II. Pembantaian Dimulai
Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul 20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Hadi masuk, diikuti Yoyok, Girno, dan celakanya ternyata mereka mengajak dua orang satpam yang lain, Urip dan Soleh. Aku menggigil ketakutan, entah seperti apa keadaanku nanti setelah diperkosa oleh lima orang ini.
“Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Hadi.
Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras pada kedua pipiku, aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku sadar hal ini tak akan ada gunanya.
Mereka hanya tertawa dan dengan santai mereka membuka ikatan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku, lalu tanpa mendapatkan perlawanan sedikitpun dariku, mereka melepaskan baju dan rok seragam sekolahku, hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya sedikit pink.
Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya, mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku.
Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus dah halus, membuatku merasa ngeri juga ketika memikirkan tubuhku akan segera dijarah habis oleh mereka.
Aku kembali meronta, tidak rela menerima nasib yang buruk ini. Tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Girno menyentuh selangkanganku, menekan nekan vaginaku yang masih terlindung celana dalamku. Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan brutal oleh Hadi dan Yoyok, membuat tubuhku rasanya panas dingin. Belum lagi mereka akhirnya mengikatku lagi dalam posisi seperti tadi, mungkin karena aku terlalu banyak meronta.
Selagi aku masih kebingungan karena baru pertama kalinya ini aku merasakan sensasi sentuhan lelaki yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Aku semakin gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku.
Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus tanpa bisa berbuat apa apa karena kedua tangan dan kakiku terikat erat di empat sudut ranjang ini, aku merasakan gejolak luar biasa melanda tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan.
Aku merasakan betapa tubuhku berkelojotan dan mengejang hebat. Berulang kali tubuhku terlonjak lonjak sampai beberapa saat lamanya, dan kakiku melejang lejang, rasanya seluruh tubuhku bergetar.
“Oh.. augh.. ngggg.. aaaagh…” aku mengerang dan menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras.
Aku merasa seperti buang air kecil, tapi yang keluar hanya sedikit, dan baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang amat sangat seperti ini. Aku mengerti sekali bahwa tadi itu aku baru saja mengeluarkan cairan cintaku, karena aku mengalami orgasme.
Aku memang pernah bermasturbasi walaupun hanya menggesek gesekkan jariku pada bibir liang vaginaku sampai akhirnya aku mengeluarkan cairan cintaku. Tapi aku merasa kalau yang keluar itu tak sebanyak yang tadi, dan semua yang kurasakan tadi jauh lebih nikmat dibandingkan ketika aku mencapai orgasme saat bermasturbasi. Aku merasakan sensasi yang luar biasa dengan adanya sentuhan lelaki, yang baru pertama kali kurasakan.
Tadi itu cairan cintaku keluar banyak sekali, dan aku merasa kelelahan dan lemas sekali. Kini aku hanya diam pasrah terbaring di tengah kerumunan para pemerkosaku ini.
“Enak ya non? Hahaha… nanti non pasti minta tambah”.
Aku tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.
“Non Eliza, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika non Eliza tidak macam macam, kami akan melepaskan non setelah kami puas. Tapi jika non Eliza macam macam, non akan kami seret ke mess kami. Dan non tahu kan apa akibatnya? Di situ non tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess kami. Mengerti ya non?”, kata Girno kepadaku.
Mendengar hal itu, aku merasa ngeri dan hanya bisa mengangguk pasrah, berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semua.
“Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar… tolong jangan keluarkan di dalam ya?” aku memohon dengan sungguh sungguh dalam rasa ngeri membayangkan aku harus dibawa ke mess mereka, juga rasa ngeri akan kemungkinan hamil akibat diperkosa ramai ramai ini.
Aku pernah mendengar jumlah penghuni mess itu ada sekitar 60 orang. Mereka yang tinggal di sana adalah gabungan satpam, tukang sapu dan tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang masih sekomplek, maklum satu yayasan. Daripada aku akan lebih menderita diperkosa oleh sekitar 60 orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini.
Dan aku benar benar berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya… menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut kalau aku harus mengalami semua itu.
“Hahaha, non Eliza, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy. Kami selalu memimpikan memperawani non Eliza yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA. Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas, bahkan memberi kami hadiah makanan. Maka kami sepakat untuk membalas kebaikan non dengan memberi non kenikmatan surga dunia.”, kata Girno.
“Tenang saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini. Dan kalo tentang hamil, non Eliza tenang saja. Kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut. Non Eliza tadi sakit perut kan? Hahaha…” jelas Girno sambil tertawa, tertawa yang memuakkan.
Jadi memang ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka. Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Apa salahku terhadap mereka?
Hari ini aku akan diperkosa ramai ramai oleh mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka.
Membayangkan hal ini, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan lagi seperti yang tadi baru melandaku.
Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat ukuran penis penis itu yang begitu besar. Dan penis penis itu, akan memasuki tubuhku, bergantian menyiksa liang vaginaku.
Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah telanjang bulat dan tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.
“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Girno.
Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Girno, dengan diameter sekitar 5 cm dan panjang yang sekitar 16 cm.
“Pak, pelan pelan pak ya…” aku mencoba mengingatkan Girno.
Ia yang hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku, membuatku merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin memandang orang yang akan merenggut keperawananku ini. Girno menggesek gesekkannya kepala penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin terangsang.
Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat. Mungkin karena mereka sudah yakin, aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan memang aku tak berani melakukan hal itu. Kini mereka sudah mengerubutiku kembali, seperti segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang manis.
BERSAMBUNG KE PART03
BERSAMBUNG KE PART03