Hari ini, di luar kebiasaanku, aku bangun agak telat,
sekitar jam 7:30. Itu pun karena sinar matahari yang terang menerpaku dari kaca
jendela, yang gordennya lupa kututup tadi malam. Saat ini rumahku pasti sedang
sepi, tinggal Siti dan Sulikah, 2 pembantu wanita di rumahku. Keduanya berumur
20 tahun. Juga Suwito yang berumur 25 tahun, dan Wawan yang berumur 24 tahun, 2
pembantu laki laki di rumahku. Juga ada pak Arifin yang berumur 45 tahun, sopir
yang setia mengantarku sejak aku masih kecil. Kedua ortuku masih ada di luar
negeri. Dan aku ingat, kakakku menginap di rumah temannya, mengerjakan tugas
kelompok kuliahnya yang harus menggunakan komputer. Juga aku baru ingat, Siti
sedang pulang kampung, untuk mengurus KTPnya yang sudah hampir habis masa
berlakunya. Dengan malas aku bangkit menuju kamar mandi, menyalakan shower dan
mandi sambil mengingat ingat kegilaanku kemarin, membuatku sedikit tersenyum
malu saat aku menyikat gigiku. Setelah selesai aku mengeringkan tubuhku dan
mengenakan baju santai. Karena bangun kesiangan, aku yang biasanya ke gereja
jam 8 pagi, terpaksa datang ke sesi 9:30 nanti karena sekarang sudah jam 8
lebih dan masih ada waktu sekitar satu jam buatku sebelum pergi. Setelah itu,
jadwal kegiatanku adalah latihan balet di ******* jam 5 nanti, dan aku harus
berangkat setengah jam sebelumnya. Demikian rutinitas kegiatanku tiap minggu.
Kadang memang di siang hari setelah pulang gereja, aku jalan jalan ke mall,
tapi hari ini rasanya aku amat lelah, membuat aku malas keluar, dan memutuskan
untuk istirahat saja sepulang gereja sampai saat ke sekolah balet nanti .
Selain itu selangkanganku masih agak ngilu akibat digangbang sekitar dua jam
kemarin.
Setelah merapikan penampilanku dengan menyisir rambutku
supaya tak awut awutan, aku keluar ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan
lauk yang tersedia, aku berniat membuat susu kesukaanku, tapi aku lihat toples
gula di meja pinggir sudah kosong, jadi aku ke dapur sebentar untuk mengambil
gula. Di sana aku disuguhi pemandangan yang membuatku terbelalak. Sulikah yang
menurutku berwajah cantik ini sedang mencuci peralatan masak, dan disetubuhi
dari belakang oleh Wawan yang menurutku tampangnya amburadul dengan ganas.
Pakaiannya sudah tak karuan, tubuhnya yang mungil seukuran denganku terlihat
mengejang sexy setiap penis Wawan menyodok vaginanya dalam dalam. Mereka
mendesah bersahut sahutan, tanpa menyadari keberadaanku kini yang terpaku
melihat adegan itu. Tepat saat Wawan berorgasme, tiba tiba Suwito masuk dari
pintu belakang, gilanya, dengan telanjang bulat, membuatku memekik kaget. Hal
ini menyebabkan Sulikah dan Wawan menoleh ke arahku dengan wajah seperti orang
yang baru melihat setan, dan mereka segera saling melepaskan diri dari
persetubuhan yang amat hot itu. Mereka terlihat gugup dan bingung, demikian
juga Suwito yang kelihatan panik bertanya dengan tergagap gagap, “Lho…. Non
Eliza… kok belum… berangkat ke gereja?”. Ditanya demikian aku menjawab, “Iya,
saya tadi bangunnya kesiangan. Maaf mengganggu, saya cuma mau ambil gula di
dapur”. Mereka masih diam tertunduk saat aku mengambil gula di rak dapur, dan
aku bergegas kembali ke meja makan dengan berusaha tak memikirkan hal yang baru
saja terjadi. Waktu jadi terasa berjalan lambat ketika aku sarapan pagi, dan
setelah selesai aku berniat kembali ke kamarku.
Aku berdiri dari kursi, tapi baru aku akan melangkah, tiba
tiba Sulikah, Wawan dan Suwito muncul dan menghadapku dengan takut takut. “Non
Eliza, kami minta maaf. Tolong jangan bilang ke orang tua non atau kakak non
ya.. kami tak tahu harus gimana kalau sampai kami dipecat”, kata Wawan mewakili
mereka. Aku terdiam beberapa saat. Melihat mereka semua begitu tegang, aku
merasa iba. “Kalian tenang saja. Saya memang gak ada niat sama sekali untuk
melaporkan hal tadi. Cuma saya pesan, lain kali kalian hati hati ya, jangan
kelihatan kakak saya, apalagi orang tua saya. Nanti urusannya bisa panjang”,
kataku sambil tersenyum. Aku memang tak ada niatan sedikitpun untuk melaporkan
hal ini pada siapapun. Mereka terlihat begitu lega dan mengucap terima kasih
berulang ulang. Lalu setelah semuanya tenang kutinggalkan mereka kembali ke
kamarku. Sampai di dalam kamar, teringat apa yang mereka perbuat tadi membuat
aku kembali membayangkan saat saat aku digangbang kemarin, membuat nafasku
sedikit memburu karena tiba tiba saja gairahku naik. Aku mulai melamun tentang
keadaanku. Aku masih belum punya pacar. Memang ada banyak cowok di sekolahku
yang mendekatiku, tapi semuanya kutolak dengan halus, karena berulang kali
ortuku mewanti wanti aku supaya tidak pacaran waktu masih sekolah. Walau
begitu, aku sebenarnya tertarik pada seorang dari mereka yang bernama Andi.
Tapi, kini aku sudah tidak perawan lagi, satu satunya yang sedikit aku sesali
setelah acara gangbang itu, membuatku murung membayangkan bagaimana pandangan
Andi terhadap diriku kelak kalau dia tahu.
Jam dinding di kamarku berbunyi, menunjukkan pukul 9. Oh,
saat aku berangkat nih. Aku segera bangkit dan berganti pakaian, lalu turun
menuju garasi. Pak Arifin seperti biasa menawariku “Non mau saya antar ke
mana?”. Ia lupa kalau aku sudah bisa membawa mobil sendiri, tapi kali ini aku
pikir ada baiknya juga kalo aku tidak menyetir sendiri. Rasa pegal pegal pada
tubuhku masih belum hilang seluruhnya, padahal nanti sore masih ada balet. “Ke
gereja ******** pak”, kataku. Ia membukakan pintu belakang mobil yang biasa dipakainya
untuk mengantarku. Sepanjang perjalanan, aku hanya melamun, membayangkan apa
yang kira kira terjadi sekarang. Apakah Sulikah kembali bermain sex dengan
Wawan dan Suwito? Tak terasa, aku sudah sampai di gereja. Setelah melakukan
kebaktian rutin yang lamanya sekitar satu setengah jam dengan pikiran yang
melayang kemana mana, aku segera pulang. Di dalam mobil, aku yang sejak di
dalam gereja tadi sudah mulai mengantuk, kini kantukku semakin menjadi,
sehingga aku tertidur di kursi belakang mobil. Entah apa yang terjadi, saat aku
bangun aku sudah di ranjang kamar tidurku, membuatku tersentak kaget. Aku
memeriksa keadaanku, yah, bajuku masih lengkap, bra dan celana dalamku masih
melekat dengan baik. Tapi celana dalamku terlihat amat basah, kelihatannya oleh
cairan cintaku. Bajuku juga kusut sekali. Sialan, siapa ya yang mempermainkan
tubuhku selagi aku tidur? Dan ketika aku berdiri, kedua betisku terasa pegal
seperti kemarin. Duh, sore ini aku harus latihan balet…
Jam menunjukkan pukul 2 siang. Berarti aku tidur sekitar 3
jam. Mengingat aku tadi diantar pulang pak Arifin, kecurigaanku mengarah
kepadanya. Hmm sialan tuh orang, cari kesempatan dalam kesempitan, pikirku.
Dengan sedikit kesal aku turun mencarinya. Tapi aku berpikir, bagaimana kalo
pak Arifin menanyakan apa bukti kalo tadi itu perbuatan dia? Akhirnya aku
memutuskan untuk mendiamkan hal ini, dan aku pun ke ruang makan karena merasa
lapar. Terlihat sudah ada masakan untukku, pasti Sulikah yang masak. Masakannya
memang selalu lumayan enak sesuai dengan seleraku, membuatku makan sedikit
lebih banyak dari biasanya, dan seperti biasa aku selalu minum susu, tapi kali
ini tanpa gula. Selagi makan, aku mendapat ide. Nanti aku minta pak Arifin
kembali mengantarku, lalu aku pura pura tertidur. Jadi aku bisa mengetahui,
siapa yang tadi berbuat iseng padaku. Aku tersenyum senang karena merasa dengan
begitu aku bisa menemukan pelakunya. Selesai makan aku kembali ke kamarku,
menyetel musik kesukaanku, dan mandi busa untuk menyegarkan tubuhku. Selesai
aku puas mandi memanjakan tubuhku, jam menunjukkan pukul 4 sore. Wah, setengah
jam lagi harus berangkat nih. Aku pun mengeringkan tubuhku dan rambutku.
Setelah itu, aku mengenakan kostum baletku setelah memakai bra dan celana dalam
ketat yang berwarna putih serta stocking ketat model jaring berwarna hitam,
yang aku bisa pastikan aku terlihat amat sexy dan menggairahkan jika
memakainya. Lalu aku mengenakan blus terusan berwarna biru, jadi nanti di sana
aku tak perlu ganti lagi di ruang ganti, tinggal melepas blus biru yang cukup
ketat ini dan hanya mengganti sepatuku yang kupakai sekarang dengan sepatu
balet.
Setelah selesai aku segera menuju garasi, dan seperti yang
aku harapkan, pak Arifin seperti biasa menunggu di samping mobil yang tadi itu.
Sebelum dia menawari aku sudah berkata “pak, tolong ke sekolah balet *******”.
Dan setelah membuka pintu mobil untukku, ia segera melajukan mobil ini ke
tempat tujuan. Aku memperhatikan pandangan matanya, kalau kalau ia mencuri
pandang ke arah tubuhku. Namun tak kutemukan tanda tanda itu sampai akhirnya
kami sampai ke tujuan. Aku mengangkat bahu, dan kemudian masuk seperti biasa,
untuk berlatih tari balet. Kami akan show di akhir tahun nanti, dan aku adalah
penari utamanya, mungkin selain wajahku yang cantik dan tubuhku yang indah, aku
juga dinilai oleh guru balet kami sebagai yang paling lentur dan indah
gerakannya. Namun hari itu, aku hampir tak bisa menunjukkan performa terbaikku,
selain karena pikiranku yang melayang, tubuhku juga tak mau diajak kompromi,
terutama selangkanganku yang masih terasa sedikit ngilu dan betisku yang terasa
pegal pegal. Akibatnya hari itu aku lumayan bad mood, dan berlatih ala
kadarnya. Untung saja, guru balet kami merasa itu sudah cukup, dan setelah
selesai, aku segera pulang. Dan seperti yang sudah kurencanakan tadi, aku di
mobil pura pura mengeluh, “Aduh.. hari ini kenapa ya.. dari tadi ngantuk
terus…” seperti mengguman pada diri sendiri, namun aku yakin cukup keras untuk
terdengar oleh pak Arifin. Lalu untuk lebih meyakinkan, aku menguap berulang kali
seperti tadi siang, dan pura pura bersandar tertidur. Aku benar benar
penasaran, apa yang akan terjadi.
Akhirnya kami sampai di rumah. Aku membuka mata sedikit
untuk memastikan, kemudian aku kembali memejamkan mata dan berusaha bersikap
sewajarnya seperti orang tidur. Setelah mobil ini masuk garasi, pak Arifin
memanggil Sulikah, yang segera datang, membantu mengangkatku ke atas, karena
kamarku memang di lantai 2. Sampai di atas, aku mendengar suara Wawan dan
Suwito yang bertanya, “Lho pak, ketiduran lagi seperti tadi siang?”. “Iya,
rupanya kecapaian nih non Eliza setelah berlatih balet”, kata pak Arifin.
Setelah aku rasakan tubuhku terbaring di ranjang, jantungku makin berdebar,
menunggu apa yang akan terjadi. Sulikah menyelimutiku, lalu berkata,”Ya sudah,
ayo kita turun”. Dan mereka semua keluar dari kamarku, meninggalkanku yang
semakin bingung dan penasaran. Namun naluriku berkata, aku harus tetap pura
pura tertidur. Ternyata dugaanku benar, beberapa menit kemudian pintu kamarku
kembali terbuka, dengan suara yang sangat pelan. Namun aku bisa mendengarnya,
karena aku memang tidak tidur. Dengan jantung berdebar aku menunggu untuk
mengetahui siapa yang akan berbuat iseng ini. Aku sedikit membuka mataku dengan
amat hati hati, dan segera memejamkan mataku lagi. Ya ampun, aku melihat Wawan
dan Suwito berjalan mengendap endap ke arahku yang tergolek di ranjang.
Ternyata merekalah pelakunya! Kurang ajar betul mereka ini, sudah untung aku
tadi pagi cuek dengan kelakuan mereka terhadap Sulikah, tapi kini mereka malah
ngelunjak, hendak mengisengi anak majikan mereka. Sementara kudengar di bawah,
Sulikah dan pak Arifin sedang bercanda, terdengar dari tawa Sulikah yang
renyah, membuatku menduga duga, apakah Sulikah juga ada main dengan pak Arifin…
Tapi, tak ada waktu untuk memikirkan orang lain, karena
tubuhku sedang dijahili kedua pembantuku ini. Kurasakan mereka menyingkap
selimutku, kemudian mulai meremasi payudaraku, membuatku hampir tak tahan untuk
mendesah. Aku bertahan berpura pura tidur, selain takut mereka akan berbuat
yang lebih jauh jika aku `terbangun’, aku hanya berharap mereka akan
menghentikan aktivitas mereka setelah membuat cairan cintaku membanjir keluar,
seperti tadi siang. Duh, mana aku masih memakai stocking dan celana dalam yang
ketat lagi. Mereka terus meremasi payudaraku dan nafas mereka semakin memburu,
tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Sementara aku berusaha keras meredam
gairahku yang mulai naik, dengan cara membayangkan wajah orang yang sangat
jelek. Celakanya, mereka melanjutkan remasan di payudaraku dengan rabaan pada
perutku, kemudian dengan nakal mereka bergantian menekan nekan vaginaku yang
masih tertutup 4 lapis pakaian, celana dalam, stocking, gaun baletku serta blus
biru terusan yang sampai ke lutut. Lalu mereka menarik blusku sampai ke
pinggangku. Agak kesulitan juga mereka, karena blusku yang memang agak ketat,
juga posisiku yang tiduran. Kemudian gaun baletku juga mereka singkapkan,
sehingga pertahanan vaginaku tinggal stocking dan celana dalamku. Dalam hati
aku berkata, awas saja kalau mereka berani menyobek stockingku, gaji mereka
akan kupotong! Stockingku ini mahal harganya, dan aku Cuma punya sedikit. Tiba
tiba aku mengejang, menahan geli saat vaginaku kembali ditekan tekan. Kini
tekanan itu lebih terasa, karena tinggal stocking dan celana dalam ketat saja
yang melindungi vaginaku dari tangan jahil mereka.