Minggu, 23 Juli 2017

ELIZA02 : SOLUSI DI RUMAH PART01

Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat, sekitar jam 7:30. Itu pun karena sinar matahari yang terang menerpaku dari kaca jendela, yang gordennya lupa kututup tadi malam. Saat ini rumahku pasti sedang sepi, tinggal Siti dan Sulikah, 2 pembantu wanita di rumahku. Keduanya berumur 20 tahun. Juga Suwito yang berumur 25 tahun, dan Wawan yang berumur 24 tahun, 2 pembantu laki laki di rumahku. Juga ada pak Arifin yang berumur 45 tahun, sopir yang setia mengantarku sejak aku masih kecil. Kedua ortuku masih ada di luar negeri. Dan aku ingat, kakakku menginap di rumah temannya, mengerjakan tugas kelompok kuliahnya yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat, Siti sedang pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa berlakunya. Dengan malas aku bangkit menuju kamar mandi, menyalakan shower dan mandi sambil mengingat ingat kegilaanku kemarin, membuatku sedikit tersenyum malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku mengeringkan tubuhku dan mengenakan baju santai. Karena bangun kesiangan, aku yang biasanya ke gereja jam 8 pagi, terpaksa datang ke sesi 9:30 nanti karena sekarang sudah jam 8 lebih dan masih ada waktu sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu, jadwal kegiatanku adalah latihan balet di ******* jam 5 nanti, dan aku harus berangkat setengah jam sebelumnya. Demikian rutinitas kegiatanku tiap minggu. Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke mall, tapi hari ini rasanya aku amat lelah, membuat aku malas keluar, dan memutuskan untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saat ke sekolah balet nanti . Selain itu selangkanganku masih agak ngilu akibat digangbang sekitar dua jam kemarin.

Setelah merapikan penampilanku dengan menyisir rambutku supaya tak awut awutan, aku keluar ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan lauk yang tersedia, aku berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples gula di meja pinggir sudah kosong, jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil gula. Di sana aku disuguhi pemandangan yang membuatku terbelalak. Sulikah yang menurutku berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan disetubuhi dari belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul dengan ganas. Pakaiannya sudah tak karuan, tubuhnya yang mungil seukuran denganku terlihat mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya dalam dalam. Mereka mendesah bersahut sahutan, tanpa menyadari keberadaanku kini yang terpaku melihat adegan itu. Tepat saat Wawan berorgasme, tiba tiba Suwito masuk dari pintu belakang, gilanya, dengan telanjang bulat, membuatku memekik kaget. Hal ini menyebabkan Sulikah dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang yang baru melihat setan, dan mereka segera saling melepaskan diri dari persetubuhan yang amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung, demikian juga Suwito yang kelihatan panik bertanya dengan tergagap gagap, “Lho…. Non Eliza… kok belum… berangkat ke gereja?”. Ditanya demikian aku menjawab, “Iya, saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambil gula di dapur”. Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak dapur, dan aku bergegas kembali ke meja makan dengan berusaha tak memikirkan hal yang baru saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat ketika aku sarapan pagi, dan setelah selesai aku berniat kembali ke kamarku.

Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akan melangkah, tiba tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku dengan takut takut. “Non Eliza, kami minta maaf. Tolong jangan bilang ke orang tua non atau kakak non ya.. kami tak tahu harus gimana kalau sampai kami dipecat”, kata Wawan mewakili mereka. Aku terdiam beberapa saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku merasa iba. “Kalian tenang saja. Saya memang gak ada niat sama sekali untuk melaporkan hal tadi. Cuma saya pesan, lain kali kalian hati hati ya, jangan kelihatan kakak saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang”, kataku sambil tersenyum. Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan hal ini pada siapapun. Mereka terlihat begitu lega dan mengucap terima kasih berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka kembali ke kamarku. Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka perbuat tadi membuat aku kembali membayangkan saat saat aku digangbang kemarin, membuat nafasku sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku naik. Aku mulai melamun tentang keadaanku. Aku masih belum punya pacar. Memang ada banyak cowok di sekolahku yang mendekatiku, tapi semuanya kutolak dengan halus, karena berulang kali ortuku mewanti wanti aku supaya tidak pacaran waktu masih sekolah. Walau begitu, aku sebenarnya tertarik pada seorang dari mereka yang bernama Andi. Tapi, kini aku sudah tidak perawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali setelah acara gangbang itu, membuatku murung membayangkan bagaimana pandangan Andi terhadap diriku kelak kalau dia tahu.

Jam dinding di kamarku berbunyi, menunjukkan pukul 9. Oh, saat aku berangkat nih. Aku segera bangkit dan berganti pakaian, lalu turun menuju garasi. Pak Arifin seperti biasa menawariku “Non mau saya antar ke mana?”. Ia lupa kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kali ini aku pikir ada baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada tubuhku masih belum hilang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada balet. “Ke gereja ******** pak”, kataku. Ia membukakan pintu belakang mobil yang biasa dipakainya untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku hanya melamun, membayangkan apa yang kira kira terjadi sekarang. Apakah Sulikah kembali bermain sex dengan Wawan dan Suwito? Tak terasa, aku sudah sampai di gereja. Setelah melakukan kebaktian rutin yang lamanya sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang melayang kemana mana, aku segera pulang. Di dalam mobil, aku yang sejak di dalam gereja tadi sudah mulai mengantuk, kini kantukku semakin menjadi, sehingga aku tertidur di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku bangun aku sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku memeriksa keadaanku, yah, bajuku masih lengkap, bra dan celana dalamku masih melekat dengan baik. Tapi celana dalamku terlihat amat basah, kelihatannya oleh cairan cintaku. Bajuku juga kusut sekali. Sialan, siapa ya yang mempermainkan tubuhku selagi aku tidur? Dan ketika aku berdiri, kedua betisku terasa pegal seperti kemarin. Duh, sore ini aku harus latihan balet…

Jam menunjukkan pukul 2 siang. Berarti aku tidur sekitar 3 jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin, kecurigaanku mengarah kepadanya. Hmm sialan tuh orang, cari kesempatan dalam kesempitan, pikirku. Dengan sedikit kesal aku turun mencarinya. Tapi aku berpikir, bagaimana kalo pak Arifin menanyakan apa bukti kalo tadi itu perbuatan dia? Akhirnya aku memutuskan untuk mendiamkan hal ini, dan aku pun ke ruang makan karena merasa lapar. Terlihat sudah ada masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya memang selalu lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuatku makan sedikit lebih banyak dari biasanya, dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali ini tanpa gula. Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak Arifin kembali mengantarku, lalu aku pura pura tertidur. Jadi aku bisa mengetahui, siapa yang tadi berbuat iseng padaku. Aku tersenyum senang karena merasa dengan begitu aku bisa menemukan pelakunya. Selesai makan aku kembali ke kamarku, menyetel musik kesukaanku, dan mandi busa untuk menyegarkan tubuhku. Selesai aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah jam lagi harus berangkat nih. Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku. Setelah itu, aku mengenakan kostum baletku setelah memakai bra dan celana dalam ketat yang berwarna putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam, yang aku bisa pastikan aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika memakainya. Lalu aku mengenakan blus terusan berwarna biru, jadi nanti di sana aku tak perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup ketat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan sepatu balet.

Setelah selesai aku segera menuju garasi, dan seperti yang aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di samping mobil yang tadi itu. Sebelum dia menawari aku sudah berkata “pak, tolong ke sekolah balet *******”. Dan setelah membuka pintu mobil untukku, ia segera melajukan mobil ini ke tempat tujuan. Aku memperhatikan pandangan matanya, kalau kalau ia mencuri pandang ke arah tubuhku. Namun tak kutemukan tanda tanda itu sampai akhirnya kami sampai ke tujuan. Aku mengangkat bahu, dan kemudian masuk seperti biasa, untuk berlatih tari balet. Kami akan show di akhir tahun nanti, dan aku adalah penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku yang indah, aku juga dinilai oleh guru balet kami sebagai yang paling lentur dan indah gerakannya. Namun hari itu, aku hampir tak bisa menunjukkan performa terbaikku, selain karena pikiranku yang melayang, tubuhku juga tak mau diajak kompromi, terutama selangkanganku yang masih terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa pegal pegal. Akibatnya hari itu aku lumayan bad mood, dan berlatih ala kadarnya. Untung saja, guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah selesai, aku segera pulang. Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di mobil pura pura mengeluh, “Aduh.. hari ini kenapa ya.. dari tadi ngantuk terus…” seperti mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk terdengar oleh pak Arifin. Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap berulang kali seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertidur. Aku benar benar penasaran, apa yang akan terjadi.

Akhirnya kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikit untuk memastikan, kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap sewajarnya seperti orang tidur. Setelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas, karena kamarku memang di lantai 2. Sampai di atas, aku mendengar suara Wawan dan Suwito yang bertanya, “Lho pak, ketiduran lagi seperti tadi siang?”. “Iya, rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet”, kata pak Arifin. Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang, jantungku makin berdebar, menunggu apa yang akan terjadi. Sulikah menyelimutiku, lalu berkata,”Ya sudah, ayo kita turun”. Dan mereka semua keluar dari kamarku, meninggalkanku yang semakin bingung dan penasaran. Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura pura tertidur. Ternyata dugaanku benar, beberapa menit kemudian pintu kamarku kembali terbuka, dengan suara yang sangat pelan. Namun aku bisa mendengarnya, karena aku memang tidak tidur. Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk mengetahui siapa yang akan berbuat iseng ini. Aku sedikit membuka mataku dengan amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi. Ya ampun, aku melihat Wawan dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang tergolek di ranjang. Ternyata merekalah pelakunya! Kurang ajar betul mereka ini, sudah untung aku tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka terhadap Sulikah, tapi kini mereka malah ngelunjak, hendak mengisengi anak majikan mereka. Sementara kudengar di bawah, Sulikah dan pak Arifin sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang renyah, membuatku menduga duga, apakah Sulikah juga ada main dengan pak Arifin…

Tapi, tak ada waktu untuk memikirkan orang lain, karena tubuhku sedang dijahili kedua pembantuku ini. Kurasakan mereka menyingkap selimutku, kemudian mulai meremasi payudaraku, membuatku hampir tak tahan untuk mendesah. Aku bertahan berpura pura tidur, selain takut mereka akan berbuat yang lebih jauh jika aku `terbangun’, aku hanya berharap mereka akan menghentikan aktivitas mereka setelah membuat cairan cintaku membanjir keluar, seperti tadi siang. Duh, mana aku masih memakai stocking dan celana dalam yang ketat lagi. Mereka terus meremasi payudaraku dan nafas mereka semakin memburu, tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Sementara aku berusaha keras meredam gairahku yang mulai naik, dengan cara membayangkan wajah orang yang sangat jelek. Celakanya, mereka melanjutkan remasan di payudaraku dengan rabaan pada perutku, kemudian dengan nakal mereka bergantian menekan nekan vaginaku yang masih tertutup 4 lapis pakaian, celana dalam, stocking, gaun baletku serta blus biru terusan yang sampai ke lutut. Lalu mereka menarik blusku sampai ke pinggangku. Agak kesulitan juga mereka, karena blusku yang memang agak ketat, juga posisiku yang tiduran. Kemudian gaun baletku juga mereka singkapkan, sehingga pertahanan vaginaku tinggal stocking dan celana dalamku. Dalam hati aku berkata, awas saja kalau mereka berani menyobek stockingku, gaji mereka akan kupotong! Stockingku ini mahal harganya, dan aku Cuma punya sedikit. Tiba tiba aku mengejang, menahan geli saat vaginaku kembali ditekan tekan. Kini tekanan itu lebih terasa, karena tinggal stocking dan celana dalam ketat saja yang melindungi vaginaku dari tangan jahil mereka.