Pembantaian Berlanjut
Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke tenggorokanku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya aku mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini, menikmati rasa tercekik yang enak ini.
Tiba tiba Girno menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan kedua payudaraku menindih tubuhnya. Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku.
Aku hanya pasrah menunggu, entah permainan apa lagi yang harus kujalani bersama Girno dan yang lainnya ini.
“Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Girno pada yang lain.
“Akuuur…”, seru mereka segera menyetujui sambil tertawa tawa.
Berikutnya Urip segera ke belakangku, dan kurasakan ia sedang meludahi anusku. Kengerian kembali melandaku, membayangkan aku akan dijadikan sandwich oleh Girno dan Urip
“Jangan…. jangan di situ…” desisku ketakutan.
Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan dan beberapa dari mereka memuji ide Girno.
“Aaaaaagh…” aku mengerang ketika penis Urip mulai melesak ke dalam liang anusku.
Mataku terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku diperkosa ramai ramai ini. Tubuhku terutama pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa. Ludah Urip yang bercampur dengan air ludahku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak membantu sama sekali.
“Aaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam liang anusku.
Selagi aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam. Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku.
Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi, dijarah habis oleh mereka semua. Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa liang anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Girno sedikit tertarik keluar.
Tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku. Akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Girno kembali menancap dalam dalam pada liang vaginaku, ditambah lagi Girno sedikit menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.
Rasanya tubuhku seperti sedang dirobek robek ke berbagai arah. Belum lagi liang anusku yang kemasukan benda asing ini membuatku jadi ingin mengejan, perutku mulas sekali.
Setelah beberapa saat aku harus berjuang menahan keinginanku untuk mengejan, perlahan rasa sakit pada liang anusku sudah berkurang banyak. Dan ketika rasa sakit itu reda, aku sudah kembali harus melayang dalam kenikmatan.
Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah. Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena semua bagian tubuhku yang harusnya bisa kugerakkan ini semuanya ditahan oleh para pemerkosaku.
Dalam keadaan orgasme seperti ini, mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme! Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 2 menit. Namun semua cairan cintaku yang aku yakin sudah bercampur darah perawanku, sepertinya tak bisa mengalir keluar, terhambat oleh penis Girno.
Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Girno bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal, kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini. Aku memang pernah bermasturbasi sampai merasakan orgasme yang nikmat. Namun orgasme dalam keadaan liang vagina tertancap penis seperti ini benar benar membuatku melayang.
Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis Soleh mengaduk aduk tenggorokanku. Entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya kurasakan tubuh Girno bergetar dan menggigil
“Hegh… hu… huoooooooh…”, Girno melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.
Akhirnya Girno orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Girno.
“Oh.. enake rek, memek amoy seng sek perawan…” kata Girno, yang tampak amat puas, entah puas karena berhasil memperawaniku, atau puas menikmati sempitnya liang vaginaku.
Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari liang anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Girno yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku.
BERSAMBUNG KE PART06
BERSAMBUNG KE PART06