apa yang terjadi denganku. Bergantian mereka memuaskan nafsu mereka dengan pelayananku, satu ejakulasi langsung digantikan oleh yang lain.
Wajahku sudah belepotan sperma, sementara rambutku sudah basah seperti keramas dengan sperma juga.<br />
<br />
Keadaan tubuhku tak lebih baik, entah berapa banyak sperma yang sudah kutelan, dan kurasakan kedua payudaraku juga basah, entah oleh semprotan sperma langsung atau terkena tetesan sperma yang mengalir dari wajahku.
Kurasakan penis dari pengemis yang menggenjot vaginaku dari bawah berkedut, membuatku sadar.<br />
<br />
Kini aku sedang dalam masa subur, dan aku tak ingat kapan aku terakhir minum obat anti hamilku. Dalam kengerian yang amat sangat, aku meronta berusaha melepaskan diriku sebelum sperma pemerkosaku ini keluar di dalam rahimku.
“Jangaaan… jangan di dalaaaam…. Aku tak mau hamiiil…”, teriakku begitu mulutku terlepas dari penis yang menyumbat erangan maupun suaraku sejak tadi. “Tahan tubuhnya! Jangan biarkan lonte ini melepaskan diri.<br />
<br />
Biar saja lonte ini hamil, supaya tak terus terusan merusak rumah tangga orang! Ini bayaran untuk ulahmu yang sudah memikat suamiku”, seru cie Elvira dengan jahatnya.
Semua membantu menekan tubuhku hingga penis itu tak mungkin kulepaskan dari vaginaku, dan ketika kurasakan semburan cairan hangat di liang vaginaku, aku menjerit pilu, “Cie Vira jahaaaat… apa salah Lizaaa…. Liza nggak pernah menggoda suami cie Viraaa….”.<br />
<br />
Tak kuasa menahan gejolak emosi ini, aku pingsan tak ingat apa apa lagi.
Entah berapa lama aku pingsan, sampai aku sadar dan mendapati diriku ada di kamar tidurku, mataku basah oleh air mata. Aku berusaha mengingat ingat, apa saja yang sudah terjadi pada diriku. Perlahan aku mulai sadar, hari ini adalah hari minggu, dan kemarin itu aku pulang jam 8 malam, lalu bercengkrama dengan keluarga.<br />
<br />
Baru aku mengerti, jadi tadi semua itu adalah mimpi buruk.
Sungguh mimpi yang aneh, makanya aku bingung, sejak kapan aku punya g-string? Juga, sejak kapan aku menggoda suami cie Elviira?? Aku memeriksa vaginaku, dan mendapati vaginaku begitu basahnya oleh cairan cintaku sendiri. Dengan panik aku mengorek vaginaku sendiri untuk memeriksa apakah ada sperma di dalamnya, karena kalau ada kan berarti gawat.<br />
<br />
Masa aku harus mengandung anak dari para pembantu atau sopirku?
Satu-satunya hal dari mimpiku yang merupakan kenyataan adalah aku sedang dalam masa subur sekarang ini dan aku lupa minum obat anti hamilku.<br />
<br />
Kalau sampai 2 pembantuku main gila seperti biasanya, membangunkanku dengan cara menyetubuhiku, aku kan bisa hamil? Untungnya aku tak menemukan adanya tanda tanda sperma di dalam liang vaginaku.
Jariku yang basah kukulum sambil menghela nafas lega, aku baru teringat ada kedua ortuku di rumah. Para pembantuku itu tentu saja tak akan berani sembarangan.<br />
<br />
Sudah sejak kepulanganku dari villa 2 minggu lalu, mereka tak bisa seenaknya minta jatah padaku. Kesempatan mereka mendapat pelayananku hanya saat aku di rumah sepulang dari sekolah, sampai kedua ortuku pulang dari rutinitas sehari hari menjaga toko.<br />
<br />
Itu berarti antara jam setengah dua siang sampai jam setengah enam sore. Dan waaktu 4 jam ini bisa berkurang kalau aku sedang les privat bahasa Inggris dengan cie Stefanny di rumah, atau jika aku pulang telat karena mengikuti extra kurikuler bulu tangkis. Tentu saja mereka juga memperhitungkan, kokoku ada di rumah atau tidak, walau kadang mereka melakukan sembunyi sembunyi saat ada kesempatan, biasanya pagi hari di garasi saat aku akan berangkat ke sekolah.<br />
<br />
Tapi yang jelas sudah 2 minggu ini aku tidak pernah terbangun dengan vaginaku dalam keadaan tertancap penis penis para pembantu dan sopirku ini. Aku melihat jam, masih jam 5:15 pagi. Karena sudah sekolah pagi, aku terbiasa bangun jam segitu. Maka aku ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku ini.<br />
<br />
<br />
Menyikat gigi, mandi sesegar segarnya, dan mencuci muka, membuat batinku lebih tenang setelah mengalami mimpi yang begitu mengerikan tadi.
Aku merapikan rambutku, dan tak lupa minum obat anti hamil sebelum turun ke bawah. Di masa suburku ini, aku merasa obat anti hamil harus kuminum tiap hari, daripada nanti aku kebobolan saat sedang sial.<br />
<br />
Berjaga jaga lebih baik daripada semuanya sudah terlambat, apalagi tadi aku mimpi buruk seperti itu.
Di bawah, aku menemukan mamaku yang sedang menyiapkan makan pagi di dapur. Aku menyapa mamaku yang tersenyum padaku, dan membantunya sebisaku.<br />
<br />
<br />
Rupanya mamaku memasak sup jagung, kesukaanku. Sambil membantu mamaku aku berpikir tentang aktivitasku hari ini. Pagi ini aku akan ke gereja, siangnya entah jalan jalan ke mana menemani Jenny yang ingin membeli kado ulang tahun buat teman sekelasnya waktu kelas 1 dulu, Irene.
“El, di dapur jangan melamun, nanti bisa luka kalau gak hati hati”, mamaku mengingatkanku yang masih melamunkan mimpi itu, membuatku tersadar. “o… e.. iya ma”, kataku.<br />
<br />
<br />
Aku segera menyibukkan diri, hingga sesaat aku bisa melupakan mimpi yang menyeramkan itu. banyak sekali jagung yang aku ambil bijinya, capai juga tanganku melakukannya. Tapi aku terus membantu mamaku dengan tulus.<br />
<br />
Jam enam pagi, semua sudah selesai, sup jagung kesukaanku sudah terhidang di meja makan.
Senang sekali rasanya, setelah mencuci tanganku sampai bersih, aku lalu ke atas sebentar membangunkan kokoku yang pasti masih mendengkur.<br />
<br />
Usilku kambuh, aku mengambil gulingnya yang jatuh, lalu memukulkan ke tubuh kokoku yang masih tertidur pulas, hingga kokoku terbangun kaget, dan menggeram “Elizaa.. sudah gila ya, bangunin aku kayak gini?”.
“Ko, nggak siap siap kuliah ya? Sudah jam 6 lebih nih!”, kataku. Kokoku segera meloncat bangun, pergi ke kamar mandi sambil berkata, “wah.. untung koko kamu bangunkan. Thanks me. Tapi awas ya, pukulan dengan guling tadi itu pasti kubalas”, seperti biasa, sok mengancam untuk membalas.<br />
<br />
Mana tega dia pada adiknya yang cantik ini? pikirku sambil meleletkan lidah.
“Makan pagi sudah siap ko, nanti langsung turun ya”, kataku meninggalkan kokoku ke bawah. “IYA”, seru kokoku yang sudah ada di dalam kamar mandi. Aku tersenyum geli, membayangkan bagaimana jengkelnya nanti kokoku kalau sadar hari ini hari minggu.<br />
<br />
Aku menyapa papaku yang sudah rapi, kami sempat mengobrol sebentar menunggu kokoku turun untuk makan bersama.
Akhirnya kokoku turun dengan membawa tas kuliahnya, membuatku mati matian menahan tawa. “Minggu pagi gini mau belajar buat UAS di rumah teman ya Heng? Ke gereja dulu ya… masih sempat kan?” tanya papaku.<br />
<br />
<br />
Kokoku melongo, kemudian melihat kalender. Ketika kokoku memandangku dengan gemas, tawaku pun meledak, dan ortu kami yang menyadari bahwa kokoku tertipu olehku juga tertawa.
“Heng.. Heng.. sudah berapa kali masih juga tertipu sama mememu ini. Kamu memang kalah pintar kok sama mememu ya”, ejek mama yang disambung papa, “Masa sudah kuliah kalah canggih sama adikmu yang masih SMA ini?”, membuat tawaku makin meledak.<br />
<br />
Kokoku hanya bisa diam memandangku dengan gemas dan terlihat menahan senyum kesal, dia pasti tak ingin lebih malu lagi kalau sampai tertawa, karena itu sama saja dengan menertawakan dirinya sendiri.
Kami kemudian makan bersama, dan seperti biasa kami pergi ke gereja pagi pagi. Papa dan mama duduk di belakang, aku di depan dan kokoku yang menyetir. Aku kembali teringat mimpi tadi.<br />
<br />
<br />
Masa iya aku ini pernah menggoda suami cie Elvira? Kami memang pernah bertemu, tapi rasanya kami cuma saling sapa, bahkan aku tak pernah ingat kalau kami pernah terlibat dalam pembicaraan sedikitpun. Ah.. ada ada saja. Mimpi yang aneh sekali.
Aku memutuskan tak memikirkannya lagi, dan menjalani kegiatan hari ini seperti biasa.<br />
<br />
Setelah pulang dari gereja, aku segera menyiapkan apa saja yang diperlukan untuk latihan baletku nanti dan membawa ke mobilku, karena aku pikir akan langsung ke tempat lathihan setelah menemani Jenny mencari kado.
Setelah berpamitan pada papa mama dan kokoku, aku segera turun ke garasi.<br />
<br />
Di sana, sudah menunggu pak Arifin, Wawan dan Suwito yang membuat jantungku agak berdegup kencang. Tanpa basa basi, mereka bertiga bergantian melumat bibirku dan seperti biasa, Sulikah berjaga kalau kalau keluargaku ada yang sedang menuju garasi.
Aku hanya bisa membalas lumatan mereka, supaya ini semua cepat selesai.<br />
<br />
Tubuhku digerayangi dan payudaraku diremas remas, kadang vaginaku ditekan tekan oleh jari mereka. Gairahku mulai naik dan aku melenguh pelan, rok yang kukenakan sudah terangkat sampai ke pinggangku, celana dalamku sudah melorot sampai ke paha.<br />
<br />
Vaginaku yang sudah basah oleh cairan cintaku sendiri dikorek korek oleh mereka.
Beberapa jari tangan mengaduk aduk vaginaku membuat aku dengan cepat sudah orgasme hebat. Kuatir aku melenguh tak terkendali, kupagut salah satu bibir dari mereka yang mengerubutiku ini.<br />
<br />
Tubuhku mengejang keenakan dan akhirnya lunglai dengan kedua tanganku melingkar di leher pak Arifin di sebelah kiriku dan Suwito di sebelah kananku.
Untungnya mereka tak bermaksud hendak menyetubuhiku, hanya ingin membuatku orgasme habis habisan seperti ini sebelum aku pergi. Aku kehabisan nafas dan tersengal sengal.<br />
<br />
Mereka memakaikan celana dalamku kembali ke tempat yang benar, barulah mereka membiarkanku, anak majikan mereka yang sudah menjadi budak seks mereka ini, masuk ke mobilku, tentu saja setelah semua mendapat giliran melumat bibirku dan meremasi payudaraku.<br />
<br />
Tubuhku rasanya lemas sekali, dan aku masuk ke mobilku, dan duduk sebentar untuk menenangkan diriku yang masih dihantam gelombang orgasme yang dahsyat, sampai akhirnya aku mampu berpikir dengan tenang. Di dalam mobil, aku melihat dari kaca tengah, bajuku awut awutan, rambutku juga kacau karena tadi dibelai dan dimainkan dengan seenaknya oleh mereka, juga dihirup hirup baunya oleh mereka bergantian.<br />
<br />
Entahlah, rasanya tiap bagian dari tubuhku ini bagi mereka begitu menggairahkan untuk dinikmati kali ya? Kurapikan rambutku sebentar, juga sekalian bajuku yang kancingnya nyaris terlepas semua ini. Bahkan aku perlu membetulkan posisi bra yang menyangga payudaraku ini, letaknya sudah kacau dan amburadul akibat remasan remasan penuh nafsu tadi oleh mereka.<br />
<br />
Dengan kesal bercampur birahi yang tinggi aku menatap mereka bertiga, namun aku tak bisa apa apa selain cepat cepat meninggalkan mereka. Di jalan, aku berusaha untuk berkonsentrasi penuh setelah barusan tadi dirangsang habis habisan sampai orgasme oleh sopirku dan dua pembantuku yang keranjingan itu. Butuh waktu lama sampai gairahku stabil dan menurun.<br />
<br />
Sesampainya di rumah Jenny, aku melihat ternyata Jenny sudah menungguku, maka kami segera berpamitan pada kedua orang tua Jenny. “Enaknya cari kado di mana Jen?”, tanyaku pada Jenny, yang setelah beberapa saat berpikir, menjawab, “Ke Tunjungan Plaza aja yah?”. Aku mengangguk dan segera menjalankan mobil ke arah sana. Dalam perjalanan, aku dan Jenny saling bertukar pengalaman pribadi kami selama liburan.
“Jen, gimana kamu selama liburan? Liburan kemana?<br />
<br />
Apa mereka masih terus melakukan itu?” tanyaku beberapa saat setelah kami mengobrol dan bercanda. Jenny terlihat merenung. “Aku di akhir tahun memang berlibur bersama ortu ke vila kami di Trawas, tapi sebelumnya itu El, setiap ada kesempatan aku harus melayani mereka berlima. Begitu ortuku pergi, aku harus siap diseret ke ruang kerja mereka, melayani mereka sampai mereka semua puas”, kata Jenny sambil sesekali menghela nafas.<br />
<br />
“Aku pernah mencoba ikut ortuku pergi, tapi aku mendapat ancaman keras dari mereka. Baiknya, ada 3 orang dari mereka yang pulang kampung, tapi yang tersisa justru Supri dan Umar, ingat kan kamu El gimana ukuran barang mereka berdua itu?”, Jenny menggeleng gelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang mengakhiri ceritanya.
“Aduh.. kamu nggak apa apa kan Jen?”, tanyaku kuatir.<br />
<br />
Dua orang itu, tentu saja aku tahu betul ukuran barangnya. Tapi Jenny hanya mengangkat bahu dan berkata, “gimana ya.. sudah biasa sih, sakit sakit enak gitu. Terus, liburanmu gimana El? Apa kamu juga terus dikerjain sama sopir dan pembantumu itu?”. Aku mengangguk dan menceritakan semua pengalamanku, termasuk insiden dengan penjaga vila yang menghasilkan kenangan baru di villaku itu.
Jenny menggeleng gelengkan kepalanya, “Ya ampun… penjaga vilamu yang tua itu Jen? Memangnya dia masih kuat gituan?”.<br />
<br />
<br />
Aku dengan tersipu malu menjelaskan, “Awalnya sih pak Basyir itu gak seberapa juga ya, tapi.. malam itu dia pakai obat kuat Jen. Jadinya aku ya tak tahan juga, orgasme abis deh dibuatnya. Ada hampir satu setengah jam aku disetubuhinya habis habisan”.
Tentu saja aku tak menceritakan pada Jenny, betapa aku dipermainkan pak Basyir sampai memohon mohon untuk dibuat orgasme, apalagi saat pulang aku malah tidak memakai celana dalam sejak selesai mandi pagi, bersiap memenuhi keinginan pak Basyir untuk menikmati tubuhku sebelum aku balik ke Surabaya.
Jenny lalu berkata, “Kurang ajar banget yah tua bangka itu.<br />
<br />
<br />
Ya udah deh El, jangan ngomongin ini lagi ah. Sebel deh, nasib kita benar benar buruk. Kok kita jadi sama dengan Vera, cewek bispak di sekul kita. Oh iya, nanti sebaiknya beli apa ya buat kado?”. Aku tak punya ide, dan menjawab, “Ya coba nanti kita lihat lihat di sana gimana? Pasti bisa ketemu yang bagus”. Jenny tersenyum dan mengangguk.
“Jen, Vera yang kamu maksud tadi, Vera yang sekarang sekelas dengan kita?”, tanyaku hati hati. “Iya lah El. Aku sudah tau kelakuannya sejak kami sekelas di kelas 1. Vera itu suka pulang bareng om om, dan sudah 5 om yang berbeda yang aku tahu. Tapi.. sudalah.. kini rasanya kita nggak lebih baik deh dari dia”, Jenny menghela nafas panjang dan menunduk, kurasakan kesedihannya yang mendalam, membuatku ikut sedih juga.
Sambil melajukan mobil, aku sempat berpikir tentang Vera.<br />
<br />
BERSAMBUNG YA GUYS...BESOK DI LANJUTKAN LAGIlisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-52198035718432572872017-07-30T00:01:00.000-07:002017-07-30T00:04:35.152-07:00ELIZA03: SARAPAN SEKS SEBELUM BERANGKAT PART02<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNar52zZfCSL8oWJZo7SXInnnjB4OFyFZCLdE4YbD_TeXlgAIlkugYJOt5Vo6nMYjfIAqjfYqXw5jiDskFo7pbc9uGRDVs7iZykq2NslAzxSyyJj5ECrmKWkLbnuhGeLjMJhhaiTOCoyY/s1600/102220-20nabilah.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="453" data-original-width="604" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNar52zZfCSL8oWJZo7SXInnnjB4OFyFZCLdE4YbD_TeXlgAIlkugYJOt5Vo6nMYjfIAqjfYqXw5jiDskFo7pbc9uGRDVs7iZykq2NslAzxSyyJj5ECrmKWkLbnuhGeLjMJhhaiTOCoyY/s200/102220-20nabilah.jpg" width="200" /></a>Oh… entahlah, mungkin sudah sejam kali aku
digenjot Wawan, kalau ditambah dengan waktu aku masih tertidur. Ia memang
perkasa untuk urusan sex, membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit
setelah aku orgasme, Wawan tak tahan lagi. “Oooh… memeknya non Eliza ini….
rasanya kontolku kayak diurut urut… sudah 3 menit… aaah… “, erangnya sambil
menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Aku memejamkan mata ingin
menikmati sepuas puasnya rasa hangat yang memenuhi relung relung vaginaku.
Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka, dan penis Wawan
sudah terlepas dari vaginaku.<br />
<br />
Aku membuka mataku, untuk melihat giliran siapa
berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya Suwito, yang sudah
mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan penisnya ke dalam
vaginaku yang masih sangat basah oleh cairan cintaku dan sperma Wawan.Aku hanya
bisa menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang dengan penuh semangat
menggenjotku sepuas puasnya. Pak Arifin masih memainkan rambutku, yang
menurutnya sangat indah. Tiba tiba aku teringat penis Wawan yang pasti masih
belepotan sperma yang bercampur cairan cintaku. Entah apa yang mendorongku,
tapi aku hampir tak bisa mempercayai bahwa itu adalah suaraku sendiri ketika
aku memanggil Wawan, “Wan, sini aku oralin bentar”.<o:p></o:p>
Wawan yang sedang duduk di lantai
beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta dua kali, ia segera bangkit
mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk kuoral, dan tanpa malu malu aku
memegang penis yang sudah mengendur itu, kukulum kulum dan kuseruput hingga
pipiku terlihat kempot, sampai tak ada sperma yang tersisa, sementara Wawan
melenguh lenguh keenakan. Benar benar edan!<br />
<br />
<br />
Bagaimana mungkin aku bisa seliar
ini? Bahkan aku merasa sperma itu begitu enak dan gurih, apakah ini karena aku
mulai ketagihan minum sperma? Mungkin saja, karena kini aku sudah tak sabar
lagi menunggu Suwito orgasme, karena aku ingin segera menjilati dan menyedot
sperma lagi. Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai bersih, aku segera
menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan Suwito, dan benar saja,
tak sampai 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin aku memintanya keluar di
mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena tadi Wawan sudah keluar di
dalam. Maka aku diam saja, membiarkan Suwito memuaskan hasratnya untuk menyemprotkan
spermanya dalam liang vaginaku. Setelah kurasakan tak ada semprotan lagi, aku
segera mendorong tubuhnya sampai penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku,
dan buru buru aku berkata, “To, cepat sini…”.<br />
<br />
<br />
Suwito pun segera menghampiriku,
membenamkan penisnya ke mulutku, dan aku segera menyedot nyedot dengan
memejamkan mataku, merasakan tetes demi tetes sperma yang teroleskan di
lidahku. Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.<o:p></o:p>
Pak Arifin yang sempat tak kulihat
batang hidungnya, kulihat kembali, sambil membawa sebuah sendok teh dan piring
kecil. Aku tak terlalu memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito.
Tiba tiba, aku melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan karena merasakan
nikmat pada selangkanganku. Tak apa apa, toh penis Suwito sudah bersih. Tapi
bukan itu yang harus kupikirkan, maka aku melihat ada apa dengan
selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma yang
bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan ditadahi dengan
piring kecil tadi.<br />
<br />
<br />
Aku hanya diam menahan nikmat, ketika sendok kecil itu
mengorek ngorek vaginaku dengan lembut, seolah menyendoki cairan cintaku dan
sperma sperma dari Wawan dan Suwito. Setelah cukup lama, mungkin setelah
vaginaku sudah tak terlalu becek lagi, pak Arifin berkata, “Non Eliza, non suka
peju ya? Saya suapin peju mau ya?”. Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan,
dan pak Arifin mulai menyuapiku dengan lembut seperti menyuapi anaknya yang
sedang sakit.<br />
<br />
<br />
Kembali aku merasakan sperma yang bercampur cairan cinta. Suapan
demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini membuat aku tak begitu lapar lagi
meskipun aku ingat aku belum makan pagi. Setelah jatahku habis, pak Arifin
mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya, “Non Eliza, non mau nggak kalau
nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut non?”. Aku mengangguk senang, kemudian
melebarkan selangkanganku selebar lebarnya, karena aku ingat penis pak Arifin
ini berukuran raksasa. Kurasakan penis itu sudah mulai melesak sedikit, dan
gairahku langsung naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada
payudaraku dengan remasan remasan kecil.<o:p></o:p>
“Aduh… oooh…”, erangku antara sakit dan
nikmat. Tetap saja ada rasa sakit yang melanda vaginaku, karena ukuran penis
pak Arifin sangat besar. Tapi kini aku bisa lebih cepat beradaptasi, dan mulai
mengimbangi genjotan sopirku ini. setelah rasa sakit itu lenyap, aku mulai
mendesah dan melenguh keenakan.<br />
<br />
<br />
Penis itu seolah menancap begitu erat, sehingga
ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku yang menjepit penisnya ikut
tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit. Namun ketika penis itu menghunjam,
rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging keras yang besar hingga sesak
sekali. Tak sekeras punya Wawan memang, tapi masih keras untuk ukuran orang
seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk membuat aku serasa melayang ke awang
awing. Rasa nikmat ini akhirnya membuat aku orgasme, kembali kakiku melejang
lejang membuat jepitan vaginaku pada penis pak Arifin makin erat, dan ini
membuat pak Arifin kelabakan, penisnya berkedut kedut. Ia segera menarik
penisnya lepas dari vaginaku dengan tergesa gesa, dan segera membenamkan
penisnya dalam mulutku. Segera semprotan spermanya yang juga terasa asin dan
gurih, membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan
mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi setelah
sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri. Mereka bertiga akhirnya duduk
mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang paling duluan pulih, namun
sesuai janji mereka, ini hanya satu ronde.<br />
<br />
<br />
Tiba tiba Sulikah datang terburu
buru sambil membawa celana dalam dan celana panjang satin pasangan baju
tidurku. “Non, kakaknya non sudah pulang. Cepetan non, pakai ini dan kembali ke
kamar non”, seru Sulikah agak panik. Aku juga ikut panik, segera memakai celana
dalam dan celana panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain
juga segera memakai bajunya masing masing, kemudian segera keluar dari kamar
tempat kami pesta sex barusan, seolah olah sedang bekerja seperti biasa.<o:p></o:p>
Untung Sulikah memberitahu tepat pada
waktunya, aku sudah di dalam ruang makan ketika kudengar deru mesin mobil
kokokku di garasi. Rupanya dosen yang mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak
datang. Aku naik tangga dengan jantung berdegup kencang, akhirnya sampai juga
aku ke dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, pasti Sulikah yang merapikan.
Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam 09:30. Dan aku segera masuk ke kamar
mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat 3 orang tadi, juga
vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat. Mungkin karena cuma 1 ronde,
tubuhku tak terlalu lelah. Selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku sambil
memastikan tak ada tanda tanda aku baru saja bermain sex dengan mereka. Lalu
aku memakai baju santai, dan turun ke ruang makan.<br />
<br />
<br />
Di sana sudah menunggu
kokoku, yang membawakan aku nasi campur di dekat sekolahnya, kesukaanku. Yah,
kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma dari mereka
bertiga tadi. Aku memeluk kokoku senang, dan berkata, “thank you ya kokoku yang
baik”. Kokoku tertawa dan menggodaku, “Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan
aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”. Aku memukul lengannya manja, lalu kami
makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa akhirnya selesai juga
kami makan.<o:p></o:p>
Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin main
komputer. Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang
sudah jam 10, aku biasanya berangkat jam 11:30. masih ada satu setengah jam
lagi, aku menyiapkan seragamku, putih abu abu. Juga tas sekolahku, yang
membuatku teringat tentang obat perangsang itu. Lalu aku menyisir rambutku
rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku menelepon temanku, dan
kami ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku harus berangkat. Setelah
berpamitan, aku mengenakan seragam sekolahku, lalu berpamitan pada kokoku, dan
turun ke garasi. Seperti biasanya, pak Arifin menawarkan diri untuk
mengantarku, tapi kutolak halus karena aku ingin menyetir mobil sendiri. Dalam
perjalanan, aku mengingat ingat kejadian pagi ini, dan membayangkan besok aku
harus melayani mereka bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi sampai siang. Hmm,
sarapan sex tiap pagi sebelum ke sekolah? aku menggelengkan kepala tak habis
pikir, bisa bisanya ada pembantu plus sopir yang memakai tubuh anak majikannya.
Entahlah, yang lebih gila lagi, anak majikannya ini tak merasa keberatan alias
bispak gitu loh…<o:p></o:p>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-30419379923879200742017-07-29T23:52:00.002-07:002017-07-30T00:03:47.225-07:00ELIZA03 : SARAPAN SEKS SEBELUM BERANGKAT PART01<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXhd6QWUGrFgQKx8J7jNRm2lrh9SjAEouUlL7R8IFXIY3-Y3W3JDlFZsZWsDSqBft5Ikrn9qVQMb6defgIJUvoIHrH4qW21hfBIRDTdWziMgUe_NWwHYo_UKykolQsFR6WEgBK9Fk9L1Q/s1600/102220-20nabilah.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="453" data-original-width="604" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXhd6QWUGrFgQKx8J7jNRm2lrh9SjAEouUlL7R8IFXIY3-Y3W3JDlFZsZWsDSqBft5Ikrn9qVQMb6defgIJUvoIHrH4qW21hfBIRDTdWziMgUe_NWwHYo_UKykolQsFR6WEgBK9Fk9L1Q/s200/102220-20nabilah.jpg" width="200" /></a>Tidurku yang tak nyaman karena dilanda
mimpi buruk, terasa makin tak nyaman karena nafasku tiba tiba terasa sesak, dan
tubuhku seperti terhimpit sesuatu. Rasanya aku tidak mengidap penyakit asma.
Namun selangkanganku terasa enak dan nikmat, seperti ada penis yang mengaduk
vaginaku. Belum lagi rasanya payudaraku diremas lembut, membuatku perlahan
tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan yang membuatku
terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih belum sadar betul, terkejut
melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang menyetubuhiku, membuatku menjerit
ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu berat buat cewek mungil sepertiku.
“Lho Non Eliza, katanya mulai kemarin saya boleh menikmati Non?” tanya Wawan
memprotesku.<br />
<br />
<br />
Aku langsung sadar, teringat kemarin memang aku menjanjikan hal
ini. “Tapi bukan gini caranya Wan! Masa aku lagi tidur kamu ajak beginian.
Nggak sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum sadar benar, bangun bangun ada
orang lain di kamarku, kukira aku sedang diperkosa rampok tau!”, kataku ketus.
Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar omelanku, Wawan terdiam. Tapi penisnya
yang menancap di vaginaku tidak mengendur sedikitpun. Aku menghela nafas
panjang, lalu berkata “Ya sudah, cepat lanjutkan. Mana kamu ini lama lagi kalau
main. Oh tunggu!!”, tiba tiba aku teringat dan menurunkan volume suaraku, “Gila
kamu ya Wan, kakakku mana??”.<br />
<br />
<br />
<br />
Wawan cengengesan dan berkata, “tenang Non, liat
ini jam berapa? Kakak non sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya
sudah tidak tahan untuk bermain lagi dengan non nih”. Oh.. aku sedikit lega,
dan melihat jam, yang ternyata sudah jam 08:15 pagi. “Lalu, sejak jam berapa
kamu nggghh… ” belum selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku
dengan tak sabar, hingga aku melenguh, keenakan.<o:p></o:p>
“Oh..Wan… kamu…”, desahku nikmat. Wawan
tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit jengkel juga, tapi hanya
sebentar, karena rasa nikmat langsung melandaku ketika Wawan mengulangi gayanya
kemarin, ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri. Penis yang amat kokoh
itu langsung terbenam begitu dalam, membuatku melenguh lenguh. Bukan hanya
karena takut, tapi juga tak ingin penis itu lepas dari vaginaku, membuatku
tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya.<br />
<br />
<br />
Rasanya tusukan penis
itu semakin dalam, dan aku yang sudah melingkarkan tanganku ke lehernya supaya
tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut bibirnya penuh nafsu tak perduli
dengan wajahnya yang amburadul. Terakhir aku minum obat anti hamil adalah
ketika aku digangbang di ruang UKS 2 hari yang lalu, tapi aku tak kuatir hamil,
sebab kini aku sedang bukan dalam masa subur. Aku sudah tak lagi punya niat
untuk jual mahal, karena rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku
benar benar menghancurkan akal sehatku. Wawan terus memompa vaginaku sambil
berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga duga ke mana ia mau
membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku.<br />
<br />
<br />
Bajuku masih melekat, walaupun
tanpa bra. Aku memang tak pernah tidur dengan memakai bra. Tapi celana
panjangku dan celana dalamku tidak ada, dan sempat aku melihat dari pintu
kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan kedua benda itu
tergeletak di lantai kamarku. Kini Wawan menuruni tangga, rupanya hendak
mengajak rekannya kemarin untuk bersama sama menikmati tubuhku.<o:p></o:p>
<br />
<br />
<br />
Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan
sex seperti ini, bagaimana aku konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa
menolak kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap
langkahnya di tangga membuat penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme ringan
hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan,
yang terlihat senang senang saja. Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu
laki laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas
tersengal sengal karena sodokan Wawan yang semakin gencar, aku yang menyadari
akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus putus
bercampur desahan dan lenguhan, “kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh….
aku nantiiii…. harus… sekolah….”. Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang
non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian
luar rumah Non…”. Suwito membelai pantatku dan melanjutkan “aduh non, kalau
begini non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik
nona kita ini ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang
telingaku dan menimpali, “Kita ini benar benar beruntung bisa kerja di sini. Di
mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini.. seterusnya
lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga
kita betah lho Non kerja sampai tua di sini”.<o:p></o:p>
<br />
<div .0001pt="" 0cm="" class="MsoNormal" justify="" line-height:="" margin-bottom:="" normal="" text-align:="">
<br /></div>
<br />
Mereka tertawa senang sementara aku yang
antara malu bercampur terangsang, tak bisa menanggapi gurauan mereka, karena
Wawan sudah melanjutkan pompaan penisnya yang sekeras batangan besi itu,
membuatku menggeliat dan melenguh dalam pelukannya. “Nggggh..
Waaan….aduuuh….emmpph”, Wawan memagutku dengan buas, hingga aku tak bisa lagi
bebas melenguh. Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya masing
masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak Arifin
membelai belai rambutku yang panjang sampai sepunggung ini, sambil menghirup
bau harum rambutku. Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang sekaligus seperti ini,
membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, sampai akhirnya
datanglah saat saat yang paling nikmat itu, aku kembali mendapatkan multi
orgasme. “Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku saat tubuhku
terlonjak lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan membanjir. Betisku
melejang lejang, pinggangku tertekuk ke belakang ketika aku menikmati orgasmeku
dengan total. Tubuhku pasti sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan pak
Arifin, yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku sambil
meremas remas dengan gemas, membuat orgasmeku yang susul menyusul ini makin
terasa nikmat. Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku
menunjukkan sekarang ini adalah jam 09:00!<o:p></o:p><br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.co.id/2017/07/eliza03-sarapan-seks-sebelum-berangkat_30.html">BERSAMBUNG</a>lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-70989990505940983982017-07-23T01:19:00.000-07:002017-07-29T23:43:07.050-07:00ELIZA02 : SOLUSI DI RUMAH PART02<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU3tNI1XZVEYWei4KyYkMt1CIERFa9luMMnMrxk5SU85oA4SwmWC_7B7hp6w-NEeXGQmbwwhC6ePw7RAT_s7qgZ4UNLdQfupIA_QFmbs_kx9qlWZMKM3Hwm_jPzOkkCYr7_oeQLSNui-U/s1600/01.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="720" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU3tNI1XZVEYWei4KyYkMt1CIERFa9luMMnMrxk5SU85oA4SwmWC_7B7hp6w-NEeXGQmbwwhC6ePw7RAT_s7qgZ4UNLdQfupIA_QFmbs_kx9qlWZMKM3Hwm_jPzOkkCYr7_oeQLSNui-U/s200/01.jpg" width="150" /></a></div>
Kudengar nafas mereka yang makin memburu, dan Suwito bertanya pada Wawan, “Wan, gimana nih, kali ini ribet nih pakaian si non ini. Apa jangan jangan ia tahu akan dikerjain lagi?”. Wawan tertawa kecil. “Aku rasa tidak mungkin To. Kalo nona kita ini tahu tadi ada yang ngerjain dia, pasti dia marah. Tenang saja To, gula yang non Eliza ambil tadi itu kan gula buat aku, yang sudah aku campurin obat tidur dosis tinggi. Tahu kan aku susah tidur, dan suka minum yang manis? Tapi nona kita yang ayu ini lagi sial kali. Sesuai kebiasaannya, non Eliza ini kan suka minum susu. Dan gula tadi itu membuat dia sekarang dia pasti sedang dalam pengaruh obat tidur seperti tadi siang. Dan, sekarang waktunya non Eliza untuk menyusui kita berdua nih” katanya sok yakin sambil meremas payudaraku dengan keras, membuat aku sedikit mengerutkan mukaku menahan sakit. Hmm, untung aku tadi minum susu tanpa gula sebelum balet. Ternyata kantukku tadi siang yang sudah kuduga tidak sewajarnya ini, gara gara gula yang bercampur obat tidur itu. Sekarang keputusan ada di tanganku. Aku bangun untuk menghentikan kekurang ajaran mereka berdua ini, atau meneruskan aksi pura pura tidurku sampai mereka puas. Setelah berpikir sambil menahan gairahku yang semakin naik, aku putuskan aku harus bangun, tanpa memberitahukan kalau tadi aku minum susu tanpa gula. Aku pikir jika gairahku sudah tak tertahankan dan aku mulai melenguh, gawat juga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka perlahan aku menggeliat pura pura akan terbangun, berharap mereka terkejut dan kabur. Tapi mereka masih dengan penuh percaya diri menganggap aksi mereka aman aman saja karena aku masih dalam pengaruh obat tidur, meneruskan aktifitas mereka meraba raba dan menekan nekan vaginaku serta meremasi payudaraku. Kelihatannya tak ada pilihan lain, aku harus bangun dan `memergoki’ mereka menjahiliku. Maka aku pura pura baru tersadar dan merintih pelan, “oh.. siapa kalian… apa yang kalian lakukan di kamarku? Kalian.. emmmph… emmmph…” Wawan yang panic membekap mulutku dengan telapak tangannya yang lebar, sementara Suwito yang juga panik memandangku dan Wawan bergantian. Wawan membentak kecil, “To! Goblok! Bantu aku cepat!!”. Sama seperti aku, Suwito juga terlihat bingung dan bertanya “Bantu apanya Wan?”. “Cepat ikat non Eliza, dasar goblok! Lu mau kita celaka?” bentak Wawan lagi walaupun suaranya dipelankan, pasti karena takut kedengaran Sulikah dan pak Arifin. Suwito cepat cepat keluar mengambil tali jemuran, kemudian segera kembali. Aku yang mulai meronta ronta menyadari bahaya ini, ditindih oleh Wawan yang memang badannya besar sekali hingga ku tak berkutik. Bau keringatnya membuatku mual, mengendurkan rontaan kakiku dan memudahkan Suwito merentangkan kakiku lalu mengikat kedua pergelangan kakiku pada ujung ujung ranjangku. Kemudian tangan kananku ditariknya kuat dan diikat ke ujung ranjang. Aku sudah hampir tak berdaya, tangan kiriku menggapai gapai namun segera ditangkap dan seperti tangan kananku, ditarik dan diikat erat di ujung kepala ranjangku satunya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini keadaanku sudah mirip seperti saat pertama aku ditangkap di UKS kemarin. Bedanya, kini mereka cuma berdua, dan aku masih menebak nebak, ancaman apa yang akan mereka turunkan padaku. Dengan cekatan Wawan melepaskan bekapannya pada mulutku, tapi langsung menyumpal mulutku dengan sapu tangannya. Aduh, rasanya benar benar tak karuan, membuatku ingin muntah, tapi kutahan sekuatnya. Kini aku hanya bisa menatap Wawan penuh kemarahan namun juga ada rasa takut yang menghinggapiku ketika ia mengancamku. “Non Eliza, jangan memaksa kami untuk melakukan hal yang tidak tidak. Kalo non Eliza berteriak hingga mengundang Sulikah dan pak Arifin ke sini, kami bisa membuat mereka berdua pingsan, lalu menculik non dan menjadikan non budak seks kami untuk selamanya. Non Eliza mengerti?” bentak Wawan, lagi lagi dengan suara pelan. Dengan pasrah aku mengangguk. Kemudian Wawan dengan kasar melepaskan sumpalan pada mulutku, membuatku terbatuk batuk, hampir saja bibirku yang bawah terluka karena terhantam gigiku sendiri. “Duh Wan, jangan kasar dong”, aku sedikit membentak karena jengkel sekali. Belum pernah sebelumnya aku membentak para pembantuku. “Kalian ini kurang ajar betul ya. Aku ini sudah berbaik hati tidak akan memperpanjang kalian berbuat mesum di dalam rumah ini, tapi sekarang kalian malah berbuat mesum terhadapku. Ya sudah, mulai hari ini kalian bisa menikmati tubuhku kalau di rumah tidak ada papa mama dan kakakku, saat aku tidak sedang mens, dan aku sedang senggang, yaitu waktu aku tak ada PR, tugas, maupun ujian. tapi jangan kasar kasar. Juga jangan sampai kalian melukai aku ya. Awas kalau kalian berani menyakitiku!”, aku mengancam balik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka saling pandang, kemudian seolah tak percaya dengan pendengaran mereka, mereka bertanya dengan ragu, “mulai hari ini?”. Dengan ketus aku menjawab, “Iya. Mulai hari ini! Kalian ini munafik ya. Aku tahu kalian pasti akan berusaha memperkosaku lagi di lain waktu. Daripada nanti kalian mengikatku, membekapku dan lain lain, itu tidak perlu. Sekarang lepaskan ikatanku. Sangat tidak nyaman tau!”. Mereka terlihat ragu ragu. Wawan berkata “Wah gimana ya, kalo non kami lepaskan, apa jaminan …”, yang langung kupotong “Aku janji aku akan layani kalian. Toh aku sudah tidak perawan lagi, jadi buatku tidak ada ruginya. Asal kalian juga berjanji, tak akan main di kompleks pelacuran. Aku takut terkena penyakit kelamin menular. Kalian mengerti? Sekarang lekas, buka ikatan ini. Aku mau mandi dulu!”. Mereka melepaskan ikatanku, dan memandangiku dengan ragu ragu. Dengan kesal aku membuka semua pakaianku di depan mereka. “Nih. Kalo gak percaya, main aja denganku sekarang!” tantangku. Mereka meneguk ludah melihat tubuh indahku yang terpampang polos di hadapan mereka, kemudian mereka saling mengangguk, dan Wawan berkata, “baik non, kami percaya. Sekarang bagaimana?”. Aku berkata, “Aku mau mandi dulu, gerah nih abis latihan balet. Kalian juga, mandi semua sana. Baunya gak enak tau! Oh iya, ajak pak Arifin sekalian, biar adil. Terus minta Sulikah supaya berjaga, kalau kalau kakakku pulang”. Aku masuk ke kamar mandi, dan menyemprot tubuhku dengan air hangat, mempersiapkan diriku yang akan segera digangbang lagi hari ini. Sebenarnya solusi ini menyebalkan juga, tapi aku pikir lebih baik aku mengalah. Seperti yang sudah kukatakan tadi, toh aku sudah tak perawan lagi, dan aku tak ingin tiba tiba disergap, diikat tak karuan, bajuku terobek, disakiti dan merasa diperkosa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba pintu kamar mandiku terbuka, dan masuk Suwito, Wawan dan pak Arifin yang sudah telanjang bulat. “Non Eliza, kita mandi sama sama saja ya”, kata Wawan. “Aduh, masa sudah segitu tak sabar sih? Ya sudah cepat. Nanti keburu kokoku pulang”, kataku. Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan memandikanku. Kedua tanganku diangkat oleh Wawan yang memang jauh lebih tinggi dariku. Yang lain menyabuni tubuhku dengan penuh semangat, terutama di bagian payudara dan vaginaku. Setelah selesai menyabuniku, mereka membilas tubuhku sampai bersih, dan menggiringku ke ranjang. Aku berkata, “Tunggu, aku keringkan badanku dulu. Dan kalian, mandi dulu sana! Supaya tak terlalu bau nanti waktu main!”. Mereka menuruti permintaanku, mandi sebersih bersihnya dengan sabunku. Untung saja, sebab aku teringat waktu di UKS kemarin sebenarnya aku tak tahan dengan bau mereka berenam, tapi nafsu birahi yang menguasaiku membuatku mampu bertahan. Dan kini mereka tak lagi berbau tak enak seperti tadi, dan aku yang sudah selesai mencuci mukaku di wastafel kamarku, dan mengeringkan tubuhku, tidur telentang di ranjangku dalam keadaan telanjang bulat, Aku sempat melihat jam, pukul 19:00. Mereka langsung mengeringkan tubuh ala kadarnya, dan menyerbuku yang sudah tersaji polos di atas ranjangku. Wawan mendapat jatah vaginaku, sementara Suwito dan pak Arifin mendapat jatah kedua payudaraku. Wawan menjilati vaginaku yang katanya wangi, sementara Suwito dan Pak Arifin menyusu pada kedua payudaraku sambil meremas remas cukup keras. Dan aku? Tentu saja birahi yang hebat segera melandaku, aku mengerang, mendesah dan menggeliat keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan penuh nafsu Wawan terus menjilat bahkan mencucup vaginaku. Perlahan tapi pasti, cairan cinta mulai mengalir membasahi dinding vaginaku, yang segera diseruput oleh Wawan dengan rakusnya. Aku sampai menggelinjang kegelian, tanpa sadar kedua tanganku menggenggam sprei menahan nikmat yang kurasakan sekarang ini. Desahan nafasku semakin hebat ketika Wawan menusukkan lidahnya ke dalam vaginaku. Sedangkan pak Arifin dan Suwito semakin bernafsu menyusu ke payudaraku, akhirnya setelah 5 menit aku menggeliat dan mengejang, orgasme melandaku. Cairan cintaku mengalir banyak keluar, sehingga Wawan kelabakan tak mampu membendung Walaupun tak sedahsyat kemarin, tapi sudah cukup untuk membuat nafasku tersengal sengal, seluruh tubuhku berkeringat dan terasa semakin lelah, terutama betisku yang terasa semakin pegal, mungkin karena terlalu sering mengejang dua hari ini, reaksi saat orgasme melandaku. Kini Wawan sudah mengambil posisi di selangkanganku, membuat aku memperhatikan, penis seperti apa yang akan segera memompa vaginaku ini. ternyata penis Wawan tak sebesar dugaanku, paling tak sampai 20 cm, mungkin sekitar 18 cm. Dan diameternya pun mungkin hanya sekecil penis pak Edy, wali kelasku yang aku duga hampir impoten itu. Aku jadi sedikit tenang dan tidak kuatir mengalami sakit yang berlebihan seperti ketika aku dipompa Girno kemarin. Namun aku sedikit bertanya tanya, apa kenikmatan yang aku dapat hari ini akan setara dengan yang aku dapat kemarin? Aku jadi ingin tahu, penis siapa di antara mereka bertiga ini yang paling besar. “He, kalian diam dulu, jangan membuat non Eliza mulet mulet, aku mau memasukkan punyaku dulu”, seru Wawan yang kesulitan menusukkan penisnya karena dari tadi aku menggeliat keenakan saat putingku disedot sedot oleh mereka berdua ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka berdua pun diam, ikut memperhatikan proses penetrasi penis Wawan ke anak majikannya ini. Clep, demikian bunyi tusukan yang menenggelamkan kepala penis itu dalam liang vaginaku, membuatku sedikit mengejang saat menerima tusukan itu. Penis ini terasa begitu keras, dan terus menusuk dalam, tapi rasanya tak akan sampai menyentuh dinding rahimku. Wawan melenguh kencang, “ooouuuugh… heeeeghh…”, sementara aku menggigit bibir merasakan sedikit sakit yang bercampur sedikit nikmat. kemudian Wawan mulai bergerak memompa vaginaku, membuat rasa nikmat menjalari sekujur tubuhku. Aku menggeliat pasrah, sementara kedua rekannya yang ikut terbakar nafsu, meminta pelayanan yang lebih dariku. Suwito menaiki perutku, dan meletakkan penisnya di tengah payudaraku. Aku dipaksa merapatkan kedua susuku dengan kedua tanganku hingga menjepit penis itu, lalu ia mulai menggesek gesekkan penisnya yang juga tak terlalu panjang, dan tak terlalu lebar juga diameternya, di antara lipatan buah dadaku. Lalu pak Arifin menyodorkan penisnya ke wajahku, yang membuatku tertegun. Nyaris sebesar punya Girno, hanya yang ini lebih berurat. Dengan ragu aku mengulum penis pak Arifin, yang tentu saja tak muat dalam mulutku yang mungil ini. Tiba tiba telepon di kamarku berdering, dan pak Arifin melepaskan penisnya dari mulutku, mengambil telepon itu dan mendekatkan padaku. Sementara Wawan dan Suwito dengan cueknya meneruskan aktivitasnya. Wawan terus memompa vaginaku dan Suwito terus menikmati jepitan payudaraku pada penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Arifin mengangkat telepon itu, dan memegangkan gagang telepon untukku, karena kedua tanganku sibuk menahan payudaraku menjepit penis si Suwito. “Me, ini aku. Aku pulangnya masih ntar malaman lagi, soalnya tugasnya belum selesai nih”, terdengar suara yang ternyata kakakku. Dalam keadaan sedang disetubuhi, aku harus menjawab dengan nada yang sewajarnya supaya ia tak curiga yang macam macam, “Iya ko… jadi… koko.. pulang jam berapa.. nanti”, tanyaku sedikit terputus putus karena Wawan terus menggenjotku tanpa ampun. “Yaa, bentar lagi sih keliatannya sudah selesai, tapi setelah selesai aku dan yang lain mau pergi dulu, minum es bareng bareng. Yaa, anggap saja merayakan kecil kecilan. Sulit lho ini tugasnya Kamu mau aku bawakan es juga me? Aku bungkuskan buat kamu ya?” tanya kakakku. “Iya.. boleh ko… Jangan… terlalu malam… ya… hati hati.. ko”, kataku, semakin terputus putus karena si Wawan dengan kurang ajar meningkatkan kecepatannya dalam memompa vaginaku, bahkan saat menancap dalam ia sengaja membiarkan penisnya tertanam sedikit lebih lama, membuat gairah tubuhku semakin bergolak. Celaka, jangan sampai aku orgasme selagi telepon dengan kakakku nih. “Ya, mungkin aku sampai rumah jam setengah 12 malam. Me, kamu kenapa? Sakit ta? Kok seperti ngos ngosan gitu?” tanya kakakku. “Nggak… ko… Cuma… ingin… ke wc… sudah dulu.. ya ko”, kataku sambil menyuruh pak Arifin meletakkan gagang telepon dengan bahasa isyarat, sementara nafasku makin memburu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Begitu telepon tertutup, aku segera melepaskan lenguhan yang sejak tadi kutahan tahan, dan aku langsung orgasme, kali ini lebih hebat dari yang pertama tadi. Tubuhku sedikit terlonjak lonjak, kedua kakiku melejang lejang dan cairan cintaku keluar banyak sekali hingga membanjir membasahi penis Wawan. Aku memandangnya dengan jengkel sekaligus penuh gairah, apalagi Wawan terus memompaku dengan kecepatan yang makin tinggi, membuat gairahku langsung bangkit walau baru orgasme hebat. Pak Arifin bertanya, “non, kakaknya non pulang jam berapa?”. Aku berkata tetap dengan suara yang terputus putus, “Setengah..dua..belas.. pak”. Pak Arifin lalu keluar entah kemana, aku juga sudah tak perduli. Gila, stamina Wawan benar benar luar biasa, aku dibuatnya kewalahan. Sodokan demi sodokan seolah memompa gairahku meuju orgasme, dan luar biasa, aku sudah orgasme yang ketiga saat ini, dua kali akibat dipompa Wawan dengan ganas, sementara dia tak ada tanda tanda keluar. Jam sudah menunjuk waktu 19:35, sudah setengah jam aku dipompa Wawan, dan ia belum menunjukkan tanda tanda akan orgasme. Bahkan milik Suwito sudah berkedut, ia buru buru memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang langsung mengulum rapat dan menyedot nyedot penisnya, membuat Suwito mengerang dan melenguh, spermanya menyemprot deras ke dalam kerongkonganku. Rasanya sedikt lebih gurih dari 6 orang kemarin, atau aku yang sudah mulai menikmati minum sperma, aku juga tak tahu pasti. Penis Suwito terus kusedot sampai mengecil dan tak ada sisa sperma yang menempel sedikitpun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini sementara aku tinggal menghadapi Wawan satu lawan satu. Tiba tiba Wawan dengan perkasa menarikku bangun, dan ia turun dari ranjang berdiri, dengan tetap memeluk pinggangku dan penis yang masih terus menancap erat dalam vaginaku, membuat aku takut terjatuh hingga melingkarkan betisku ke pinggangnya dan merangkul lehernya erat. Wawan menggunakan kesempatan itu untuk melumat bibirku, sementara sodokan penisnya yang begitu kokoh bagaikan sebatang besi, terasa makin dalam menancap di vaginaku, membuatku semakin melayang layang, mengantarku mengalami multi orgasme di pelukan Wawan. “Oooooh…. Waaaaan…. aaaa…duuuuh… e….naaaaak”, erangku, tanpa terkendali aku mengejang ngejang susul menyusul di pelukan Wawan. Kepalaku menengadah, pantatku terasa kejang tersentak sentak ke depan, cairan cintaku membanjir membasahi lantai kamarku, nafasku seperti orang yang habis lari berkilo kilo. Nikmat yang melandaku ini entahlah, mungkin setara dengan nikmat kemarin saat aku digangbang Girno, Urip dan Soleh. Namun Wawan melakukannya sendirian, membuatku kini memandangnya agak lain. Wajahnya memang tak karuan, penisnya juga tak terlalu besar dan tak terlalu panjang, tapi, penisnya memang luar biasa keras, dan kalo staminanya seperti ini, aku berpikir bisa bisa kelak aku yang mencarinya untuk memuaskanku. Aku benar benar sudah larut dalam permainan seks ini, rasanya aku sudah berubah dari cewek yang alim dan terpelajar, menjadi cewek bispak!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lamunanku buyar saat Wawan tiba tiba memelukku makin erat, sodokannya makin bertenaga, sementara tubuhnya terasa bergetar getar. Oh.. apakah akhirnya ia akan orgasme? Ia mulai melenguh, “heeegh.. non… E…..li……zaaaaaaa…..”, sambil menjepit tubuhku dengan pelukan yang menyesakkan dadaku, namun membuatku kembali orgasme kecil, menngiringi semprotan spermanya yang amat banyak di dalam vaginaku. Wawan menaruhku di ranjangku, dan aku agak terbanting, untungnya ranjangku empuk. Ia terus menanamkan penisnya di dalam liang vaginaku, lalu menindih tubuhku hingga kakiku makin terkangkang lebar. Ia memagut bibirku dengan buas, membuat aku megap megap. Untungnya penisnya semakin mengecil, dan dengan posisi tubuhku yang terlipat iini penisnya dengan cepat terlepas dari vaginaku. Cairan cintaku menghambur keluar cukup banyak bercampur spermanya dan membasahi kedua pahaku ketika aku ditariknya berdiri. Ia memelukku dengan erat dan kembali memagut bibirku seolah aku ini kekasih yang sudah lama dirindukannya. Saat itu aku melihat jam sudah menunjuk pukul 20:10. Edan. Ini berarti Wawan menggenjotku selama satu jam. Benar benar lelaki yang perkasa. Tiba tiba entah sejak kapan, aku melihat Sulikah dan pak Arifin sudah ada di kamarku, kelihatannya sejak lama, cukup lama untuk melihat aku menyerah dalam pelukan Wawan. Pak Arifin mendekat mengambil giliran. Aku masih tersengal sengal, ketika pak Arifin yang biasanya kalem ini dengan buas penisnya yang berukuran raksasa langsung diterjangkan ke vaginaku yang untungnya masih basah kuyup oleh campuran sperma Wawan dan cairan cintaku tadi, sehingga masih sangat licin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“aaagh…aduh…oooh… heeegh…auuuh…nngggh “, erangku berulang ulang tanpa daya ketika pak Arifin dengan bersemangat sekali memompa vaginaku yang langsung terasa amat sakit seperti saat pertama Girno memompa vaginaku. Urat urat itu terasa begitu menggerinjal mengaduk aduk vaginaku. Rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini membuatku teringat sisa obat perangsang di tas sekolahku. Aku meminta pak Arifin berhenti sebentar, dan minta tolong pada Sulikah untuk mengambilkan botol aqua yang isinya tinggal separuh itu di dalam tasku, yang langsung kuteguk habis begitu Sulikah memberikan padaku. Aku sempat melihat sekelilingku, Wawan duduk di sofa kamarku, sementara Suwito tiduran di lantai. Dan Sulikah kembali duduk di kursi meja riasku. Lalu aku mempersilakan pak Arifin untuk mulai memompa vaginaku begitu aku mulai merasa panas yang tak wajar menjalari tubuhku. Ya, obat perangsang itu mulai bekerja. Tanpa mampu mengendalikan diri, aku melayani pak Arifin dengan penuh nafsu, sakit yang tadinya melanda vaginaku sudah lenyap sama sekali berganti kenikmatan yang luar biasa dahsyat. Lenguhan, desahan dan erangan kami berdua memenuhi kamarku, membuat siapa saja yang mendengar pasti bangkit gairahnya, termasuk Wawan dan Sulikah, yang aku lihat sudah saling memagut bibir dengan serunya, membuatku tak mau kalah dan menarik leher pak Arifin untuk kemudian kupagut bibirnya dengan ganas. Sudah 15 menit pak Arifin memompaku, entah aku sudah berapa kali melayang dalam orgasme, akhirnya pak Arifin melenguh panjang, menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Semprotan itu terasa begitu banyak dan kencang, rasanya mengenai bagian terdalam di liang vaginaku, mungkin menembus rahimku. Aku tergolek lemas dalam keadaan penuh nafsu, memandang Suwito yang harusnya sudah pulih karena ia yang pertama keluar tadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suwito langsung tanggap dan mendekatiku. Ia segera menusukkan penisnya ke dalam vaginaku, dan mulai memompa vagina yang sudah kehausan penis lelaki. Obat perangsang itu benar benar dahsyat, aku mencumbu Suwito dengan buas, membuat Wawan yang sudah bergairah tak tahan lagi dan mendekatiku. Suwito mengerti dan mendekapku erat lalu berbaring telentang hingga aku kini menindihnya. Dan Wawan menjilati anusku, mendatangkan sensasi aneh dan luar biasa bagiku. Lidahnya terus mengorek ngorek anusku yang semakin lebar, kemudian ia menyuruhku meludahi penisnya yang disodorkan ke wajahku. Dalam kepasrahan kuturuti kemauannya, aku tahu ia akan segera membobol anusku. Tapi aku yang sudah terangsang hebat ini tak perduli. Dengan beberapa kali dorongan, akhirnya penis Wawan yang sudah amat licin itu menembus anusku, membuatku melolong panjang karena kesakitan. Bagaimanapun, aku belum terbiasa anusku dibobol. Kini dalam keadaan disandwich, aku disodok sodok bergantian dari atas dan bawah, hingga akhirnya tak sampai 10 menit kemudian aku sudah orgasme, bersamaan dengan menyemprotnya sperma Suwito dalam liang vaginaku. Dalam keadaan anusku masih tertancap penis Wawan, pak Arifin menggantikan posisi Suwito. Penisnya yang raksasa itu sudah menegang tegak, siap untuk kembali menyodok vaginaku dengan buas. Suwito menyodorkan penisnya ke wajahku dan aku tak perlu disuruh, segera kubersihkan sperma yang tertinggal di penis itu dengan mengulum ngulum dan menyedot nyedot penis itu hingga bersih, sementara pemiliknya melenguh lenguh keenakan, lalu roboh di depanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Birahiku yang semakin tinggi membuatku antara sadar dan tidak, dengan penuh nafsu melayani sodokan dua penis sekaligus di selangkanganku. Kugerakkan tubuhku mengikuti irama sodokan itu, berulang ulang aku mencapai klimaks, sampai akhirnya pak Arifin orgasme duluan. Kini tinggal Wawan yang menyodomi aku dengan gencar, memang Wawan luar biasa. Pak Arifin menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, dan aku dengan semangat mulai mengulum dan menyedot nyedot penis itu sampai mengecil, sementara Suwito sudah berada di bawahku, namun bukan untuk menikmati vaginaku, melainkan menyedot susuku yang tergantung karena kini aku dalam keadaan doggie style. Pak Arifin duduk dan melumat bibirku dengan bernafsu. Sulikah kulihat mulai bermasturbasi dengan mengaduk vaginanya dengan jarinya sendiri. Ia pasti terangsang hebat melihatku begitu pasrah dikeroyok oleh 2 orang rekannya ditambah sopirku. setengah jam kemudian Suwito sudah pulih, dan menusukkan penisnya ke vaginaku, membuat selangkanganku kembali terasa sesak membangkitkan gairahku, dan tak lama kemudian aku langsung orgasme hebat. Seolah bekerja sama dengan Wawan, mereka menusukkan senjatanya dalam dalam bersamaan dan berlama lama menahan penis mereka di sana, membuat aku melenguh lenguh tak kuasa menahan nikmat. Aku sudah setengah sadar saat jam menunjuk pukul 22:15. Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus mili liter cairan cinta yang sudah diproduksi tubuhku selama 3 jam ini. Mereka bertiga bergantian memuaskanku, sampai akhirnya ambruk satu per satu di sekelilingku. Kondisiku sendiri tak lebih baik, tenagaku terasa terkuras habis. Untungnya aku besok masih sekolah siang. Ya, semester depan aku akan sekolah pagi. Yang jelas besok aku masih ada kesempatan bangun agak siang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Deru nafas yang memburu bersahut sahutan di kamarku. Aku mulai sadar dari pengaruh obat perangsang tadi, dan bangkit menuju kamar mandiku dengan sempoyongan. Kukeluarkan sperma yang bisa aku keluarkan dari vaginaku dengan bantuan tangan dan siraman air shower. Aku mandi keramas menghapus sisa keringatku dan keringat mereka yang menempel di sekujur tubuhku, lalu mengeringkan tubuhku serta rambutku. Kemudian, masih telanjang bulat, aku kembali ke ranjangku yang masih awut awutan akibat `perang’ yang baru terjadi. Wawan masih tergeletak di ranjangku, aku memintanya turun, karena aku harus mengganti sprei ranjangku. Aku tak mau tidur dengan bau keringat, sperma dan cairan cinta di sekitarku. Dibantu Sulikah aku memasang sprei yang baru, sementara sprei tadi dibawanya turun ke tempat cucian setelah ia pamit padaku untuk tidur. Sementara 3 begundal ini, aku masih ada urusan yang harus kubicarakan dengan mereka semua. “Pak Arifin, Wawan dan Suwito. Sekali lagi, aku ingatkan, hal barusan ini hanya bisa terjadi jika kedua ortuku dan kakakku tidak ada di rumah, juga jika aku tidak ada PR atau tugas ataupun ujian, juga pada saat aku tidak sedang mens. Di luar itu, jangan coba coba memaksaku. Kalo ketahuan, selain kalian dipecat, aku sendiri juga bakal susah. Daripada hal yang sama sama merugikan kita semua terjadi, tolong kalian jangan berlaku ngawur. Kalian juga bisa menikmatiku, tapi kalian harus janji tak akan jajan di luar. Aku tak ingin kena penyakit kelamin yang menular. Apa kalian mengerti?” tanyaku panjang lebar, yang dijawab mereka semua, “akuuuur…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Lalu dengan langkah gontai karena sama sama kehabisan tenaga, mereka bertiga keluar dari kamarku menuju ke kamar masing masing. Tinggal aku sendiri yang menunggu kakakku pulang sambil merenung. Masih ada sejam lagi sebelum kakakku pulang, aku berpikir aku lebih baik tidur saja, toh kakakku bawa kunci pintu depan. Aku mengenakan baju tidur satin yang nyaman seperti kemarin, lalu mengistirahatkan tubuhku yang sudah amat kepayahan ini di atas ranjangku yang empuk. Aku membayangkan, Jumat depan aku harus melayani 6 begundal kemarin. Apa lokasinya tetap di ruang UKS itu? Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika mereka gelap mata menyeretku ke mess yang dihuni sekitar 60 orang itu? Aku bisa apa? Apa mereka tetap mau melepaskan diriku seperti kemarin? Lalu, sampai kapan aku akan jadi budak seks kedua pembantu dan sopirku ini? Pertanyaan demi pertanyaan menghiasi pikiranku, mengantarku tidur yang kali ini tak begitu nyenyak. Beberapa jam sekali aku mengalami mimpi buruk, dimana aku berada di tengah kerumunan 60 orang yang mengepung diriku hingga aku panik dan terbangun. Oh.. apakah ini tanda bahwa nanti aku benar benar harus melayani penghuni mess dimana Girno dan yang lain tinggal itu?</div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-71379607947469743592017-07-23T01:18:00.002-07:002017-07-29T23:42:45.779-07:00ELIZA02 : SOLUSI DI RUMAH PART01<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPkfdj073bBsKgRRODBYFfLhRmU7-LC7X7-9hLaFGJorZFEr3Damk048nMLpvJeRK7kYfhslQ0NnzIftVeJke1JlNZm7QKdSGQSL9S2s0aUhZVHwfkAadN13qEc42eiAFenV-UHvIHibo/s1600/01.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="720" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPkfdj073bBsKgRRODBYFfLhRmU7-LC7X7-9hLaFGJorZFEr3Damk048nMLpvJeRK7kYfhslQ0NnzIftVeJke1JlNZm7QKdSGQSL9S2s0aUhZVHwfkAadN13qEc42eiAFenV-UHvIHibo/s200/01.jpg" width="150" /></a></div>
Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat,
sekitar jam 7:30. Itu pun karena sinar matahari yang terang menerpaku dari kaca
jendela, yang gordennya lupa kututup tadi malam. Saat ini rumahku pasti sedang
sepi, tinggal Siti dan Sulikah, 2 pembantu wanita di rumahku. Keduanya berumur
20 tahun. Juga Suwito yang berumur 25 tahun, dan Wawan yang berumur 24 tahun, 2
pembantu laki laki di rumahku. Juga ada pak Arifin yang berumur 45 tahun, sopir
yang setia mengantarku sejak aku masih kecil. Kedua ortuku masih ada di luar
negeri. Dan aku ingat, kakakku menginap di rumah temannya, mengerjakan tugas
kelompok kuliahnya yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat, Siti
sedang pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa
berlakunya. Dengan malas aku bangkit menuju kamar mandi, menyalakan shower dan
mandi sambil mengingat ingat kegilaanku kemarin, membuatku sedikit tersenyum
malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku mengeringkan tubuhku dan
mengenakan baju santai. Karena bangun kesiangan, aku yang biasanya ke gereja
jam 8 pagi, terpaksa datang ke sesi 9:30 nanti karena sekarang sudah jam 8
lebih dan masih ada waktu sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu,
jadwal kegiatanku adalah latihan balet di ******* jam 5 nanti, dan aku harus
berangkat setengah jam sebelumnya. Demikian rutinitas kegiatanku tiap minggu.
Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke mall,
tapi hari ini rasanya aku amat lelah, membuat aku malas keluar, dan memutuskan
untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saat ke sekolah balet nanti .
Selain itu selangkanganku masih agak ngilu akibat digangbang sekitar dua jam
kemarin.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah merapikan penampilanku dengan menyisir rambutku
supaya tak awut awutan, aku keluar ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan
lauk yang tersedia, aku berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples
gula di meja pinggir sudah kosong, jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil
gula. Di sana aku disuguhi pemandangan yang membuatku terbelalak. Sulikah yang
menurutku berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan disetubuhi
dari belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul dengan ganas.
Pakaiannya sudah tak karuan, tubuhnya yang mungil seukuran denganku terlihat
mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya dalam dalam. Mereka
mendesah bersahut sahutan, tanpa menyadari keberadaanku kini yang terpaku
melihat adegan itu. Tepat saat Wawan berorgasme, tiba tiba Suwito masuk dari
pintu belakang, gilanya, dengan telanjang bulat, membuatku memekik kaget. Hal
ini menyebabkan Sulikah dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang
yang baru melihat setan, dan mereka segera saling melepaskan diri dari
persetubuhan yang amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung, demikian
juga Suwito yang kelihatan panik bertanya dengan tergagap gagap, “Lho…. Non
Eliza… kok belum… berangkat ke gereja?”. Ditanya demikian aku menjawab, “Iya,
saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambil gula di
dapur”. Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak dapur, dan
aku bergegas kembali ke meja makan dengan berusaha tak memikirkan hal yang baru
saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat ketika aku sarapan pagi, dan
setelah selesai aku berniat kembali ke kamarku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akan melangkah, tiba
tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku dengan takut takut. “Non
Eliza, kami minta maaf. Tolong jangan bilang ke orang tua non atau kakak non
ya.. kami tak tahu harus gimana kalau sampai kami dipecat”, kata Wawan mewakili
mereka. Aku terdiam beberapa saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku
merasa iba. “Kalian tenang saja. Saya memang gak ada niat sama sekali untuk
melaporkan hal tadi. Cuma saya pesan, lain kali kalian hati hati ya, jangan
kelihatan kakak saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang”,
kataku sambil tersenyum. Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan
hal ini pada siapapun. Mereka terlihat begitu lega dan mengucap terima kasih
berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka kembali ke
kamarku. Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka perbuat tadi membuat
aku kembali membayangkan saat saat aku digangbang kemarin, membuat nafasku
sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku naik. Aku mulai melamun tentang
keadaanku. Aku masih belum punya pacar. Memang ada banyak cowok di sekolahku
yang mendekatiku, tapi semuanya kutolak dengan halus, karena berulang kali
ortuku mewanti wanti aku supaya tidak pacaran waktu masih sekolah. Walau
begitu, aku sebenarnya tertarik pada seorang dari mereka yang bernama Andi.
Tapi, kini aku sudah tidak perawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali
setelah acara gangbang itu, membuatku murung membayangkan bagaimana pandangan
Andi terhadap diriku kelak kalau dia tahu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jam dinding di kamarku berbunyi, menunjukkan pukul 9. Oh,
saat aku berangkat nih. Aku segera bangkit dan berganti pakaian, lalu turun
menuju garasi. Pak Arifin seperti biasa menawariku “Non mau saya antar ke
mana?”. Ia lupa kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kali ini aku
pikir ada baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada
tubuhku masih belum hilang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada balet. “Ke
gereja ******** pak”, kataku. Ia membukakan pintu belakang mobil yang biasa dipakainya
untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku hanya melamun, membayangkan apa
yang kira kira terjadi sekarang. Apakah Sulikah kembali bermain sex dengan
Wawan dan Suwito? Tak terasa, aku sudah sampai di gereja. Setelah melakukan
kebaktian rutin yang lamanya sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang
melayang kemana mana, aku segera pulang. Di dalam mobil, aku yang sejak di
dalam gereja tadi sudah mulai mengantuk, kini kantukku semakin menjadi,
sehingga aku tertidur di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku
bangun aku sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku
memeriksa keadaanku, yah, bajuku masih lengkap, bra dan celana dalamku masih
melekat dengan baik. Tapi celana dalamku terlihat amat basah, kelihatannya oleh
cairan cintaku. Bajuku juga kusut sekali. Sialan, siapa ya yang mempermainkan
tubuhku selagi aku tidur? Dan ketika aku berdiri, kedua betisku terasa pegal
seperti kemarin. Duh, sore ini aku harus latihan balet…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jam menunjukkan pukul 2 siang. Berarti aku tidur sekitar 3
jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin, kecurigaanku mengarah
kepadanya. Hmm sialan tuh orang, cari kesempatan dalam kesempitan, pikirku.
Dengan sedikit kesal aku turun mencarinya. Tapi aku berpikir, bagaimana kalo
pak Arifin menanyakan apa bukti kalo tadi itu perbuatan dia? Akhirnya aku
memutuskan untuk mendiamkan hal ini, dan aku pun ke ruang makan karena merasa
lapar. Terlihat sudah ada masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya
memang selalu lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuatku makan sedikit
lebih banyak dari biasanya, dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali
ini tanpa gula. Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak Arifin
kembali mengantarku, lalu aku pura pura tertidur. Jadi aku bisa mengetahui,
siapa yang tadi berbuat iseng padaku. Aku tersenyum senang karena merasa dengan
begitu aku bisa menemukan pelakunya. Selesai makan aku kembali ke kamarku,
menyetel musik kesukaanku, dan mandi busa untuk menyegarkan tubuhku. Selesai
aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah
jam lagi harus berangkat nih. Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku.
Setelah itu, aku mengenakan kostum baletku setelah memakai bra dan celana dalam
ketat yang berwarna putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam,
yang aku bisa pastikan aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika
memakainya. Lalu aku mengenakan blus terusan berwarna biru, jadi nanti di sana
aku tak perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup
ketat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan sepatu
balet.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah selesai aku segera menuju garasi, dan seperti yang
aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di samping mobil yang tadi itu.
Sebelum dia menawari aku sudah berkata “pak, tolong ke sekolah balet *******”.
Dan setelah membuka pintu mobil untukku, ia segera melajukan mobil ini ke
tempat tujuan. Aku memperhatikan pandangan matanya, kalau kalau ia mencuri
pandang ke arah tubuhku. Namun tak kutemukan tanda tanda itu sampai akhirnya
kami sampai ke tujuan. Aku mengangkat bahu, dan kemudian masuk seperti biasa,
untuk berlatih tari balet. Kami akan show di akhir tahun nanti, dan aku adalah
penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku yang indah, aku
juga dinilai oleh guru balet kami sebagai yang paling lentur dan indah
gerakannya. Namun hari itu, aku hampir tak bisa menunjukkan performa terbaikku,
selain karena pikiranku yang melayang, tubuhku juga tak mau diajak kompromi,
terutama selangkanganku yang masih terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa
pegal pegal. Akibatnya hari itu aku lumayan bad mood, dan berlatih ala
kadarnya. Untung saja, guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah
selesai, aku segera pulang. Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di
mobil pura pura mengeluh, “Aduh.. hari ini kenapa ya.. dari tadi ngantuk
terus…” seperti mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk
terdengar oleh pak Arifin. Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap berulang kali
seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertidur. Aku benar benar
penasaran, apa yang akan terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikit
untuk memastikan, kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap
sewajarnya seperti orang tidur. Setelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin
memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas, karena
kamarku memang di lantai 2. Sampai di atas, aku mendengar suara Wawan dan
Suwito yang bertanya, “Lho pak, ketiduran lagi seperti tadi siang?”. “Iya,
rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet”, kata pak Arifin.
Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang, jantungku makin berdebar,
menunggu apa yang akan terjadi. Sulikah menyelimutiku, lalu berkata,”Ya sudah,
ayo kita turun”. Dan mereka semua keluar dari kamarku, meninggalkanku yang
semakin bingung dan penasaran. Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura
pura tertidur. Ternyata dugaanku benar, beberapa menit kemudian pintu kamarku
kembali terbuka, dengan suara yang sangat pelan. Namun aku bisa mendengarnya,
karena aku memang tidak tidur. Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk
mengetahui siapa yang akan berbuat iseng ini. Aku sedikit membuka mataku dengan
amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi. Ya ampun, aku melihat Wawan
dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang tergolek di ranjang.
Ternyata merekalah pelakunya! Kurang ajar betul mereka ini, sudah untung aku
tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka terhadap Sulikah, tapi kini mereka malah
ngelunjak, hendak mengisengi anak majikan mereka. Sementara kudengar di bawah,
Sulikah dan pak Arifin sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang
renyah, membuatku menduga duga, apakah Sulikah juga ada main dengan pak Arifin…<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi, tak ada waktu untuk memikirkan orang lain, karena
tubuhku sedang dijahili kedua pembantuku ini. Kurasakan mereka menyingkap
selimutku, kemudian mulai meremasi payudaraku, membuatku hampir tak tahan untuk
mendesah. Aku bertahan berpura pura tidur, selain takut mereka akan berbuat
yang lebih jauh jika aku `terbangun’, aku hanya berharap mereka akan
menghentikan aktivitas mereka setelah membuat cairan cintaku membanjir keluar,
seperti tadi siang. Duh, mana aku masih memakai stocking dan celana dalam yang
ketat lagi. Mereka terus meremasi payudaraku dan nafas mereka semakin memburu,
tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Sementara aku berusaha keras meredam
gairahku yang mulai naik, dengan cara membayangkan wajah orang yang sangat
jelek. Celakanya, mereka melanjutkan remasan di payudaraku dengan rabaan pada
perutku, kemudian dengan nakal mereka bergantian menekan nekan vaginaku yang
masih tertutup 4 lapis pakaian, celana dalam, stocking, gaun baletku serta blus
biru terusan yang sampai ke lutut. Lalu mereka menarik blusku sampai ke
pinggangku. Agak kesulitan juga mereka, karena blusku yang memang agak ketat,
juga posisiku yang tiduran. Kemudian gaun baletku juga mereka singkapkan,
sehingga pertahanan vaginaku tinggal stocking dan celana dalamku. Dalam hati
aku berkata, awas saja kalau mereka berani menyobek stockingku, gaji mereka
akan kupotong! Stockingku ini mahal harganya, dan aku Cuma punya sedikit. Tiba
tiba aku mengejang, menahan geli saat vaginaku kembali ditekan tekan. Kini
tekanan itu lebih terasa, karena tinggal stocking dan celana dalam ketat saja
yang melindungi vaginaku dari tangan jahil mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza02-solusi-di-rumah-part02.html">BERSAMBUNG KE PART02</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-18256025683184481022017-07-23T01:01:00.001-07:002017-07-29T23:41:59.437-07:00ELIZA01: HOROR DI RUANG UKS PART08<div class="MsoNormal">
Pulang Dari Pesta Seks<o:p></o:p><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri dan melap tubuhku yang basah kuyup oleh keringat ini dengan sehelai handuk yang mereka berikan, sekaligus membersihkan selangkangan dan pahaku yang belepotan sperma.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tertegun melihat Girno sudah membawa sebuah roti hot dong yang panjang. Dengan nakal Girno melesakkan roti hot dog itu ke dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya dengan memelas sekaligus penuh tanda tanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi Girno hanya cengengesan sambil terus melesakkan roti itu sedalam dalamnya, sedangkan aku menggeliat perlahan ketika roti itu menbuat liang vaginaku terasa sesak. Lalu ia memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup ketat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian aku menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah, bahkan hati kecilku seperti mengatakan aku suka dan rela diperkosa habis habisan seperti tadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non Eliza, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Apa maksud bapak?”, tanyaku pura pura tak mengerti.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, di minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3. Dan sejak tanggal 24 kan sekolah libur, maka kami ingin hari itu non Eliza datang ke sini, jam 7 malam, untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini, non cukup melayani kami 2 jam saja”, jelas Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku memandang Girno dengan perasaan yang campur aduk, menyadari aku akan jadi budak seksnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nanti tanggal 24 itu. Yang pasti non Eliza harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” tambah Girno, dengan nada yang sangat mengintimidasi diriku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Benar Eliza. Saya bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain. Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu” kata pak Edy mendukung ucapan Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan, setelah menerima raport minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam lelaki yang ada di sekitarku ini. Dan aku tak bisa menolak sama sekali. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke arah mobilku. Selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan diperkosa ramai ramai, roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa berjalan dengan wajar. Untungnya tak ada orang yang melihatku dalam keadaan seperti ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kalau saja ada gerombolan lelaki yang melihatku dengan penampilan seperti ini dimana rambutku kusut masai menghiasi wajahku yang sayu kelelahan setelah ngeseks dua jam dengan enam lelaki, serta cara berjalanku yang terlihat menahan sakit, bisa bisa aku harus pasrah jadi obyek pesta seks lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya aku sampai ke dalam mobil. Sebenarnya aku ingin melepaskan roti yang sedang memperkosaku ini, tapi harus kuakui rasanya enak juga kalau vaginaku terganjal roti itu sepanjang perjalanan pulang nanti. Dan aku pikir lebih baik aku cepat pulang saja daripada aku harus mengalami kejadian yang tak kuinginkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menyetir sampai ke rumah dengan selamat, sekitar pukul 22:30. Aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejak aku menyetir tadi, aku terus memikirkan roti yang sedang asyik menancap di liang vaginaku. Rasa ngilu yang nikmat terus mendera liang vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling mobil, roti ini rasanya mengganjal dan menggesek dinding liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku. Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, karena kamarku memang ada di lantai 2. Tiap anak tangga yang kudaki menambah siksaaan kenikmatan yang kurasakan pada liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang ternyata sudah sedikit hancur, mungkin karena sudah terlalu lama menyerap campuran sperma para pemerkosaku dan tentunya cairan cintaku sendiri yang memang rasanya tak berhenti keluar sejak roti itu mengisi liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menyemprotkan air shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat membersihkan semuanya. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi memperkosaku ramai ramai di UKS.</div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-44502384794417640462017-07-23T00:39:00.001-07:002017-07-29T23:41:40.898-07:00ELIZA01: HOROR DI RUANG UKS PART07<div class="MsoNormal">
Diperparah Obat Perangsang<o:p></o:p><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku.Padahal mereka belum menyentuhku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku langsung tersadar, ini pasti ada obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman yang tadi dibelikan oleh Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sialan deh, aku kini semakin terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa vagina dan mulutku. Permainan ini dilanjutkan kembali. Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mungkin karena obat perangsang itu, aku sendiri menginginkan kenikmatan ini tidak pernah berhenti menghinggapiku, bahkan sebentar sebentar aku mengalami orgasme. Dan gilanya, tiap aku orgasme mereka berdua bertukar posisi, membuatku semakin larut dalam permainan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rasa sperma dari banyak orang, bercampur cairan cintaku, kurasakan ketika mengoral penis mereka, membuatku semakin liar. Aku menggeliat keenakan saat mereka berejakulasi bersamaan, Yoyok di vaginaku dan Urip di tenggorokanku. Sedangkan aku sendiri kembali harus menyerah diantar menuju orgasmeku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ada satu menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah basah dan awut awutan. Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi. Tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku. Kemudian bergantian mereka terus menikmati tubuhku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku. Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul 21:45.<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01-horor-di-ruang-uks-part08.html">BERSAMBUNG KE PART08</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-72568714971775667792017-07-23T00:37:00.003-07:002017-07-29T23:41:28.913-07:00ELIZA01: HOROR DI RUANG UKS PART06<div class="MsoNormal">
Tenggelam Dalam Nikmat Pesta Seks<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Kini aku mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan gilanya, aku menginginkan diriku dijadikan obyek pesta seks lagi seperti tadi. Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka benar benar menepati janji untuk tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar pipiku ataupun menjambak rambutku. Bahkan Girno memelukku dan membelai rambutku dengan mesra dan penuh kasih sayang, setidaknya menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya. Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini. Entah kenapa aku merasa aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu? Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan orgasme yang senikmat itu ketika aku bermasturbasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lamunanku terputus saat Girno mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil terlepas dari vaginaku, dan ia menyingkir membiarkan Soleh mengambil gilirannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di sela kakiku yang sedikit mengkangkang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya menurut saja dan menaiki penisnya yang tegak mengacung itu. Soleh memegang dan membimbing penis itu menempel pada bibir vaginaku. Sekali ini, tanpa paksaan sedikitpun, malah aku yang berinisiatif menurunkan badanku, hingga perlahan penis itu tertelan dalam liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Memang lebih mudah dari punya Girno tadi, karena diameter penis si Soleh lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya yang tidak selisih banyak dengan milik Girno tadi membuatku kelabakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooh.. aduuuuh… “, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Girno yang kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku. Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi sekali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan aksi sodominya terhadapku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, liang anusku kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku kembali terasa sesak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Walaupun memang tidak sesesak tadi, rasa mulas dan ingin mengejan itu langsung kembali lagi menyiksa tubuhku, membuatku merintih dan mengerang, antara pedih dan nikmat. Beberapa kali aku harus menahan nafas karena kesakitan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini Hadi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, wali kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di depanku, kelihatannya akan memintaku untuk mengoral penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dioral sekalian Eliza, daripada nganggur nih”, katanya dengan senyum yang memuakkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jadi kini aku digempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eemmph….”, erangku keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tubuhku mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang kulihat sedang merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya muncrat membasahi kerongkonganku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Baru kali ini aku merasakan sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam. Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film biru, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu, sementara itu pak Edy melolong lolong keenakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non Eliza? Bagaimana nanti sama memeknya? Seret banget lho pak”, kata Soleh dengan nada sedikit mengejek, yang disambung tawa yang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si Girno. Aku juga tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi sedikit lebih ringan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hadi yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan kananku pada penis Yoyok kupercepat, aku seakan sedang berlomba mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ouuggghh….”, Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang seiring berkedutnya penisnya dalam liang anusku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penis Urip menyemprotkan spermanya berulang ulang di dalam liang anusku hingga terasa hangat sekali pada liang anusku di bagian terdalam. Perutku kembali sedikit mulas, tapi mulas yang enak sekali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok berniat menggantikan Urip membobol anusku. Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang, tapi… diameternya itu.. rasanya seukuran dengan punya si Girno. Dan celaka… penis itu akan segera menghajar anusku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oooh… ooogh… sakiiiit…”, erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku melenguh lenguh menikmati mulasnya perutku, juga rasa ingin mengejan yang mendera liang anusku. Apalagi liang vaginaku ini semakin ngilu seperti akan copot saja, karena Soleh terus memompa liang vaginaku tanpa ampun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya, sementara Hadi menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku bisa mengira ngira, ternyata penis si Hadi ini mirip dengan punya Urip dan Soleh.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Hadi berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku. Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk dalam kerongkonganku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam liang anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooohh… aanggh…”, aku sendiri juga mengerang panjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Hadi jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi. Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memelukku erat dan kembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan nafas.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Liang anusku langsung terasa lega dan nyaman, dan sekarang ini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kami terus bergumul dengan panas. Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mungkin pergumulan kami yang panas menyebabkan birahi Girno terbakar. Aku sempat melihat penis raksasa itu mengacung kembali, seolah menandakan tenaganya yang sudah pulih setelah tadi sudah sempat berejakulasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu. Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk menggenjotku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Girno segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu ia segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Girno yang sudah terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gilanya, aku ingin Girno bersikap lebih liar. Aku malah mencoba menggoda Girno dengan pura pura ingin menahan sodokan penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya di atas ranjang tempat aku dibantai ini, membuatku tak berdaya. Dan sodokan demi sodokan penis Girno yang menghajar vaginaku terasa semakin keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku bahkan nekat menatap Girno dengan pandangan sayu memelas untuk lebih menggodanya lagi, dan ternyata memang berhasil. Dengan nafas memburu, Girno melumat bibirku seolah tak ingin bibirku terlepas dari pagutannya. sambil terus memompa vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini aku yang gelagapan. Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya melepaskan ledakan birahiku karena seluruh gerakan tubuhku terkunci. Bahkan untuk melenguh pun aku tidak bisa karena Girno masih saja melmat bibirku. Aku hanya bisa diam dan pasrah hingga akhirnya Girno menggeram nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Girno melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang penisnya sudah ereksi kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kali ini, ia terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah ditunggunya sejak tadi. Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya membelah dinding liang vaginaku yang licin ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Yang lain kembali tertawa, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini, memandang yang lain, terutama Hadi yang belum sempat merasakan selangkanganku. Hadi yang seolah mengerti, segera mendekatiku. Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan gaya yang dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun cukup terangsang juga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak lama kemudian, Hadi sudah siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam. Ia terlihat menikmati hal ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Hadi cukup terburu buru dalam proses penetrasi ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hadi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Hadi sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka yang tadi sempat terbenam dalam liang anusku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sambil keluar Urip berkata, “Nanti kasihan non Eliza, kalo memeknya yang bersih jadi kotor kalo kontolku tidak aku cuci”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut kontol yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Oh.. ternyata mereka begitu pengertian padaku. Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Hadi dengan sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam, memberikan nikmat yang amat sangat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku orgasme disusul Hadi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip. Namun mereka berdua ini tak langsung menggarapku. Setelah Hadi kembali terduduk lemas di bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul 21:00 malam. Tak terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus. “Sebentar bapak bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku. Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku ke horor di ruang UKS ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pak Girno. Itu air sudah bapak campurin obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas sekolahku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi Girno berkata, “Tidak usah non. Saya belikan saja, sekalian sebagai hadiah untuk non”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam hati aku menggerutu, air aqua sebotol saja dikatakan hadiah. Tapi aku diam saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Girno pergi ke WC sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sambil menunggu, yang lain menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak lama kemudian, Girno kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah terbuka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menatapnya curiga, dan bertanya dengan ketus. “Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Girno dengan tersenyum menjawab, “Nggak non. Masa lagi enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Eliza gak terlalu capek. Buat tambah tenaga non”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Yah.. pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah di ruang ini. Aku tak mau sampai salah minum dan kemudian menderita seperti tadi.<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01-horor-di-ruang-uks-part07.html">BERSAMBUNG KE PART07</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-17289081267226264262017-07-23T00:36:00.000-07:002017-07-29T23:41:15.483-07:00ELIZA01:HORROR DIRUANG UKS PART05<div class="MsoNormal">
Pembantaian Berlanjut<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke tenggorokanku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya aku mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini, menikmati rasa tercekik yang enak ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba tiba Girno menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan kedua payudaraku menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya pasrah menunggu, entah permainan apa lagi yang harus kujalani bersama Girno dan yang lainnya ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Girno pada yang lain.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Akuuur…”, seru mereka segera menyetujui sambil tertawa tawa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Berikutnya Urip segera ke belakangku, dan kurasakan ia sedang meludahi anusku. Kengerian kembali melandaku, membayangkan aku akan dijadikan sandwich oleh Girno dan Urip<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan…. jangan di situ…” desisku ketakutan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan dan beberapa dari mereka memuji ide Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aaaaaagh…” aku mengerang ketika penis Urip mulai melesak ke dalam liang anusku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mataku terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku diperkosa ramai ramai ini. Tubuhku terutama pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa. Ludah Urip yang bercampur dengan air ludahku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak membantu sama sekali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam liang anusku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selagi aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi, dijarah habis oleh mereka semua. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa liang anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit tertarik keluar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku. Akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam dalam pada liang vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rasanya tubuhku seperti sedang dirobek robek ke berbagai arah. Belum lagi liang anusku yang kemasukan benda asing ini membuatku jadi ingin mengejan, perutku mulas sekali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah beberapa saat aku harus berjuang menahan keinginanku untuk mengejan, perlahan rasa sakit pada liang anusku sudah berkurang banyak. Dan ketika rasa sakit itu reda, aku sudah kembali harus melayang dalam kenikmatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena semua bagian tubuhku yang harusnya bisa kugerakkan ini semuanya ditahan oleh para pemerkosaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam keadaan orgasme seperti ini, mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme! Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 2 menit. Namun semua cairan cintaku yang aku yakin sudah bercampur darah perawanku, sepertinya tak bisa mengalir keluar, terhambat oleh penis Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal, kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang pernah bermasturbasi sampai merasakan orgasme yang nikmat. Namun orgasme dalam keadaan liang vagina tertancap penis seperti ini benar benar membuatku melayang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis Soleh mengaduk aduk tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya kurasakan tubuh Girno bergetar dan menggigil<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hegh… hu… huoooooooh…”, Girno melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Akhirnya Girno orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. enake rek, memek amoy seng sek perawan…” kata Girno, yang tampak amat puas, entah puas karena berhasil memperawaniku, atau puas menikmati sempitnya liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="-webkit-text-stroke-width: 0px; color: black; font-family: "Times New Roman"; font-size: medium; font-style: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; orphans: 2; text-align: start; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;">
<div style="margin: 0px;">
Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari liang anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku.<o:p></o:p><br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01horror-diruang-uks-part06.html">BERSAMBUNG KE PART06 </a></div>
</div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-39135291813096316482017-07-23T00:32:00.002-07:002017-07-29T23:41:01.605-07:00ELIZA01 : HOROR DI RUANG UKS PART04<div class="MsoNormal">
Kedatangan Pak Edy Wali Kelasku<o:p></o:p><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih tetap bersarang dalam liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada Eliza?”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan sedikit berteriak “Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pak Edy seolah tak mendengarku, dan berkata pada Girno, “Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon tidak ketemu juga tidak apa apa… hahaha…”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbang ini langsung lemas dalam keputus asaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan kesal aku melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka, semuanya tertawa lega.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sambil mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku, Girno berkata, “Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Eliza masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal memeknya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?” katanya tertawa mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata (untungnya) penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aaaaagh…”, erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak keluar karena vaginaku yang masih sangat sempit ini seolah dibuntu oleh penis Girno yang berukuran raksasa ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dalam kelelahan ini, aku harus melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Girno membuat gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi aku tak tahu, kapan Girno akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15 menit berlalu, dan ia masih menyiksaku, memompa liang vaginaku dengan garangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku agak bingung memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai Senin besok dan seterusnya saat dia mengajar di kelasku.<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01horror-diruang-uks-part05.html">BERSAMBUNG KE PART05</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-19670653262923874092017-07-23T00:30:00.001-07:002017-07-29T23:40:48.451-07:00ELIZA01 : HOROR DI RUANG UKS PART03 <div class="MsoNormal">
Terenggutnya Keperawananku<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPuOp7SxjW9PxzX_A7TVZinzl-gTxDfYVzLUz6mvp0hzSBsQKXn5Gn-hd-we5fNLm1L3XvQaSPHfgvnu8Lbhxf9NDoMdeMFnRt0T1-8l_xf5jf3uUP1z07LUxRLzdPIUBTR7ASv8eJUd8/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku orgasme untuk yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini aku meraskan cairan cintaku sepertinya menyembur keluar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eh… non Eliza ini… belum apa apa sudah keluar dua kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, memek non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya”, ejek Girno sambil mulai melesakkan penisnya ke vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aduh… sakit pak” erangku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tenang non, nanti juga enak”, kata Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku, yang meskipun sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku. Namun dengan penuh kesabaran, Girno terus memompa masuk penisnya dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang kurasakan sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak tadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali menghapus semua nikmat yang sempat kuterima tadi. Entahlah, rupanya akhirnya selaput daraku robek.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Ooh… aauugggh… hngggkk… aaaaagh…”, aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku kembali mengalir tanpa bisa kutahan. Keringatku juga mengucur deras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku ingin meronta, tapi rasa sesak dan sakit di liang vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aduh.. sakit pak Girno.. ampun”, aku mengerang dan memohon pada pak Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun Girno hanya tertawa tawa, mungkin karena ia puas telah berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak, “terus.. terus..”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya vaginaku yang penuh sesak itu tak semakin didera rasa sakit. Lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip menahan gerakan kepalaku, dan ditambah belaian pada rambutku serta dua orang lelaki yang menyusu seperti anak kecil pada kedua payudaraku ini membuat gairahku yang sempat dipadamkan oleh rasa sakit tadi kembali menyala.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan pada bibirku. Girno terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah rasa ngilu yang amat nikmat yang melanda selangkanganku. Penis itu begitu sesaknya walaupun baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu menambah sensasi yang kurasakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh sempitnya non. Enaknya… ah…”, Girno mulai meracau sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mulutku ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno memulai pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Girno. Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas, jangan digigit ya!”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini, tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjang juga, tapi diameternya tak terlalu besar dibanding dengan penisnya Girno. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun berulang kali aku tersedak.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selagi aku berjuang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non, ayo dikocok!”, perintahnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang.<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01-horor-di-ruang-uks-part04.html">BERSAMBUNG KE PART 04</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-41361631152522600212017-07-23T00:25:00.002-07:002017-07-29T23:40:16.010-07:00ELIZA01: HOROR DI RUANG UKS PART02<div class="MsoNormal">
II. Pembantaian Dimulai<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib0CTZlqalw6Rs0GDYFq5XBEe7USoYPVsgc7u6nFBwepmy7os2pEr65xznGfzaja0oaBEhTlWSuv2wKexy1m4XOYYmqwyhEPdvbQtLfvZlkTGNnl1IwNhhbbq4fhKI05SUDwE5UMFT810/s1600/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib0CTZlqalw6Rs0GDYFq5XBEe7USoYPVsgc7u6nFBwepmy7os2pEr65xznGfzaja0oaBEhTlWSuv2wKexy1m4XOYYmqwyhEPdvbQtLfvZlkTGNnl1IwNhhbbq4fhKI05SUDwE5UMFT810/s200/16230731_204979473239526_920598958265335808_n.jpg" width="200" /></a></div>
Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul 20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Hadi masuk, diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya ternyata mereka mengajak dua orang satpam yang lain, Urip dan Soleh. Aku menggigil ketakutan, entah seperti apa keadaanku nanti setelah diperkosa oleh lima orang ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Hadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras pada kedua pipiku, aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku sadar hal ini tak akan ada gunanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka hanya tertawa dan dengan santai mereka membuka ikatan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku, lalu tanpa mendapatkan perlawanan sedikitpun dariku, mereka melepaskan baju dan rok seragam sekolahku, hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya sedikit pink.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya, mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus dah halus, membuatku merasa ngeri juga ketika memikirkan tubuhku akan segera dijarah habis oleh mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku kembali meronta, tidak rela menerima nasib yang buruk ini. Tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan vaginaku yang masih terlindung celana dalamku. Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku rasanya panas dingin. Belum lagi mereka akhirnya mengikatku lagi dalam posisi seperti tadi, mungkin karena aku terlalu banyak meronta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selagi aku masih kebingungan karena baru pertama kalinya ini aku merasakan sensasi sentuhan lelaki yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Aku semakin gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus tanpa bisa berbuat apa apa karena kedua tangan dan kakiku terikat erat di empat sudut ranjang ini, aku merasakan gejolak luar biasa melanda tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku merasakan betapa tubuhku berkelojotan dan mengejang hebat. Berulang kali tubuhku terlonjak lonjak sampai beberapa saat lamanya, dan kakiku melejang lejang, rasanya seluruh tubuhku bergetar.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Oh.. augh.. ngggg.. aaaagh…” aku mengerang dan menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku merasa seperti buang air kecil, tapi yang keluar hanya sedikit, dan baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang amat sangat seperti ini. Aku mengerti sekali bahwa tadi itu aku baru saja mengeluarkan cairan cintaku, karena aku mengalami orgasme.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku memang pernah bermasturbasi walaupun hanya menggesek gesekkan jariku pada bibir liang vaginaku sampai akhirnya aku mengeluarkan cairan cintaku. Tapi aku merasa kalau yang keluar itu tak sebanyak yang tadi, dan semua yang kurasakan tadi jauh lebih nikmat dibandingkan ketika aku mencapai orgasme saat bermasturbasi. Aku merasakan sensasi yang luar biasa dengan adanya sentuhan lelaki, yang baru pertama kali kurasakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tadi itu cairan cintaku keluar banyak sekali, dan aku merasa kelelahan dan lemas sekali. Kini aku hanya diam pasrah terbaring di tengah kerumunan para pemerkosaku ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Enak ya non? Hahaha… nanti non pasti minta tambah”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non Eliza, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika non Eliza tidak macam macam, kami akan melepaskan non setelah kami puas. Tapi jika non Eliza macam macam, non akan kami seret ke mess kami. Dan non tahu kan apa akibatnya? Di situ non tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess kami. Mengerti ya non?”, kata Girno kepadaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mendengar hal itu, aku merasa ngeri dan hanya bisa mengangguk pasrah, berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semua.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar… tolong jangan keluarkan di dalam ya?” aku memohon dengan sungguh sungguh dalam rasa ngeri membayangkan aku harus dibawa ke mess mereka, juga rasa ngeri akan kemungkinan hamil akibat diperkosa ramai ramai ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku pernah mendengar jumlah penghuni mess itu ada sekitar 60 orang. Mereka yang tinggal di sana adalah gabungan satpam, tukang sapu dan tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang masih sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku akan lebih menderita diperkosa oleh sekitar 60 orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan aku benar benar berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya… menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut kalau aku harus mengalami semua itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Hahaha, non Eliza, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy. Kami selalu memimpikan memperawani non Eliza yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA. Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas, bahkan memberi kami hadiah makanan. Maka kami sepakat untuk membalas kebaikan non dengan memberi non kenikmatan surga dunia.”, kata Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Tenang saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan kalo tentang hamil, non Eliza tenang saja. Kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Non Eliza tadi sakit perut kan? Hahaha…” jelas Girno sambil tertawa, tertawa yang memuakkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jadi memang ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Apa salahku terhadap mereka?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari ini aku akan diperkosa ramai ramai oleh mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Membayangkan hal ini, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan lagi seperti yang tadi baru melandaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat ukuran penis penis itu yang begitu besar. Dan penis penis itu, akan memasuki tubuhku, bergantian menyiksa liang vaginaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah telanjang bulat dan tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Girno, dengan diameter sekitar 5 cm dan panjang yang sekitar 16 cm.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pak, pelan pelan pak ya…” aku mencoba mengingatkan Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ia yang hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku, membuatku merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin memandang orang yang akan merenggut keperawananku ini. Girno menggesek gesekkannya kepala penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin terangsang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat. Mungkin karena mereka sudah yakin, aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan memang aku tak berani melakukan hal itu. Kini mereka sudah mengerubutiku kembali, seperti segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang manis.<br />
<br />
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01-horor-di-ruang-uks-part3.html">BERSAMBUNG KE PART03</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7224482539356027666.post-77041704223382783942017-07-16T23:24:00.000-07:002017-07-23T01:05:37.884-07:00ELIZA01 : HOROR DI RUANG UKS PART01<a href="https://www.qqkartu.net/" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="600" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_lYO_8CjhWXu-MhPEC-jI-J37mm8PR7sNvkjNZN8nDvE7KxmSgvi2qQZgisal_HW3yrow9x6SfDskJc00boYTPgIY5U-xdC-d1RCUMFOu13pI69IiRd9-YIEl7VXJXGAnNEcYqNlHB7I/s200/ChIzLvGUYAAZvFC.jpg" width="200" /></a><br />
Namaku Eliza. Cerita ini
terjadi saat usiaku masih 17 tahun. Waktu itu, aku masih duduk di kelas 2 SMA
swasta yang amat terkenal di Surabaya. Sekilas tentang diriku, aku seorang
gadis Chinese dengan tinggi badan 157 cm dan berat 45 kg. Rambutku hitam
panjang sepunggung. Kata orang orang, wajahku cantik dan bentuk tubuhku sangat
ideal. Namun entah apa aku harus bersyukur atau menyesalinya. Mungkin karena
inilah aku mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember
2004.<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke 17 ini, dimana aku
akhirnya mendapatkan SIM karena sudah cukup umur, maka aku ke sekolah dengan
mengendarai mobilku sendiri, mobil hadiah ultahku. Sepulang sekolah, jam
menunjukkan waktu 18:30. Aku sekolah siang, jadi pulangnya sampai begitu malam.
Dan saat itu tiba tiba aku merasa perutku sakit dan mulas, jadi aku memutuskan
buang air di WC sekolah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang
air di WC sekolah, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan adanya seorang
sopir yang menungguku. Yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus
bolak balik ke WC sampai 5 kali. Mungkin setelah tak ada lagi yang bisa
dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun perutku masih terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk
mampir ke UKS sebentar dan mencari minyak putih. Aku masuk ke ruang UKS,
menyalakan lampunya dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu
mencari cari minyak putih di kotak obat. Setelah ketemu, aku membuka kancing
baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu
untuk meredakan rasa sakit perutku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku amat terkejut ketika tiba tiba pintu ruang UKS ini
terbuka, dan ternyata yang membuka adalah tukang sapu di sekolahku yang bernama
Hadi. Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat
dia menyeringai, dan aku menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah terbuka,
memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini padanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Belum sempat aku berpikir tentang apa yang harus aku
lakukan, Hadi sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke
belakang punggungku dengan tangan kanannya, dan ia segera membekap mulutku erat
erat dengan tangan kirinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Eeemph… eeemph…”, aku meronta ronta, dan berusaha menjerit.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku
dengan tangan kiriku yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang
mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Hadi ini?
Aku benar benar dalam keadaan tak berdaya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mataku terbelalak ketika masuk lagi seorang tukang sapu yang
lain, yang bernama bernama Yoyok.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Girnooo”, Yoyok melongok keluar pintu dan berteriak memanggil
satpam di sekolahku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari
cengkeraman Hadi. Tapi ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku,
malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara
tangan kirinya mulai meremasi payudaraku. Kembali aku berusaha meronta.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wah baru kali ini ada kesempatan pegang pegang susu amoy..
ini non Eliza yang sering kamu bilang itu kan Had?” tanya Yoyok pada Hadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” kata
Hadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sambil tertawa Yoyok makin keras meremasi kedua payudaraku.
Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta mencoba melepaskan diri, sambil
berharap semoga Girno yang sering mendapat uang tips dariku untuk kesediaannya
mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah, tidak setega mereka
berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi aku langsung sadar kalau aku dalam bahaya besar. Yang
memanggil Girno tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak
pada Girno yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri
pandang padaku. Ataukah… ?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Beberapa saat kemudian Girno datang, dan melihatku
diperlakukan seperti itu, Girno malah menyeringai dan aku merasa mimpi burukku
akan segera menjadi kenyatan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Dengar, kalian jangan gegabah… non Eliza ini kita ikat dulu
di ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong.
Itulah saatnya kita berpesta kawan kawan!”, kata Girno.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Maka lemaslah tubuhku setelah aku tahu Girno ada di pihak
mereka. Dengan mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua
tangan dan kakiku sudah direntangkan, dan diikat erat pada sudut sudut ranjang
ini. Berikutnya, dua kancing bajuku yang belum lepas, dilepaskan oleh Hadi,
hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang
menutupi payudaraku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Pak Girno.. tolong jangan begini pak..”, aku memohon dan
rasa putus asa mulai menghinggapiku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ratapanku ini dibalas ciuman Girno pada bibirku. Ia melumat
bibirku dengan penuh nafsu, sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia
menyumpal mulutku supaya aku tak bisa berteriak minta tolong.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Non Eliza, tenang saja. Nanti juga non bakalan merasakan
surga dunia kok”, kata Girno sambil tersenyum memuakkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian Girno memerintahkan mereka semua untuk kembali
melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS
sialan ini. Girno kembali ke posnya, Hadi dan Yoyok berkata mau meneruskan
pekerjaannya menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu. Dan kini aku
yang ditinggal sendiri hanya bisa pasrah menunggu nasib.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan
terhadapku. Dari berbagai macam cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti
mereka pasti akan memperkosaku ramai ramai. Sakit perutku sudah hilang berkat
khasiat minyak putih tadi, tapi aku sama sekali tidak sedang bahagia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://qqkartu.blogspot.com/2017/07/eliza01-horor-di-ruang-uks-part-2.html">BERSAMBUNG KE PART02</a></div>
lisahttp://www.blogger.com/profile/04971295756640846231noreply@blogger.com